Hilangkan Hambatan Perluas Potensi untuk Lingkungan Kerja Inklusif



Lingkungan kerja inklusif untuk Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYMPK) dan disabilitas bertahap terwujud nyata, bukan hanya mimpi, dengan kekuatan kolaborasi. Praktik baik dilakukan dengan upaya seluruh stakeholders dengan semangat yang sama, menghilangkan hambatan memperluas potensi, membangun kepercayaan diri untuk mendapatkan kesempatan berdaya mandiri di lingkungan kerja inklusif, serta tentunya hidup setara tanpa diskriminasi.


Semua pihak punya peran untuk mewujudkan harapan bersama baik OYPMK, disabilitas, komunitas dan yayasan yang mendorong kemandirian difabel, bahkan termasuk perusahaan dalam rangka menerapkan Undang-Undang No 8 Tahun 2016 tentang penyandang disabilitas. 


UU No 8/2016  meliputi Pemenuhan Kesamaan Kesempatan terhadap Penyandang Disabilitas dalam segala aspek penyelenggaraan negara dan masyarakat, Penghormatan, Perlindungan, dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas, termasuk penyediaan Aksesibilitas dan Akomodasi yang Layak. Pengaturan pelaksanaan dan Pemenuhan hak Penyandang Disabilitas bertujuan untuk mewujudkan taraf kehidupan Penyandang Disabilitas yang lebih berkualitas, adil, sejahtera lahir dan batin, serta bermartabat.





Lagi-lagi, pemenuhan hak penyandang disabilitas masih terhambat oleh stigma sosial terutama OYPMK yang meruntuhkan kepercayaan diri karena ketidakpahaman masyarakat mengenai penyakit termasuk penularan. Termasuk minimnya penyuluhan atau edukasi mengenai fakta bahwa kusta tidak semudah itu menular dan dapat disembuhkan dengan pengobatan tepat. 


Melawan stigma menjadi tugas bersama bukan hanya penyandang disabilitas dan komunitasnya, namun masyarakat serta para pelaku usaha. Terlepas dari jerat diskriminasi yang menghambat proses adaptasi difabel di lingkungan inklusi yang sudah mulai tercipta, menjadi perjuangan kolaboratif yang mengandalkan banyak peran, sekecil apa pun itu. Apalagi diskrimimasi masih membawa dampak ketidakmandirian dan terputusnya akses pekerjaan bagi OYMPK. 





Bagaimana pekerja terhubung dengan perusahaan atau para pelaku usaha, dengan praktik baik memperkerjakan OYPMK dan disabilitas, dipaparkan dalam Ruang Publik KBR bekerja sama dengan NLR Indonesia, dipandu Rizal Wijaya bersama narasumber Abdul Mujib, Ketua Forum Komunikasi Disabilitas Cirebon dan Antony Ginting, Recruitment & Selection Manager HO Alfamart di YouTube Berita KBR


Bagaimana Alfamart menciptakan lingkungan inklusi dalam rangka menjalankan Undang-Undang dengan merekrut pekerja disabilitas, menjadi salah satu aksi nyatanya. Tak tanggung-tanggung, kolaborasi dilakukan dengan yayasan atau sekolah termasuk para akademisi dalam menyusul modul dan metode pelatihan hingga perekrutan yang ramah disabilitas. Melawan stigma dan keraguan akan kemampuan pekerja disabilitas menjadi tantangan awal di internal perusahaan. Namun berjalannya waktu, berbagai tantangan ini dapat dipecahkan, lagi-lagi dengan kolaborasi dan peran semua pihak termasuk pekerja disabilitas yang berupaya untuk menunjukkan kemampuan dirinya mandiri setara.  Antony Ginting mengatakan, pihak Alfamart meyakini pekerja disabilitas mampu beradaptasi dalam lingkungan kerja inklusif. Proses rekrutmen hingga training perusahaan juga dipraktikkan dengan menyesuaikan ragam disabilitas. Modul dan materi training tak ada bedanya namun berbeda di metodenya.


"Teman-teman daksa tidak ada pembedaan dalam proses belajar dan tidak ada kesulitan baik online maupun praktik. Teman-teman rungu wicara punya teknik khusus dalam penyampaian informasi dan praktik disesuaikan metodenya," jelasnya.





Menurutnya, seluruh pihak harus memiliki pemikiran baru bahwa disabilitas mampu dan mempunyai kelebihan khusus yang bisa diarahkan potensinya. Di sisi lain, teman-teman disabilitas jangan pernah takut mencoba menunjukkan kemampuan diri karena lingkungan akan menjadi inklusif juga atas peran teman-teman disabilitas. Tentunya peran perusahaan sekecil apa pun akan memberikan dampak praktik baik inklusi dalam dunia kerja.


Upaya meningkatan pemahaman masyarakat juga tak kalah penting dalam melawan stigma dan diskriminasi. Abdul Mujib mengatakan jika ada kesempatan menyuarakan isu disabilitas, terutama kepada para pelaku usaha, FKDC menggunakannya untuk menjelaskan praktik baik yang sudah sudah dilakukan teman-teman pekerja untuk menurunkan stigma, menambah kepercayaan pelaku usaha, meningkatkan kepercayaan diri teman-teman OYPMK dan Disabilitas untuk tidak ragu dengan kemampuan dirinya.





Kepercayaan diri paling penting dimiliki OYPMK dan disabilitas untuk bisa menciptakan perubahan besar dalam hidupnya. OYPMK perlu menunjukkan dan membuktikan bahwa kusta bisa sembuh dan tidak menularkan. Selain itu, pembekalan kesiapan mental juga menjadi krusial kepada OYPMK dan disabilitas supaya mampu beradaptasi dengan baik saat dihadapkan dengan tantangan dunia kerja inklusi. Termasuk ketika datang kesempatan besar untuk bisa bekerja setara mandiri, teman-teman siap memenuhi berbagai target yang harus dicapai di tempatnya bekerja.

Advokasi dan edukasi inilah yang dilakukan FKDC kepada penyandang disabilitas agar dapat memiliki akses bekerja yang setara untuk mandiri. Dengan berbagai upaya kolaboratif ini, mimpi untuk berdaya mandiri bukan mustahil dapat dirasakan oleh lebih banyak lagi penyandang disabilitas. Meski begitu, pelatihan teknis yang semakin banyak berpihak pada kemandirian disabilitas perlu dibarengi denga pelatihan softskill terutama kompetensi komunikasi untuk disabilitas.


Bagaimana berkomunikasi dengan baik, bersikap dengan rekan kerja, mengejar target pekerjaan, perlu lebih banyak pelatihan softskill terutama untuk teman-teman disabilitas yang belum memiliki pengalaman bekerja.


Mengubah cara pandang, baik dari sisi penyandang disabilitas, masyarakat, dan perusahaan berdampak signifikan dalam menghilangkan hambatan akibat stigma sosial dan diskriminasi, serta dapat membuka lebih banyak peluang terciptanya inklusi dunia kerja. Dari sisi OYPMK dan disabilitas perlu berupaya lebih percaya diri dan yakin dengan potensi dirinya serta terus berusaha menambah keterampilan, sementara masyarakat perlu lebih memahami dan mendapatkan edukasi yang tepat dalam mendorong lingkungan kerja inklusif. Dan yang tak kalah penting, perusahaan dapat memahami pentingnya memberi ruang inklusi, melihat potensi, dan menciptakan lingkungan inklusif bukan hanya dalam rangka mengimplementasikan Undang-Undang namun meyakini upaya ini berdampak positif terhadap perusahaan.




Semoga lebih banyak lagi bertumbuh ruang kolaborasi antara pelaku usaha seperti Alfamart, masyarakat, dan komunitas yang menaungi disalibitas seperti FKDC yang bersama mendorong kesetaraan dan kemandirian bekerja bagi OYMPK dan penyandang disabilitas.





Cari Cuan dengan 2 Skills Ini, Bisa!



Dua tahun terakhir, kalau kita amati, perubahan besar-besaran terjadi di semua sisi kehidupan. Bagi yang mampu beradaptasi dengan perubahan bahkan ikut bertransformasi, bisa bertahan tentu dengan segala daya upayanya.

Budaya kerja yang banyak berubah, dengan segalanya terhubung serba digital, terbukti membuat beberapa pihak tergagap-gagap bahkan menyerah tak sanggup menyesuaikan diri. Bekal untuk bertahan bukan sekadar digital savvy, namun kemampuan beradaptasi dengan cepat dibekali keterampilan yang sudah diprediksi para ahli jadi penyelamatnya. Kata kuncinya, KREATIVITAS!

Saya menemukan kutipan penting ini dari sebuah ebook (Griffiths, Costi, Medlicott, 2022) yang berjudul The Creative Thinking Handbook: Your Step-by-Step Guide to Problem Solving in Business 2nd edition. Dikatakan bahwa The Future Jobs Report 2016 dalam World Economic Forum telah memprediksi bahwa kreativitas merupakan satu dari tiga keterampilan yang paling dibutuhkan dalam dunia kerja tahun 2020, selain kemampuan memecahkan masalah yang kompleks dan kemampuan berpikir kritis. 

Bayangkan, prediksinya sudah dibuat tahun 2016 jauh sebelum pandemi melanda. Apa yang terjadi pada 2020 menunjukkan bagaimana akselerasi digital bikin banyak orang terpaksa adaptasi dengan cepat. Paling sederhana saja, ojek pangkalan kalau mau selamatkan ladang rejekinya, ya harus adaptasi menggunakan aplikasi dan mulai mengoperasikan motornya dengan terhubung menjadi driver gojek, kalau enggak ya hanya menunggu rejeki yang kebetulan lewat saat ada orang kehabisan kuota atau gawainya kehabisan batrei dan butuh tumpangan dadakan, itu contoh paling sederhana saja. Belum lagi contoh lain seperti PJJ, webinar, online class, zoom meeting, WFH bahkan WFA.

Apakah berhenti di 2020? Oh tentu tidak! Pada World Economic Forum tahun 2020, kembali disebutkan bahwa kreativitas adalah satu dari lima keterampilan yang perlu ada agar mampu tumbuh dan berkembang lebih optimal pada 2025, yaitu: (1) kemampuan berpikir analisis dan berinovasi; (2) strategi belajar dan pembelajaran aktif; (3) kemampuan penyelesaian masalah yang kompleks; (4) berpikir kritis dan analisis; (5) kreativitas, orisinal, inisiatif. Apakah sudah siap kita menyambut tantangan bekerja di 2025 dengan lima skills ini?


Kreatif, kreativitas, berpikir kreatif berkali-kali disebut sebagai bekal dalam dunia kerja dan bahkan harus dimiliki setiap individu dan perusahaan termasuk organisasi kalau mau tumbuh dan berkembang, dengan tuntutan zaman yang semakin kompetitif. Kreatif menurut kamus Webster, berkaitan dengan tiga makna yaitu (1) Menciptakan atau mampu menciptakan; (2) Memiliki atau menunjukkan imajinasi dan penemuan artistik atau intelektual (penulisan kreatif); (3) Merangsang imajinasi dan kekuatan inventif.


Kreativitas dan Menulis

Ini pengalaman saya saja sebenarnya, bahwa dua skills bisa jadi bekal cari cuan zaman now. Kalau kita punya lima skills rekomendasi World Economic Forum 2020 (sebenarnya lebih dari lima kalau mau dipecah detilnya ya), lengkaplah kompetensi diri untuk bisa bertahan bahkan bertumbuh pada 2025 mendatang. Namun bagi saya dengan secuplik pengalaman berharga dua tahun pandemi, keterampilan ini bisa datangkan peluang dan cuan. Semakin yakin, ketika dalam riset tugas dan kelas menulis kreatif Anwari Natari (Bang Away) bersama Bloggercrony x LPM Institut UIN Jakarta, menunjukkan bagaimana skills menulis dan kreatif benar-benar bekal penting untuk hidup dan menghidupi diri bahkan keluarga.


Orang kreatif akan selalu bertahan dalam gempuran apa pun. Ini keyakinan sekaligus kenyataan yang saya dapati selama pandemi. Salah satu pekerjaan yang saya dapati di masa pandemi adalah produser webinar. Webinar merupakan hal baru di masa pandemi yang menjadi solusi event untuk para perusahaan atau lembaga agar tetap dapat menjalankan program edukasi, pemasaran, sosialisasi dan komunikasi dengan seluruh stakeholders-nya.

Event organizer yang adaptif, salah satunya yang saya kenal baik adalah Kitatama, berhasil menunjukkan kreativitas dan kemampuannya bertahan di masa pandemi dengan pengelolaan webinar mandiri dan akhirnya berhasil menggaet klien dengan konsep event daring dan hybrid ini. Cerita lain sata dapati di salah satu kesempatan project hybrid talkshow berskala internasional inisiatif perusahaan modest fashion Markamarie. Saya jadi berkenalan dengan tim multimedia sebelumnya adalah videografer dan fotografer wedding yang usahanya terdampak pandemi dengan berbagai keterbatasan gerak. Tim multimedia ini belajar beradaptasi dengan kebutuhan webinar di masa pandemi. Seluruh peralatan video dan foto dialihkan dan bahkan ditambah untuk kebutuhan event hybrid yang mengandalkan teknologi media dan internet.


Dari dua contoh ini, saya bekerja dan menghasilkan cuan bersama orang-orang kreatif lintas generasi. Jika di EO banyak dikerumuni anak-anak muda yang memang digital savvy, lain halnya dengan tim multimedia yang saya salut, karena mereka tak muda lagi namun adaptif, kreatif, dan berhasil berinovasi. Saya dan suami pun beruntung memiliki kreativitas dan dipertemukan semesta dengan lingkungan kreatif sehingga tenaga, ide, keterampilan kami dari pengalaman bekerja sebelumnya di bidang videografi, fotografi, media sosial, internet, event organizer, community development berguna dan berkembang di masa pandemi yang memungkinkan kami berkolaborasi dengan orang-orang kreatif.

Sejujurnya, kreativitas yang terasah dalam menjalankan community development di Komunitas Bloggercrony Indonesia yang saya dan suami jalankan bersama menjadi bekal dari keterampilan ini. Kalau bukan aktivitas daring yang dijalankan mandiri dengan ide-ide merdeka yang kami wujudkan dalam berbagai program, rasanya kreativitas tak punya saluran ekspresinya.

Bertumbuh dan berkembang bersama di komunitas, menurut saya adalah kunci untuk terus mengasah kompetensi. Bahkan tak pernah bosan saya sampaikan di komunitas (dengan kapasitas sebagai pendiri dan pembina), bahwa berkegiatan di komunitas meski tak berorientasi cuan namun menjadi kesempatan untuk mengasah keterampilan, kalau dijalankan maksimal, akan melatih diri memiliki kompetensi yang dibutuhkan di dunia profesional. Cuan akan datang seiring terlatihnya keterampilan dan kompetensi diri, dengan kreativitas yang terasah.

Kalau mengutip perkataan mentor kami, Bang Away, skillset yang dimiliki dengan perpaduan Knowledge, Skills, Attitude menjadi kunci untuk peningkatan kompetensi diri. Jika sudah punya pengetahuan, ditambah keterampilan yang terasah, dan attitude artinya kebisaan yang dimiliki sudah menjadi kebiasaan dalam keseharian, lengkaplah sudah kemampuan diri menjadi bekal menghadapi tantangan dan peluang apa pun.

Bayangkan ketika latihan yang dilakukan di komunitas, kemudian menjadi skillset, lalu pada waktunya (yang terbaik versi-NYA) mendapatkan kesempatan berkontribusi untuk tujuan mulia (dengan berbagai tantangannya tentunya) dan mendapatkan cuan darinya.

Bekal kreativitas inilah juga yang menurut pengalaman pribadi, menambah kompetensi dan menjadi modal penting ketika mendapatkan kesempatan bekerja untuk komunikasi publik isu nasional penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, sebagai produser webinar dan tim talkshow media (placement) pada tahun 2020-2021.

Satu lagi keterampilan yang sebenarnya masih sangat berkaitan bahkan membutuhkan daya kreatif di dalamnya, yaitu menulis. Keterampilan menulis, apalagi kalau dilatih sebagai attitude misalnya melatih kemampuan menulis dalam berkomentar di media sosial atau membuat caption di postingan foto Instagram, akan menjadi skillset yang membuka banyak kesempatan.

Keterampilan menulis, baik menulis kreatif, menulis ilmiah, pun menulis formal jika dimiliki sekaligus ilmunya terbukti menjadi bekal dalam berbagai urusan yang berpotensi mendapatkan cuan.

Saya berkomunikasi intens dengan ratusan blogger member Bloggercrony, yang menjadi bukti bagaimana kemampuan menulis di blog menjadi sumber cuan yang potensial jika terus diasah dan dikelola dengan semaksimalnya. Tentunya semua hal yang mendatangkan cuan membutuhkan proses dan perjalanan yang tidak pernah bisa instan jika suksesnya ingin jangka panjang. Para penulis dan pengelola blog yang saya kenali sukses dengan kegiatan menulisnya membangun kompetensi dan reputasinya dalam kurun waktu yang tidak sebentar. Konsistensi dan keterampilan yang terus diasah, diiringi kemampuan personal branding yang positif di media sosial, membuat para bloggers bertahan dan bahkan mampu naik level.

Saya mungkin tergolong blogger newbie yang masih belum fokus mengoptimasi blog. Banyak alasan kalau mau dijabarkan, tapi cukuplah saya mengakui bahwa saat ini fokus terpecah antara mengelola blog sendiri dengan berbagai kesempatan dan tanggungjawab menyertai ketika memutuskan membangun komunitas blogger yang usianya menuju delapan tahun pada Februari 2023 mendatang, serta kesempatan-kesempatan yang bergantian menghampiri dalam perjalanannya (yang tak mungkin dialihkan).

Menjadi penulis dan pengelola blog pribadi adalah impian yang saya simpan rapi sejak tahun 2006. Dalam memori saya tersimpan impian suatu waktu saya akan menulis bebas merdeka, memiliki website sendiri, menulis sesuai selera dan permintaan juga (tentunya terbuka untuk paid partnership sebagai cara menghidupi blog itu sendiri), dan memungkinkan saya bekerja menulis di mana saja, kemerdekaan sesungguhnya. Perlahan impian ini saya jalani meski belum seutuhnya memaksimalkan potensi blog dan kemampuan menulis saya. Intinya, saya sedang menjalani impian meski belum sempurna.

Perjalanan menulis saya tidak terbangun begitu saja, diawali sejak usia belia dengan diary bergembok dan notebook warna warni yang isinya curhatan emosi. Keterampilan menulis terasah di tingkat sekolah lanjutan pertama dengan memenangkan kompetisi tingkat DKI Jakarta dari lomba mengarang diadakan Bank Mualamat saat itu, berhadiah uang Rp 50.000 (tahun 1996) dalam bentuk tabungan. Memutuskan kuliah di bidang studi jurnalistik menjadi langkah pasti berkarier di dunia menulis. Pengalaman terasah perlahan hingga karier puncak (bagi saya) diakhiri sendiri sebagai wartawan media online Kompas.com pada 2014. Sejak itu, fokus menulis di blog Kompasiana dan blog pribadi menjadi tujuan hingga akhirnya berbagai model kepenulisan terasah, termasuk ketika akhirnya memutuskan melanjutkan pendidikan pascasarjana dengan tugas menumpuk melatih keterampilan menulis ilmiah (makalah dan mereview jurnal ilmiah).

Belajar dan terus mengasah keterampilan menulis tak pernah sia-sia. Nyatanya, kesempatan bekerja dan mendapatkan cuan dari menulis kembali datang dari relasi pertemanan. Menulis artikel berbasis jurnal ilmiah dan menulis artikel media online yang bikin nostalgia dengan masa-masa jurnalis online, menjadi kesempatan berikutnya yang mendatangkan cuan. Kemampuan menulis selalu ampuh menjadi jalan mencari cuan. Fakta ini yang semakin saya yakini hingga kini, dan bahkan nanti, ketika saya percaya kemampuan menulis ilmiah akan membuka kesempatan lain di bidang riset komunikasi yang sedang saya geluti. Jelas sudah, bagaimana kreativitas dan menulis, bisa jadi kunci cari cuan, kemarin, kini, dan nanti.

Inspirasi lain peluang kepenulisan saya dapati dari seorang peneliti bernama Dr. Min Basadur yang konsisten melakukan riset dan kepenulisan, sejak tahun 1982 hingga saat ini dengan topik berpikir kreatif, problem solving, dan inovasi. Kutipan dari website berbasis riset yang dikembangkan Dr. Basadur menutup artikel ini, semoga menyemangati kita menggali lagi kreativitas menulis yang tak pernah mengenal batasan waktu dan usia. 







Stigma Memutus Akses OYPMK untuk Produktif



Lingkungan inklusif nyatanya masih menjadi impian sekaligus perjuangan para penyandang disabilitas agar bisa aktif dan produktif meningkatkan taraf hidupnya. Lagi-lagi, stigma yang melekat pada difabel termasuk Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) membatasi gerak untuk kembali ke masyarakat, terkurung dalam ketidakpercayaan diri, belum lagi diskriminasi dalam berbagai sisi baik pendidikan maupun akses kewirausahaan.

Ruang Publik KBR (28 September 2022), bekerja sama dengan NLR Indonesia dipandu oleh Debora Tanya, menggali fakta dan data dari narasumber Sunarman Sukamto, Amd, Tenaga Ahli Kedeputian V, Kantor Staff Presiden (KSP) dan Dwi Rahayuningsih, Perencana Ahli Muda, Direktorat Penanggulangan Kemiskiman dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian PPN/Bappenas.





Data Kementerian Kesehatan RI per tanggal 24 Januari 2022, mencatat jumlah kasus kusta terdaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. Pada 2021 lalu, tercatat sebanyak 6 provinsi dan 101 kabupaten/kota yang belum mencapai eliminasi kusta. Hal ini mengindikasikan adanya keterlambatan penemuan dan penanganan kusta serta ketidaktahuan masyarakat tentang tanda kusta. Tak hanya itu, stigma terhadap penyakit kusta juga membuat kesadaran untuk memeriksakan diri orang dengan gejala kusta menjadi rendah. Akibatnya penularan kusta terus terjadi dan kasus disabilitas kusta tinggi.

Bukan hanya stigma dan rendahnya pemahaman mengenai penyakit kusta, faktanya yang terjadi dari cerita pengalaman OYMPK adalah terjadinya pengabaian. Ada pemisahan ruang penghidupan antara orang yang sedang mengalami juga OYPMK. Inilah yang menambah beban masalah penanganan kusta di Indonesia. Terjadi permasalahan psikologis, sosial, ekonomi yang dialami OYPMK.

Berikut ini beberapa catatan yang perlu jadi perhatian agar OYPMK bisa produktif dan meningkatkan taraf hidupnya:

Perlu langkah kolaboratif; Pemerintah perlu bertindak dengan langkah kolaboratif lintas Kementerian dan Lembaga untuk menangani masalah multidimensi ini. Sunarman mengatakan, perlu ada upaya dan kesadaran bersama dengan pendekatan multidimensi melalui kerjasama lintas sektor untuk disabilitas dan OYPMK mulai dari Pemerintah Daerah, pihak swasta, termasuk melibatkan agen perubahan dari OYPMK.

Putus rantai kemiskinan; Tingkat kemiskinan penyandang disabilitas termasuk OYPMK terbilang tinggi dibandingkan nondisabilitas. Namun menurut Dwi Rahayuningsih, kondisi ini terjadi lebih karena keterbatasan akses berkontribusi dan berpartisipasi dalam aktivitas sosial maupun kegiatan produktif lainnya. Keterbatasan akses ini juga mempengaruhi tingkat pendidikan dan akses ketenagakerjaan juga kewirausahaan. Terbatasnya aksesibilitas penyandang disabilitas inilah yang mempengaruhi tingkat kemiskinan.

Stop diskriminasi; Terbatasnya akses disabilitas termasuk OYPMK terhadap modal dari lembaga keuangan untuk berwirausaha juga dipengaruhi adanya diskriminasi akibat minimnya pemahaman tentang kusta. Masyarakat dan berbagai pihak perlu membongkar keyakinan yang memisahkan ruang hidup dan kehidupan penyandang disabilitas termasuk OYPMK. Para penyandang disabilitas perlu mendapatkan dukungan dan advokasi untuk bisa berdaya dan membawa hidupnya lebih aktif dan produktif. Perlu ada gerakan kesadaran bersama untuk tidak lagi melakukan pengabaian terhadap para penyandang disabilitas.

Edukasi dan sosialisasi penyakit kusta; Perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi terus menerus dengan komunikasi yang efektif kepada publik mengenai penyakit kusta. Termasuk bagaimana pengobatannya dan cara merawat pasien kusta serta apa yang semestinya dilakukan keluarga dan masyarakat. Ketidakpahaman masyarakat tentang kusta inilah yang menyebabkan stigma dan diskriminasi tetap ada, diperparah dengan pengabaian dan pemisahan ruang hidup serta pembatasan akses pendidikan, usaha, bahkan beraktivitas secara sosial terhadap OYPMK.

Kenali Kusta; Jika mendapati gejala kusta segera periksakan diri dan keluarga ke puskesmas terdekat, dapatkan perawatan dan obat yang sesuai. WHO mengkategorikan kusta sebagai penyakit tropis yang terabaikan (neglected tropical disease). Penderitanya perlu menjalani terapi obat dalam kurun waktu tertentu.


NLR Indonesia dalam iklan layanan masyarakat menjelaskan bahwa kusta tidak begitu saja menular jika tidak kontak minimal 20 jam berturut-turut selama satu minggu dengan pasien kusta yang belum berobat atau kontak dengan keluarga yang tinggal serumah. Jika pasien kusta yang tinggal serumah sudah diobati atau mengonsumsi obat dosis tunggal, tidak perlu khawatir pasien menularkan kuman kusta.

Itu sebabnya perlu segera berobat jika mendapati gejala kusta, bukan dengan memisahkan ruang hidup penderitanya. Kusta tidak dengan mudahnya menular dan bisa menular jika terjadi kontak yang cukup lama. Kusta tidak akan menular hanya dengan bersalaman, duduk bersama, bahkan berhubungan seksual dengan penderitanya, pun tidak menular dari ibu ke janinnya.

Melansir dari Kompas.com dan alodokter berikut informasi tentang kusta yang perlu diketahui agar bisa segera bertindak tepat jika mendapati ada yang terinfeksi di lingkungan kita:

Kusta atau lepra adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, yaitu bakteri yang tahan asam dan berbentuk batang. Kusta termasuk penyakit infeksi menular kronis yang menyerang sistem saraf, kulit, selaput lendir hidung, dan mata sehingga dapat menyebabkan kerusakan parah dan cacat signifikan jika tidak terobati dengan tepat. Pengobatan yang tepat akan membuat penderitanya sembuh total dan bisa kembali hidup normal. Gejala pada penderita kusta di antaranya:

- Kulit mati rasa, tidak bisa merasakan suhu, sentuhan, tekanan, nyeri
- Kulit tidak berkeringat
- Kulit terasa kaku dan kering
- Luka yang tidak terasa nyeri di telapak kaki
- Bengkak atau benjolan di wajah dan telinga
- Saraf membesar, biasanya di siku dan lutut
- Otot melemah, terutama pada otot kaki dan tangan
- Alis dan bulu mata hilang permanen
- Mata menjadi kering dan jarang mengedip
- Mimisan, hidung tersumbat, atau kehilangan tulang hidung
- Bercak-bercak putih seperti panu di kulit tidak gatal atau sakit
- Sensasi kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki

sumber: Infopublik 



Obat antibiotik resep dokter
Berdasarkan gejala dan tingkat keparahan pasien, dokter akan melakukan pemeriksaan lanjutan seperti hitung darah lengkap, tes fungsi hati, tes kreatinin, dan biopsi saraf. Untuk pengobatannya, di Indonesia menerapkan terapi multiobat antibiotik biasanya dengan mengkombinasikan dua obat antibiotik atau lebih. Contoh obat antibiotik yang digunakan untuk pasien kusta antara lain Rifampicin, Dapsone, Clofazimine, Minocycline, Ofloxacin. Namun tentu saja konsumsi obat harus berdasarkan resep dokter dari hasil pemeriksaan medis.

4 Kali Pijat Relaksasi Selama Pandemi




Pijat refleksi dan relaksasi seluruh badan menjadi ritual rutin Duoraji untuk melemaskan otot-otot yang tegang setelah lelah bekerja atau bepergian. Bahkan saat saya masih bekerja di media dahulu kala, ritual ini wajib dilakukan sebulan sekali. Pandemi COVID-19 mengubah semua kebiasaan, apalagi interaksi terapis sangat sulit dihindari untuk perawatan tubuh semacam ini.

Dua tahun pertama pandemi, saya sama sekali tidak berani menjajal perawatan tubuh meski spa langganan menerapkan protokol kesehatan ketat. Lagipula, layanan spa menjadi salah satu yang terdampak aturan pembatasan aktivitas di masa pandemi. Meskipun saya tahu betul beberapa tempat sudah sejak lama mempraktikkan pemakaian masker pada terapisnya saking jarak interaksinya sangat dekat dengan pelanggan. Namun tetap saja berada di satu ruangan minimal satu jam bersama orang bukan serumah, masih was-was rasanya. 

Saat pandemi mulai mereda, aturan PPKM juga longgar, serta vaksinasi sudah sampai pada level booster tetap saja saya masih khawatir. Maklum, sejak pandemi tahun kedua kami kembali ke rumah orangtua, satu rumah untuk menjaga keduanya yang semakin sepuh, jadi satgas keluarga. Kami sangat membatasi interaksi di luar rumah demi kesehatan bersama. Terlalu besar risikonya kalau kami santai dan terlampau longgar.

Memasuki pandemi tahun ketiga, setelah semakin banyak fasilitas publik mewajibkan karyawannya vaksinasi, penerapan protokol ketat menjadi nilai jual usaha jasa, pelan-pelan Duoraji adaptasi. Masih agak khawatir karena prinsip saya, vaksinasi dua dosis terpenuhi namun kalau suka kelayapan tanpa batas dan tidak pernah swab, siapa yang tahu kondisi karyawan sehat atau terinfeksi? 

Kalau gejala menurut saya sulit mendeteksinya, bahkan bisa dimanipulasi, sakit tapi bilang sehat atau setidaknya merasa sehat. Senjata adaptasi saya adalah berpikir baik dan menjaga prokes pribadi setidaknya dengan tidak melepas masker di mana pun di area publik. Selain itu, badan yang mulai terasa enggak karuan karena hampir tiga tahun tidak pijat, mengalahkan semua rasa khawatir itu. Kami butuh relaksasi tubuh dengan body massage. 

Selama pandemi setidaknya empat kali Duoraji pijat relaksasi di Jakarta dan Bandung.  Tentunya di tempat langganan kami dan itu pun kami screening lagi dengan juga mencari informasi dari pengalaman teman yang sudah kembali pijat di situasi yang berbeda ini.

Ini destinasi spa pilihan Duoraji:

1.  Cozy Spa Radio Dalam Jakarta Selatan

Mengenal Cozy Spa dari pusatnya di Bali, bertemu dengan dua perempuan hebat pemilik usaha jasa favorit ini, bikin saya enggak bisa pindah ke lain hati. Sewaktu masih menjalani profesi wartawan dengan ritme kerja luar biasa padat, pijat di Cozy selalu sukses menjadi terapi tubuh mengembalikan stamina. Setelahnya pun saya dan suami selalu happy jika bisa luangkan waktu bersama di Cozy Radio Dalam Jakarta, yang ternyata kepemilikannya pasangan pengusaha Yoris Sebastian dan Istri. 

Body Massage di Cozy sejak sebelum pandemi sudah sangat menekankan prokes dan menghargai privasi. Teknik pijatan yang khas bertujuan untuk pemulihan stamina terbukti berhasil di tubuh kami. Suasana serba toska yang jadi ciri khasnya, akuarium yang menenangkan, gemericik air sejak menunggu di lobby, serta pelayanan yang sangat menghargai me time bikin betah berlama-lama. Sesudah 1,5 jam perawatan tubuh, selalu segar dan bikin bahagia. Tak terkecuali di masa pandemi, Cozy Spa menjadi pilihan yang bikin nyaman dan aman, karena memang sudah lama mempraktikkan higienitas dalam pelayanannya.

2. Zen Bandung

Sejujurnya masih ada rasa cemas untuk memilih layanan pijat di masa pandemi. Rekomendasi dari teman baik di Jakarta yang menjajal Zen Jakarta bikin kami percaya. Alih-alih mencoba layanan di ibu kota, kami justru menikmati pijatan ala Zen sewaktu di Bandung. Suasana nyaman sudah dimulai sejak tahapan membersihkan kaki dengan air hangat. Saat memasuki ruang pijat juga sangat privat dengan pemisahan ruangan bersekat bukan sekadar gorden saja. Pilihan pijatan dan rempah yang digunakan bikin makin betah berlama-lama. Sejujurnya saya lupa berapa lama durasi pijatan. Namun pelayanan di masa pandemi yang bikin tenang lantaran semua karyawannya menyatakan secara terbuka sudah vaksinasi, dan memakai masker, kami nyaman membeli layanan pijatan di sini. 

3. Totok Aura Dian Kenanga Jakarta Selatan

Teknik totok yang satu ini memang sudah menjadi pilihan Duoraji sejak mengenal Totok Aura Dian Kenanga sejak tahun 2010-2011. Saya paling suka totok aura wajah yang bukan hanya bikin rileks namun menghaluskan kulit wajah yang butuh perhatian ekstra. Namun sejak pandemi, saya agak berhati-hati memilih perawatan ini. Namun sungguh rasa rindu dimanjakan dengan totok aura tubuh bikin Duoraji tak sangguh menunda lagi datang menikmati layanan di sini. Prokes dengan memakai masker sebenarnya bukan hal baru di tempat ini. Jadi di masa pandemi sudah dipastikan prokes aman. Hanya saja saya memang masih membatasi totok aura wajah dan memilih hanya bagian tubuh saja. 

4. Kokuo FX Sudirman

Di masa pandemi, prokes nomor satu bagi kami. Namun saking membutuhkan refleksiologi, kami tak bisa menahan diri untuk tidak mampir ke Kokuo di mal kesayangam FX Sudirman. Ternyata prosedur pandemi berbeda dengan sebelumnya. Makin nyamanlah kami di dalamnya. Ada sekat pembatas antara pelanggan dan terapis. Berhubung layanannya refleksi dengan tetap berbusana, kami merasa aman-aman saja. Menikmati waktu untuk istirahat sambil dipijat sungguh kenikmatan tiada tara. Suasana area pijat yang dibuat minim cahaya membuat kami seakan “menghilang” sejenak padahal sedang berada di tengah kota di sebuah mal yang sibuk. 

Itu dia empat pilihan body massage Duoraji semasa pandemi, yang bikin nyaman serta merasa aman, memanjakan tubuh dan membuatnya rileks berujung rasa bahagia sesudahnya.


Jenjang Karier Tingkatkan Taraf Hidup OYPMK Berdaya

 

Penyandang disabilitas termasuk Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) masih menghadapi stigma dalam masyarakat termasuk dunia kerja.  Keraguan akan kemampuan hingga kekhawatiran material dari faktor kesehatan menjadi penghambat penyandang disabilitas termasuk OYPMK dalam mencari kerja untuk meningkatkan taraf hidupnya. Meski begitu, dengan kerja keras dan sikap terbuka serta memposisikan diri setara mampu seperti manusia lainnya, OYPMK Berdaya Mahdis Mustafa membuktikan, jenjang karier tersedia dan bisa diraihnya. 

OYPMK Berdaya, Mahdis Mustafa berdomisili di Makassar membuktikan bagaimana upayanya sembuh dari kusta, bekerja keras meningkatkan taraf hidup, menepis stigma membawanya pada kesempatan berkarier hingga level supervisor. 

Mahdis mengawali kariernya sebagai cleaning service sejak dalam masa pengobatan kusta di Rumah Sakit di Makassar. Setelah sembuh, Mahdis mendapatkan kepercayaan dari perusahaan outsource cleaning service untuk bekerja dan berpindah kontrak dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Hingga akhirnya, perusahaan tempatnya bekerja menunjuk Mahdis dengan kompetensinya, memimpin tim menjadi supervisor di perusahaan outsource cleaning service. Kini Mahdis Mustafa menjabat sebagai SPV cleaning service, PT.Azaretha Hana Megatrading.  


Pada kesempatan berbagi di Ruang Publik KBR (27 Juli 2022), bekerja sama dengan NLR Indonesia, bersama penyiar Rizal Wijaya, Mahdis berbagi kisahnya. Pria asal Makassar ini mengaku menerima diagnosis kusta pada 2010 dan menjalani pengobatan di rumah sakit. Dalam keadaan terpuruk, keterbatasan biaya, ditambah stigma yang tinggi terhadap penyandang kusta, Mahdis tidak menyerah. Ia menawarkan diri kepada pihak Rumah Sakit tempatnya dirawat untuk melakukan pekerjaan kebersihan area perawatannya sendiri, tanpa digaji. 

“Saya membersihkan ruangan sendiri supaya ada kegiatan,” katanya.

Mahdis kemudian melamar pekerjaan dengan membuka dirinya kepada pihak HRD perusahaan bahwa dirinya adalah OYPMK. Dengan begitu perusahaan yang menerimanya bekerja telah memahami situasi sejak awal. Alih-alih ditolak, Mahdis justru mendapatkan peluang kerja sebagai cleaning service dengan kontrak satu tahun. Setiap tahun Mahdis melamar kembali, menambah pengalaman kerjanya dan terus memperbaiki portofolionya.  Kerja keras Mahdis berbuah kesempatan dari perusahaan yang mempercayakan posisi supervisor cleaning service kepadanya, untuk sebuah Rumah Sakit di Makassar.

“Saya membawahi dua tim, satu tim kebersihan di gedung, satu tim di taman dan halaman Rumah Sakit”, akunya.

Mahdis mengakui, OYMPK memang memiliki keterbatasan fisik terutama saat masa pengobatan enam bulan hingga satu tahun. Menurutnya OYPMK dianggap tidak berpendidikan dan tidak memiliki keterampilan mumpuni. Namun, di balik semua situasi tersebut, sepanjang ada ruang dan kesempatan untuk OYPMK berdaya dan berkarier, berbagai hambatan bisa dihadapi. 

“Sepanjang diberi ruang kesempatan semua bisa selagi bisa berusaha, mau mencari kerja dan mau belajar,” ujarnya.

Menurutnya kebanyakan OYPMK mengalami kendala jenjang pendidikan karena pengobatan kusta menghambat proses belajar. Pun ada OYPMK yang berpendidikan tinggi, umumnya publik tidak mengetahui statusnya sebagai OYPMK. 


Peran pemerintah dan masyarakat sama pentingnya dalam mengakhiri stigma yang menyulitkan OYPMK berdaya. 

Saat live streaming YouTube KBR, Agus Suprapto, DRG. M.Kes
(Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK RI) mengatakan literasi perlu ditingkatkan di masyarakat selain berbagai masalah lainnya yang harus ditangani bersama. 

Menurutnya penanganan OYPMK melibatkan lintas kementerian dan tidak hanya mengatasi klinis namun juga memfasilitasi peluang pekerjaan hingga menangani keluarga yang kontak erat serta proses kembalinya OYPMK kepada keluarga dan lingkungannya. 

Agus menyampaikan setiap daerah di Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam penanganan kusta. Faktor klinis masih menjadi isu di Jawa dan Bali, namun beda lagi kondisinya dengan Papua di mana masalah kusta lebih kepada pasien dengan alergi obat yang memperpanjang masa perawatannya. Kasus di Medan berbeda lagi, di mana perlunya perbaikan pemukiman. Belum lagi masalah sulitnya pengidap kusta untuk kembali ke keluarga karena berbagai faktor menyertainya.


Keharmonisan peran pemerintah bersama masyarakat mulai dari keluarga hingga lingkungan sekitar, juga pemberi kerja termasuk perusahaan/pihak swasta akan menentukan kualitas hidup OYPMK. Stigma tetap jadi musuh bersama, sambil menepisnya, memberi kesempatan yang setara bahkan membuka jenjang karier untuk OYPMK berdaya akan berdampak besar, seperti yang telah dibuktikan Mahdis Mustafa dengan kehidupannya.