Literasi Finansial Paling Kena dari Kaluna "Home Sweet Loan"
Seingat saya ada dua film Indonesia yang muatan literasi finansialnya cukup kuat, Gampang Cuan (2023) dibintangi Vino G. Bastian dan yang terbaru Home Sweet Loan dibintangi Yunita Siregar (2024). Namun yang paling kena ke hati dan masuk di akal, HSL juaranya, dari kegigihan Kaluna si tokoh utama.
Sumpah, jadi Kaluna, buat saya
enggak mudah. Bertahan bekerja kantoran setiap hari naik kendaraan umum, bawa
bekal masak sendiri dari rumah (bukan dimasakin mbak atau orangtua ya), punya
pekerjaan sampingan model lipstick dengan aset bibirnya yang hoki bawa cuan,
dan menahan diri dari keinginan memiliki barang sekunder apalagi tersier,
enggak jajan kopi setiap hari, dan masih banyak lagi penghematan lainnya.
Sosok Kaluna enggak terkesan
peliit sama sekali di film HSL. Saya lupa penokohannya di buku karena saya dan
suami baru ingat saat duduk di 10 menit pertama di bioskop, “Kayaknya kita
punya dan dah baca bukunya deh”, kata suami.
Ternyata benar, kami sudah
membaca bukunya entah kapan dan jujur agak lupa, jadi kalau ditanya sesuai
enggak buku dengan filmnya, ya kami jawab sesuai aja lahhh. Sebagus itu kok
film HSL yang saya pilih untuk nonton menghibur hati. Padahal, nonton HSL itu
kudu siap tisu dan siap perih hati karena menyentuh kalbu sedalam itu sih.
Konflik keluarga dan beban berat anak perempuan soalnya, jadi kalau yang merasa
relate, bakal pedih banget sih mata selalu ada momentum yang enggak bisa banget
nahan air mata mengalir hangat.
Penghematan Kaluna digambarkan
dengan ciamik oleh sutradara Sabrina Rochelle
Kalangie menerjemahkan kisah novel karya Almira Bastari. Fokusnya
pada tujuan finansial Kaluna dengan keseharian di kantor dari sosok Kaluna yang
cantik, baik, hangat, enggak kaku di lingkungan pertemanan, pekerjaan sampai
keluarga. Jadi bukan karakter perempuan pekerja kantoran yang pelit karena
berhemat.
Hematnya Kaluna karena latar keluarganya yang aduh, kalau saya ada di posisi yang sama persis, juga pasti berjuang keras untuk punya hunian sendiri. Kondisi keluarga Kaluna yang mendorong dirinya sebegitu hemat dan teratur keuangannya untuk bisa bayar uang muka KPR.
Sampai di sini saya paham bagaimana besaran uang muka akan
berpengaruh ke cicilan bulanan yang sesuai dengan kemampuan. Mimpi pun harus
tahu diri, menutip Kaluna. Jadi saya paham, kalau gaji terbatas yang bayar uang
muka yang tinggi supaya cicilannya ringan, dengan tenor paling maksimal. Ini
sudah saya dan suami praktekkan saat memutuskan menjual rumah dan menggunakan
dananya untuk membeli mobil pertama untuk mendukung mobilitas kami menjadi
pekerja mandiri.
Berhubung saat saya menulis ini, filmnya masih ada di bioskop dan saya penganut no spill review, jadi sudah segitu aja tentang filmnya ya. Saya justru ingin lebih mengulas bagaimana film bisa jadi saluran edukasi finansial yang efektif.
Alih-alih ikut kelas literasi finansial dengan presentase angka harus punya
rumus tertentu dari jumlah uang penghasilan yang sebenarnya terbatas juga, saya
lebih suka diingatkan kembali pengaturan keuangan dari film macam ini. Serupa
seperti film Gampang Cuan yang klimaksnya adalah enggak ada yang namanya kelimpahan
uang instan semua ada proses termasuk lewat investasi keuangan. Kalau di film
Gampang Cuan literasi finansial melalui instrument investasi keuangan dijelaskan
dengan sangat mudah diterima akal paling malas mikir pun. Saya makin mudah
mengingat ulang bedanya reksadana, saham, deposito dan sejenisnya. Sedangkan
kalau di film HSL, juaranya menabung dan menahan diri dari keinginan atau tren
bahkan dari sekadar mengumpani ego dan gengsi pekerja kantoran dengan barang-barang
flexing penguras penghasilan.
“Barang kamu ternyata sedikit banget ya, Dek”, kata kakak Kaluna di telpon saat
memberitahukan Kaluna untuk kembal pulang, kamarnya sudah dibersihkan, dan
keluarga ingin bertemu lagi sebelum masing-masing akan memisahkan diri hidup
dengan keluarganya sendiri. Cukup sedikit kata dan dialog, digambarkan dengan
Kaluna menangis tanpa suara dengan air mata mengalir dan rasa hangat di mata
dan hati kalau saya membayangkannya.
Pesannya jelas, Kaluna punya tabungan
ratusan juta dari pengaturan keuangannya yang disiplin, demi bisa bayar uang muka
rumahnya sendiri, dengan hidup sederhana di rumah orangtuanya tanpa punya
banyak barang koleksi yang enggak dibutuhkan juga sebenarnya.
sumber: https://youtu.be/gcTSMnjQ0FU?feature=shared |
Saya
malu sejujurnya sama Kaluna. Darinya saya justru diingatkan kembali, saya
sebenarnya harusnya bisa mewujudkan impian umroh misalnya, jika saja bisa punya
manajemen finansial dan kegigihan kekuatan akal pikiran dan perasaan seperti
Kaluna. Sayangnya saya masih belum bisa seperti Kaluna, enggak jajan kopi
setiap hari, enggak pernah jalan-jalan ke Ancol atau tempat hiburan lainnya
dengan alasan healing, dan kesenangan lainnya yang tidak Kaluna lakukan demi
mewujudkan financial goalnya, punya ratusan juta di rekening untuk bayar uang
muka KPR.
sumber: https://youtu.be/gcTSMnjQ0FU?feature=shared |
Apakah
Kaluna berhasil membeli rumah impian? Nonton aja dulu sana di bioskop. Saya bukan
menulis review film, hanya ingin berterima kasih kepada Kaluna, kamu juara dan
sungguh menampar saya sangat halus dan hangat, se-hangat air mata yang mengalir
di bioskop malam itu.
Terima
kasih ya, Dek Kaluna. Tapi maaf budget harian untuk kopi saya tetap Rp 25.000
pakai poin dan diskon di kedai langganan, bisa lebih murah di warkop punya sendiri.
Nanti kalau sudah sesukses kamu dari usaha sendiri, budget Rp 40.000 sehari
untuk jajan kopi, bisa lah ya!