Dahayu, Balita Pejuang Tangguh Pahlawan Keluarga
Pahlawan. Saya belum buka kamus mencari kata pahlawan. Namun
ketika menyebut “pahlawan” yang terlintas di pikiran adalah sosok hidup atau
mati, yang berjuang dalam hidupnya, punya cerita inspiratif dalam hidupnya
membangkitkan semangat hidup, memotivasi, memberi banyak hikmah, pelajaran
hidup, pengalaman berharga, sosok yang tidak selalu bermaksud menggerakkan
orang lain berbuat kebaikan di muka bumi namun sejarahnya/riwayatnya/ceritanya
mampu menggerakkan setiap pribadi yang mengenalnya menjadi orang lebih baik,
berguna, menjadi terinspirasi untuk hidup bermanfaat terhadap sesama demi
menuju cahayaNYA.
Coba kita lihat apa kata kamus tentang “pahlawan”. KBBI menyebutkan
Pahlawan/pah-la-wan/ orang yang menonjol karena keberanian dan
pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.
Bagi saya yang menulis ini atas dorongan kuat dari suami,
pahlawan kami adalah Dahayu. Anakku, balita, usianya hampir 3,5 tahun, yang
telah kembali kepada pemiliknya, Allah SWT, pada Sabtu, 6 Agustus 2016 pukul
8.25 pagi setelah dirawat 6 hari di Rumah Sakit Swasta.
Dahayu adalah Warga Negara
Indonesia yang telah menggunakan haknya sebagai warga, menggunakan fasilitas
negara, BPJS Kesehatan, di enam hari terakhirnya. Dahayu adalah WNI beragama Islam yang sudah mengucap
dua kalimat syahadat dan mengenal Allah, Rasul, Al-Quran, Shalat, atas
bimbingan Allah melalui orangtuanya.
Dahayu Hadiya Raji adalah pahlawan
keluarga kami. Suami saya, Satto Raji, berkata “Dahayu sejak lahirnya
adalah pejuang. Sampai perginya dia berjuang tidak menyerah sampai Allah
memanggilnya.”
Saya terhentak dengan kata-kata ini. Maka saya mulai
memberanikan menulis ini. Dua minggu setelah kepergian Dahayu, saya belum
menyentuh laptop untuk menulis karena saya masih enggan. Saya menulis di buku
tulis dengan puplen namun tak pernah ada yang selesai. Atas dorongan kata-kata
suami itulah saya menulis ini.
Sebenarnya, kata-kata tersebut bukan pertama kali diucapkan. Saya dan suami, #DuoRaji sudah sering memikirkan ini. Sewaktu Dahayu masih sehat
wal afiat, kami sudah menganggapnya pejuang tangguh dari sejak lahir hingga ia
berjuang mengatasi kondisi fisik dan perkembangan yang berbeda dengan anak-anak
lain seusianya.
Sewaktu Dahayu masuk ruang ICU hingga meninggal setelah 4
hari tidak sadar di ICU, #DuoRaji sudah menganggapnya pejuang. Dahayu berjuang
bersama kami, ayah ibunya, dengan dukungan yang luar biasa besar dari keluarga
dan pertemanan, dukungan moral dan materi, atas Dahayu.
Dahayu berjuang hingga
kematian mengakhiri perjalanannya di bumi, dengan banyak pesan, banyak sekali
hikmah, dari kisahnya dari perjalanannya di dunia.
Dahayu, pahlawan kami barangkali sudah berkumpul di alam
barzah bersama pahlawan lainnya. Saya pribadi selalu mendoakan Dahayu sudah
berpelukan dengan suri teladan kami, pahlawan agama kami, pahlawan yang membuat
kami menjadi umat muslim dengan keyakinan teguh atas kuasa Allah SWT, yakni
Nabi Muhammad SAW. Saya selalu mendoakan Dahayu sudah dalam pelukannya, keluarganya,
sahabatnya.
Barangkali Dahayu juga sudah berpelukan dengan presiden
pertama negara yang ditinggalinya, Indonesia, presiden Soekarno. Sosok besar
begitu menginspirasi dengan kekuatan kata-kata yang membakar semangat, membuat
berpikir, ingin melakukan sesuatu yang berarti demi bangsa peninggalannya.
Barangkali, Dahayu juga sudah salam hormat dengan banyak
tokoh pahlawan bangsa RA Kartini yang begitu tegar memperjuangkan nasib anak
perempuan untuk bisa berpendidikan. Sosok ibu, istri, anak perempuan yang
begitu besar impiannya, pantang menyerah mewujudkan mimpi, berani melawan arus,
berjuang hingga meninggalnya saat melahirkan anak dari rahimnya.
Dahayu barangkali juga sudah salam hormat dengan H Agus
Salim teman seperjuangan guru bangsa Hos Tjokroaminoto, yang bersahaja hidupnya
dengan perjuangannya, tokoh besar hidup sederhana pada masanya, mengontrak
rumah hingga meninggalnya, dan hidup tanpa utang, di balik semua perjuangannya
untuk Bangsa.
Dahayu, barangkali sudah salam hormat dengan bapak bangsa Presiden
RI, Gus Dur, sosok pahlawan hidup dalam keberagaman, bagi saya. Sosok yang tak
selalu mudah dipahami pemikirannya namun beliau lah malaikat bangsa ini, bagi
saya.
Dahayu sudah bertemu dengan kakak kandungnya, yang juga
pahlawan keluarga kami, pemberi pesan orangtuanya untuk hidup sehat penuh
kesabaran. Entah apa jenis kelaminnya, perempuan atau laki-laki, tapi anak
pertama kami, kakak Dahayu, sudah lebih dahulu menantinya di alam barzah,
semoga mereka selalu bersama. Biarkan Dahayu yang menceritakan seperti apa ayah
ibunya, kakek neneknya, saudara-saudaranya di dunia, semoga mereka ridha atas
kami.
Dahayu juga sudah bertemu dengan kakek buyut dari pihak
ibunya, tentara rakyat yang menjadi pemimpin sebagai lurah kampung halaman
ibunya, kampung Kreo, Tangerang lebih dari 30 tahun lalu. Dahayu sudah bertemu
mbah buyut sepuh dan lurah Desa Kemulan, Kabupaten Malang, dari pihak ayahnya,
yang berjuang membangun desa dengan perjuangan yang tak kalah luar bisa melawan
fitnah komunis atasnya.
Dahayu adalah pahlawan keluarga. Begini cerita perjuangannya.
Perjuangan Lahir
Dahayu adalah #pejuangcilik sejak delapan bulan usianya
dalam kandungan. Dia anak perempuan yang sangat kuat dan pantang menyerah. Untuk
menceritakan perjuangannya, mau tak mau, saya harus menceritakan kehamilan
saya.
Dahayu adalah anak yang sangat #DuoRaji nantikan
kehadirannya,setelah kakaknya tak berhasil hidup dalam rahim di usia 2,5 bulan,
kematian embrio, detak jantungnya berhenti meski dua bulan sebelumnya perkembangannya
baik-baik saja. Jarak kakak dan Dahayu cukup jauh, 1,5 – 2 tahun. Kehadiran
kakak Dahayu pun lama dinanti, dua tahun setelah pernikahan #DuoRaji pada 2008
lalu. Sekitar empat tahun kami menantikan malaikat kecil kami lahir, Dahayu. Indah pada waktunya.
Tuhan Maha Tahu, penentu segala peristiwa yang terjadi pada
manusia. Dahayu, dengan kontrol cukup ketat sepanjang kehamilan hingga usia
tujuh bulan, harus mengalami peristiwa menegangkan di usia delapan bulan dalam
kandungan.
Usia 34 minggu kehamilan, dokter mendiagnosis plasenta previa,
dengan kondisi serius yang mengharuskan ibunya dirawat. Dalam perawatan dokter,
hari kedua rawat inap, terjadi pendarahan hebat akibat plasenta previa.
Prosedur penyelamatan ibu dan bayi dilakukan dokter kandungan yang hebat. Atas
izin Allah, ibu dan Dahayu, selamat. Saya ingat betul, hari itu, Kamis 28
Februari 2013 adalah perjuangan Dahayu lahir ke dunia.
Semua terjadi begitu cepat. Kamis, pukul 17:00 terjadi pendarahan
hebat, penyelamatan ibu dan bayi adalah yang utama, pendarahan dikendalikan di
klinik hingga adzan maghrib berkumandang. Allah masih memberikan umur kepada
ibu dan Dahayu. Alhamdulillah. Mukjizat. Ibu masih bisa bernafas, Dahayu masih
bisa diselamatkan.
Dokter bersiap membawa ibu dan bayi ke Rumah Sakit tempatnya
berpraktik untuk pembedahan. Jarak
tempuh dari klinik dan RS sekitar satu jam. Satu jam yang penuh keberserahan,
Allah berikan kemudahan dalam perjalanan.
Tiba di rumah sakit, dokter dengan
sigap menyiapkan operasi Caesar. Banyak calon ibu yang antri saat itu, namun
ibu dan Dahayu mendapatkan prioritas. Tak lama, pukul 8 malam lewat beberapa
menit, Dahayu lahir. Tangisannya keras sekali. Sangat keras untuk seorang bayi
prematur. Jari-jarinya lengkap. Meski memang berat tubuhnya rendah, bayi lahir
berat badan rendah, 2,25 kg. Bersyukur, Alhamdulillah untuk bayi prematur,
berat badannya tidaklah terlalu rendah.
Perjuangan Dahayu lahir, bagaimana dia bertahan hidup,
bersama ibu yang sama-sama berjuang hidup, sungguh mukjizat.
Sesudah lahir pun
dia masih berjuang, menstabilkan pernafasannya dengan bantuan alat di
inkubator. Menstabilkan bilirubinnya yang tinggi atau biasa disebut bayi
kuning. Juga menstabilkan suhu tubuhnya yang masih harus beradaptasi dengan
dunia yang semestinya belum ditemuinya, yang semestinya dia masih berada dalam
kandungan empat minggu lagi.
Dahayu dan ibu berjuang untuk kuat, untuk bisa hidup bersama, bernafas bersama.
Ibu yang lemah akibat pendarahan baru sanggup menyentuh kulitnya dua hari
setelah melahirkan. Kami terpisah di rumah sakit yang sama. Ibu sangat lemah.
Bahkan untuk bercakap-cakap pun tak selalu sanggup berlama-lama, tak sanggup menahan
rasa letih. Sangat lelah seperti kehabisan tenaga. Tak sanggup bangkit dari
tempat tidur. Bahkan untuk buang air kecil ke kamar mandi pun keseimbangan
seperti menghilang, Pusing luar biasa.
Kondisi demikian berdampak kepada ASI yang sulit sekali
keluar. Padahal, segala kebutuhan untuk menyusui sudah disiapkan kecuali pompa
yang memang belum sempat terbeli lantaran tak menyangka harus melahirkan usia
kehamilan delapan bulan. Saya sangat ingin menyusui, namun kondisi fisik yang
sangat lemah, psikis terganggu karena mau tak mau harus melahirkan bayi
prematur, psikis karena berusaha menerima ketentuan Allah bahwa Dahayu lahir
prematur dengan berat di bawah normal, dan berbagai risiko yang menyertainya,
teknik menyusui yang tidak tepat, semua bercampur menjadi satu membuat Dahayu
kurang minum ASI dan bercampur minum susu formula.
Dahayu berjuang hidup normal, tujuh hari dalam perawatan di
Rumah Sakit, dengan ibu yang disarankan pulang ke rumah, istirahat cukup,
sambil terus berusaha memompa ASI, berdamai dengan diri, beradaptasi dengan
kondisi bahwa Dahayu lahir prematur, harus dirawat dan tinggal terpisah dengan ibunya,
harus memompa ASI hanya dengan memandangi fotonya yang manis sedang tersenyum.
Dahayu berjuang, ibu berjuang, ayah pun berjuang harus lebih kuat demi menguatkan ibu dan
Dahayu, juga harus memastikan ASI perah dibawa dengan sempurna dari rumah ke
rumah sakit dengan jarak jauh dan kondisi cuaca panas terik. ASI yang tak
seberapa jumlahnya, tapi tak apa, demi asupan terbaik untuk anak Dahayu.
Tujuh hari berlalu, Dahayu dinyatakan aman dibawa pulang,
dengan banyak catatan perawatan di rumah. Yang terberat adalah memastikan suhu
tubuhnya hangat. Listrik dengan daya 100 watt dipasang di kamar memastikan
Dahayu selalu hangat. Tubuhnya terbungkus rapat. Kamarnya bersih dan steril.
Ibu tak mengizinkan sembarang orang keluar masuk apalagi dengan pakaian dan
tangan tak bersih. Pembersih tangan selalu tersedia di kasur, memastikan semua
tangan yang menyentuh bayi mungil itu terjaga kebersihannya demi kesehatan maksimal
untuk anakku, Dahayu. Saya memahami kondisi bayi prematur dari berbagai
referensi. Saya pun menjadi sangat protektif.
Satu bulan berlalu sejak lahirnya, Dahayu perlahan bisa
menyesuaikan suhu tubuhnya. Listrik 100 watt yang sangat panas untuk tubuh
dewasa normal itu perlahan dimatikan. Saya yang paling sangat khawatir kalau
listrik padam apalagi jika hujan dingin, khawatir Dahayu anakku bayi prematur
itu kurang kehangatan. Alhamdulillah Allah masih kasih umur panjang. Dahayu
bertahan. Dia selamat atas izin Allah. Bayi prematur itu hidup dengan
perjuangannya bulan demi bulan.
Enam bulan pertama terpantau semua tumbuh
kembangnya,imunisasi pun lengkap diberikan. Sampai datang momen itu. Momen di
mana Dahayu belum menunjukkan perkembangan normalnya bayi seusianya. Dahayu
belum bisa tengkurap dan telapak kaki kanannya terlihat kaku, serta genggaman
tangannya masih sangat kencang dan sulit membuka telapak tangannya. Dua bulan
memantau milestone tumbuh kembang bayi, kami pun mulai khawatir. Usia delapan
bulan, Dahayu kami bawa ke klinik tumbuh kembang anak, di salah satu RS Swasta
ternama di Jakarta Selatan. Satu dokter rehab medik, satu psikolog, melakukan
observasi beberapa jam. Hasilnya, dugaan Cerebral Palsy, Dahayu
direkomendasikan untuk MRI.
Shock. Dahayu kembali harus berjuang dalam perjalanan
hidupnya. Mencari second opinion adalah langkah berikutnya yang kami,
orangtuanya, lakukan. Mencari dokter yang tepat menjadi langkah awalnya.
Mencari informasi lewat komunitas CP membuka jalannya. Tersebutlah nama seorang
dokter anak saraf terpercaya, rekomendasi orangtua dari komunitas CP.
Dahayu berjuang bersama dokter anak saraf senior ini, kami
memanggilnya mbah dokter, karena memang sudah senior dari usia. Menurutnya, MRI
tidak disarankan untuk anak di bawah satu tahun. Diagnosisnya pun berbeda,
delayed development, adalah status Dahayu dengan kondisi spastik. Fisioterapi
menjadi perawatan yang disarankan, oleh dokter anak saraf dan tiga dokter
lainnya yang pernah kami cari pendapatnya. Hanya dua dokter yang menyebutnya
dugaan CP dan menyarankan MRI, yang tiga lainnya, tidak demikian.
Dahayu berjuang dengan fisioterapinya. Tangisan keras saat
menjalani terapi adalah suara yang mau tak mau harus kami dengar dan berdamai
atasnya. Tega tak tega, kami berharap Dahayu tahu, itulah yang terbaik untuknya
untuk mengoptimalkan hidupnya di masa mendatang.
Dua kali seminggu kami datang
ke klinik tumbuh kembang untuk fisioterapi, satu jam per sesi. Satu jam yang
panjang dan penuh perjuangan. Dahayu harus menjalankan beberapa terapi dan
gerakan-gerakan yang harus dilakukan juga di rumah. Kami, orangtuanya, berlatih
menjadi terapis pribadi.
Dahayu berjuang dengan fisioterapinya dari usia sembilan
bulan. Latihan di klinik, latihan di rumah, pijatan dan peregangan yang mungkin
“menyiksanya” dengan tangisan keras menyertai setiap latihan.
Dahayu adalah
pejuang. Dia patuhi ayah ibunya. Kadang dia menatap penuh curiga, atau bahkan
penuh harap, agar orangtuanya tidak melakukan latihan yang “menyiksanya” di
rumah. Namun Dahayu juga pasti tahu, ayah ibunya hanya melakukan yang terbaik
untuknya. Berbicara memberikan pengertian dan menularkan rasa sabar ke Dahayu,
adalah sisipan dari setiap kali latihan. Bersabar Nak, latihan ya, kita
bernyanyi sambil berlatih yuk, doa minta Allah bantu adalah kata sakti yang selalu kami ucapkan, kami
tanamkan sejak Dahayu bayi. Terapi adalah bagian dari rutinitas kami sejak Dahayu
sembilan bulan usianya.
Dengan perjuangannya mengatasi kekurangan motorik kasar,
Dahayu mahir bicara dan menunjukkan tumbuh kembang normal di sisi lainnya. Dia
bisa mengucap “Ayah” kata pertamanya di usia 11 bulan. Dia bisa mengucap banyak
kosakata sejak itu. Saya ingat sekali, selalu mencatat berapa kata yang sudah
bisa dia ucapkan mengikuti pertambahan umurnya. Dahayu berkembang kognitifnya.
Dia bisa bicara dengan lancarnya hingga usia satu, dua, tiga tahun. Meski ada
yang belum dia bisa, berdiri sendiri dari posisi duduk, berjalan, apalagi
berlari. Hingga usia tiga tahun lima bulan, dia belum bisa berdiri dan
berjalan.
Usia 3 tahun 5 bulan Dahayu lancar bernyanyi, "Happy Birthday" . Dia bisa
mengungkapkan perasaan. Dia bisa bilang “Ibu, Dahayu mau peluk ibu”. Bisa
bilang “ I Love You” dengan bahasanya. Bisa bilang “ Ibu, Ibu cantik deh”.
Dahayu, Alhamdulillah atas bimbingan Allah, bisa
mengucapkan dua kalimat syahadat. Dahayu, Alhamdulillah, bisa membaca Al
Fatihah, shalawat nabi, membaca doa makan, doa tidur, beberapa doa lainnya. Dahayu, Alhamdulillah, mengenal Tuhan dan Nabi teladannya,
di usia tiga.
Begitu cerdas dan kuatnya Dahayu, meski daya tahan tubuhnya yang memang lebih rendah, membuat setiap tahun Dahayu terganggu kesehatannya. Tahun pertama dirawat di RS karena infeksi
bakteri. Tahun kedua dirawat di RS karena infeksi virus. Sekali dalam setahun
dalam perawatan dan balita ini begitu kuat, pantang menyerah, dan atas izin
Allah diberikan nafas hingga usia tiga tahun lima bulan.
Hingga tiga tahun lima bulan usianya, Dahayu, yang sudah
begitu keras berjuang dengan terapi, berbagai jenis terapi motorik kasar,
mengakhiri perjuangannya, semua atas ketentuanNYA.
Penguatan indah dari tante Winda |
Perjuangan untuk Kembali
Hari itu, Minggu, 31 Juli 2016. Ibu harus bekerja pagi-pagi
sekali, dalam kondisi fisik yang masih belum fit, demi memenuhi janji. Ibu tak
mau utang janji. Bukankah berdosa utang janji, nak? Tapi ibu kadang menyesali
kenapa pagi itu ibu pergi. Meski ibu sadari, semua sudah ketentuanNYA, jangan
pernah menyesali karena itu tandanya mengingkari ketentuan.
Dahayu sudah diberitahu, ibunya akan pulang jam 12 siang.
Telat dua jam, Dahayu mulai gelisah. Ibu dan Dahayu bertemu Minggu pukul 14:30
dengan kondisi Dahayu tiba-tiba muntah-muntah, sering, dan menyiksanya. Tanpa ada gejala sakit apa pun sebelumnya.
Hingga pukul 15:30 Dahayu masih muntah tak karuan. Masih
bisa bicara, minta minum air putih dan teh, lalu muntah. Tubuhnya lemas. Mulai
tak terasa nyaman tubuhnya.
Ayah sedang bekerja memotret. Ibu hanya ditemani bibi Deti.
Mulai khawatir, Ibu akhirnya memutuskan membawa Dahayu ke RS terdekat, dengan
BPJS dan surat rujukan sudah di tangan. Surat rujukan itu sudah ada
berhari-hari, karena memang awalnya ingin meminta rujukan dari RS Sari Asih ke
RS Harapan Kita untuk keperluan fisioterapi.
Pukul 16:00 di RS, Dahayu masuk UGD, di cek darah, di infus,
dan akhirnya rawat inap. Mudah saja mendapatkan kamar perawatan. Tak ada kesulitan menggunakan BPJS Kesehatan meski masih ada kekhawatiran dari pelayanan kesehatan dengannya.
Berhenti sudah muntahnya, hasil cek darah menunjukkan
leukosit tinggi, penanda infeksi bakteri. Dahayu dalam perawatan malam itu,
masih bisa diajak bicara meski masih lemah kondisinya, masih bisa protes saat
diberi minum oralit.
Senin (1/8/2016) pagi hingga siang, Dahayu mulai diare
berat. Tak berhenti diare sampai lemas sekali tubuhnya. Ibu masih sempat pulang
berganti pakaian. Masih terasa aman meninggalkannya di ruang rawat inap bersama
ayah.
Senin siang, mulai terasa aneh. Dahayu sangat lemas bahkan
tak sanggup mengangkat kepalanya. Tatapan matanya nanar, kosong, tak merespons
apa pun yang ibu katakan kepadanya. Pertanyaan kepada tenaga medis tak
memberikan jawaban kondisinya sebenarnya kenapa.
Hingga sekitar pukul 16:00
Dahayu tiba-tiba kejang, giginya mulai menggigit lidahnya, berkali-kali kejang,
tanpa panas, hingga akhirnya tak sadar karena pengaruh obat anti kejang, kata
tenaga medis. Tenaga medis saya
menyebutnya, dokter dan perawat, semua yang berjaga saat itu, saya sebut tenaga
medis, mereka yang selalu saya tanya dengan kritisnya, dengan mempertanyakan
segala sesuatunya untuk menjawab rasa penasaran dan khawatir saya saat itu. Mereka yang saya hujani pertanyaan memastikan kondisi anakku Dahayu.
Senin malam Dahayu kembali kejang. Diobati lagi, tubuhnya
tergeletak, seperti tidur, dengan lendir terus menerus keluar dari mulut dan hidungnya.
Sepanjang malam hanya membersihkan lendir itu. Dengan selang oksigen sudah
terpasang sejak pertama kali dia kejang.
Selasa (2/8/2016) pagi, saya mulai gelisah. Berusaha mencari
cara memindahkannya ke RS Harapan Kita. Apa pun akan saya lakukan demi
membawanya ke tempat perawatan lebih baik, menurut saya. Dengan dokter ahli
lebih lengkap, dengan alat kesehatan lebih canggih, menurut saya, perjuangan
Dahayu akan lebih ringan, tidak terlampau berat untuknya, menurut saya.
Manusia hanya berencana, Allah yang menentukan. Segala
perhitungan manusia, segala ikhtiar, tak ada daya jika Allah punya kehendak
lain. Allah Maha Berkehendak dan Maha Tahu atas apa pun yang terjadi pada kita.
Ikhtiar kami belum melihatkan hasil. Hingga akhirnya Dahayu gagal nafas dan
dipindahkan dari rawat inap ke ruang ICU. Gagal nafas dan kondisi tidak sadar
adalah kondisi terakhir Dahayu sebelum masuk ruang ICU. Perjuangan Dahayu pun
lebih berat di ruang dingin itu.
Syok septik, adalah diagnosis dokter di ruang ICU.
Kondisinya memburuk namun ikhtiar tetap dilakukan, diskusi dengan dokter
menyimpulkan alat bantu tetap akan dipasang, sambil Dahayu terus berjuang.
Ikhlas dan doa mohon kekuatan dari Allah diberikan kepada
kami, orangtuanya, adalah yang paling waras bisa kami jalankan. Ikhlas atas apa
pun ketentuan Allah yang terbaik untuk Dahayu. Kami tahu, Dahayu pejuang, dia
akan bertahan dan berjuang pantang menyerah. Kami pun demikian, membantunya
semaksimalnya, berjuang untuknya. Doa dan kekuatan dari teman dan keluarga yang
tak berhenti berdatangan, menguatkan kami, menguatkan Dahayu.
Namun pejuang cilik itu sudah mencapai batas ikhtiarnya.
Kami yakin dia sudah berjuang hidup, ingin tetap bersama kami, namun barangkali
Allah sudah menunjukkan tempat indah yang membuatnya sangat ingin ke sana,
mengakhiri perjuangannya yang teramat berat di ruang dingin itu.
Begitu banyak kemudahan datang mengimbangi kesulitan yang
kami alami sepanjang enam hari di rumah sakit. Kemudahan dan kesulitan datang
bergantian, memberikan harapan juga memberikan kenyataan, sekaligus kekuatan
untuk kami menerima apa pun ketentuan pemilik jiwa raga.
Kami yakin Dahayu berjuang,pantang menyerah, seperti yang
sudah dia lakukan 3,5 tahun terakhir dalam hidupnya. Hidup bersama kami,
orangtuanya, adalah perjuangan. Hidup dengan kondisinya, yang tak sama dengan
anak seusianya, adalah perjuangan. Berusaha berjuang di ruang rawat inap dan
ICU, adalah perjuangan terakhirnya.
Keikhlasan yang mengantarkannya ke tempat lebih baik,tempat
terindah, hadiah atas perjuangannya. Allah Maha Tahu. Allah Maha Baik.
Dahayu,
pejuang cilik kami, adalah pahlawan keluarga. Dia meninggalkan banyak pesan,
tentang keikhlasan, kesabaran, rasa syukur, ketakwaan, tawakal, dekat dengan
Allah, dekat dengan pemilik bumi dan langit.
Kepergian pahlawan keluarga kami,
mengajarkan banyak hal, tentang kekuatan doa, tentang kasih sayang, tentang
hebatnya pertemanan, tetang semangat juang dan begitu banyak nilai positif dari
kepergiannya. Berpikir baik atas apa pun ketentuan Tuhan atas kita. Dahayu,
pahlawan keluarga kami, yang meninggalkan semua warisan itu. Penyerahan diri
sepenuhnya kepada Allah sang khalik.
Dahayu adalah #PahlawanKeluarga kami, anak perempuan belia
itu menggerakkan kami keluarganya, menjadi orang lebih baik, menjadi terinspirasi untuk hidup bermanfaat terhadap sesama demi
menuju cahayaNYA.
Dahayu telah meninggalkan kehangatan cinta kepada setiap pribadi yang mengenalnya.
Menulis cerita ini sebagian saja bentuk healing saya pribadi, sungguh tak mudah menuliskannya dan membacanya kembali, meski sedikit terasa meringankan pikiran, untuk berpikir waras menerima ketentuanNYA bahwa dia sudah tiada dan bahagia di sana.
Sekadar berbagi semangat Dahayu, pahlawan keluarga kami yang pantang menyerah berjuang, semoga semangat kuat itu juga dimiliki para pahlawan keluarga siapa pun ia dalam ikhtiarnya. Semoga.
33 comments:
mba Wawa, mas Satto, aku emang nggak banyak ngomong apa2 setelah kepergian Dahayu karena aku tau nggak akan ada cukup kata2 yg bisa melukiskan kesedihan aku akan kehilangan kalian, nggak akan ada cukup kata2 untuk menghibur kalian... Tapi, semoga, kehadiran teman2 di sekeliling kalian bisa sedikit menghibur kalian ya..
Setuju banget sama tulisan mba Wawa ini, pertama kali ketemu Dayu, kesan pertama, dia memang fighter, ceria, santai, menikmati hidup, tapi sekaligus memberi inspirasi untuk orang2 di sekitarnya...
Mbak wawa, aku ketemu mbak wawa mengucapkan belasungkawa saja tak sanggup pasti ada kepedihan disana, 8thn kepergian adik tercintaku saja masih meninggalkan pedih, semoga kita semua bisa ikhlas dan kuat ya mbak wawa.
Pertama kali Dian mengenal Dahayu saat kita pergi sama-sama merayakan 1 Tahun Indonesia Rare Disorders di Teluk Betung Bundaran HI, waktu itu hujan cukup deras, selama di perjalanan Dahayu terus ngobrol dengan mba Wawa, saat itu Dian sangat terkesan dengan kemampuan Dahayu berbicara seperti anak yang berusia 5 tahun, Dahayu balita yang cerdas dan cantik, Dahayu merupakan anugrah Terindah yang di berikan Allah kepada mba Wawa dan Mas Satto juga keluarga, Allah sangat sayang Dahayu.
Karena itu kini saatnya kita melanjutkan semangat juang Dahayu, agar hidup kita dapat lebih bermakna untuk orang banyak. Tetap Semangat ya mba Wawa dan Mas Satto ^^
Mbak, membaca tiap katanya saja mata saya panas, Allah sangat mencintai Dahayu, begitupun mencintai Mbak Wawa dan suami. Semangat selalu ya Mbak :)
Dahayu beruntung Mba, dibesarkan eh orangtua yang penuh cinta dan fighting spirit yang besar. Itulah kenapa Dahayu juga besar menjadi seorang pejuang. Keiklasan yang diajarkan yang belum tentu bisa diajarkan semua orangtua....sudah diberikan.
Saya juga speechless kalau bicara tentang kepergian Dahayu. Semoga kedua orng tua dikuatkan dgn ujian ini. Amin
Menjadi tabungan orang tuanya.
Semoga Allah beri kekuatan dan kesabaran bagi orang tuanya..aamiin
pelukan tanpa kata mba Zata sdh sgt menguatkan. kadang cukup begitu mbak. kamu tau aku lah. thx supportnya yaaa. sy punya alasan menulis ini. healing,krn kadang isi kepala penuh n hrs ditumpahkan. menulis ini susah bgt. aku smpt gak mau menyentuh laptop. cm mau dekat sm Allah aja... sampai skrg dorongan menulisnya dtg. msh byk rencana tulisan lainnya semata berbagi apa yg kami alami 3.5th terakhir
amin kita sama2 slg menguatkan ya mbak. krn kita tau betul rasanya bgmn. thx yaaaaa
amiiiiin. iya ya mbak aku gak ngeh. setiap anak unik dan Allah pasti kasih plus minusnya. kita hy perlu byk2 syukur. kadang kt lalai bersyukur...kt saling ingatkan yaaaaa.tx ya mbak
amiiin smoga Allah ridha. maaf buatmu sedih ya mbak. aku hy menumpahkan isi kepala ku yg mulai penuh. tx ya
barakallah semoga Allah ridha ya mbak. thx mbak sdh menguatkan. semua kekuatan keikhlasan itu dr Allah yg jg dikasih lewat tangan2 teman2 yg hebat spt mbak
amiiiiin byk belajar dr bunda
amiiin thx doanya Allah yg membalasnya dg keberkahan utk mbak
Allah pasti memberi ganjaran tak terhingga atas perjuangan dan kesabaran Mba wawa, Mas Sato, dan Dek Dahayu dalam menghadapi setiap ketentuanNya.
Dek Dahayu, Insya Allah masuk dalam golongan orang-orang pertama yang masuk syurga. Dan akan menjadi penuntun bagi orang tuanya.
Tetap kuat ya Mba. #peluukkk
Dahayu memang pejuang, bahkan sejak dalam kandungan ya, mbak...
Kiranya daya juang Dahayu jg menginspirasi ayah ibunya...dan kita semua orang tua utk tidak berhenti krn ada ujian yg sedang diberikan ya mba.
Dahayu pahlawan duoraji yg hebat, penghebat keduaorangtuanya. Semoga perjuangan dahayu dan org tua menjadi amal ibadah di sisi Allah.
Peluk mba Wawa yg sama hebat dg Dahayu...
"Allahummaghfirlaha warhamhaa wa'afihaa wa'fu anhaa"
Mbak terima kasih sudah mau menulis ini. Semoga mbak dan keluarga slalu diberi kekuatan oleh Allah untuk slalu bersabar. Tulisan ini jadi reminder buat saya untuk lebih bersyukur :') Keep inspiring mbak :') Dahayu pasti bangga punya ayah dan ibu seperti Mbak dan suami :)
Dahayu memang pejuang yang hebat ya mbak. Kedua orang tua juga sama hebatnya :)
Terima kasih mbak Wawa dan mas Sato yang mau sharing kehidupan adik Dahayu yang menjadi kenangan indah tak terlupakan.
Dengan membaca tulisan ini secra runtut dan tidak ada bosan2nya saya menelesuri satu persatunya seakan menjadi magnet healing akan duka saya n keluarga yg juga kehilangan putra saya dalam kandungan (6 bln).
Saya jadi takjub akan kekuatan kata-kats mbak yg selama ini acap melumpuhkan pikiran.
Maklum saya spt tersiksa dan sgt terluka juga kehilangab salah satu anak kmbar pertama.
Sekali lagi trm kasih mb, sungguh saya merasa terangkat beban duka dan mulai mengerti akan semua kodrat yg diberikan Allah Swt.
Selamat jalan Dahayu. Bidadari surganya ayah dan ibu.
Mbak Wawa dan mas satto semoga diberikan keikhlasan dan kelapangan oleh Allah Swt. Aamiin
Subhanallah, perjuangan Dayu begitu luar biasa. Mbak Wawa dan Mas Satto pun begitu sabar. Dayu sudah di surga bersama kakaknya. Tabungan akhirat bagi orang tuanya. Peluk mbak Wawa... :')
amiiiiin ya allah amin makasih mbak
iya mbak...dia anak kuat
amin peluuuuuuk
ALhamdulillah jk diterima demikian. sama mbak ini.tk reminderku juga jgn pernah lupa bersyukur apa pun ketentuanNYA atas kita.tx yaaaa
Dayu emang kuat....
ah aku mau peluk mbak. Allah yg memampukan mbak hy krn Allah. kita berusaha selalu terhubung dgNYA yaaaa. bareng2. duh.mau nangis deh
Subhanallah... semoga dikuatkan ya Mbak Wawa dan Mas Satto. Doa terbaik buat Dahayu tersayang.
Big hugs mba wawa...
Maafkan ya mbak, tdk sempat tengok waktu itu. Semoga ikhlas dan sabar ya mbak dan mas.
Hal paling menyakitkan ketika kehilangan anak adalah saat kita butuh dukungan dari orang2 sekitar tetapi justru disudutkan/disalahkan. Itu pernah terjadi saat saya kehilangan anak pertama saya, alm Aisha.
Selain perbanyak 'curhat' sama Sang Maha Pencipta, menulis memang salah satu healing untuk menumpahkan unek2 di hati dan kepala.
Membaca tulisanmu ini bikin aku kangen pada Aisha.
Dilarang bersedih lagi, yuk Mbak Wawa :)
Kakak Dahayu dan Aisha pasti lagi senyam-senyum liat ibunya masing2 pada senam bareng di acara kemenkes. Hehehe
Posting Komentar