Mencipta Orang Muda Kreatif Berdampak untuk Indonesia
Bicara Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia takkan selesai diskusi seharian, atau sepanjang apa pun tulisan. Tapi saya selalu dibuat penasaran dengan isu SDM/manpower termasuk soal pemberdayaan di dalamnya, termasuk pengembangan manusia (kapasitas diri bahkan kepribadiannya). Self improvement dan people development memang menjadi topik yang selalu “seksi” buat saya. Jadi, jangan heran kalau saya selalu bersedia terjun bebas ke dalamnya, barangkali sudah panggilan jiwa.
Maka ketika kesempatan datang dari Indonesia Fashion
Chamber (IFC), teman baik yang mengajak saya “jalan-jalan” ke Kudus, Jawa Tengah,
tidak sudi saya tolak. Dari perjalanan bersama IFC, saya menemukan
pemberdayaan, penciptaan orang-orang kreatif, dan kolaborasi orang kreatif
dengan pemerintah dan pihak swasta, yang tepat sasaran dan berdampak.
Perjalanan ke Kudus adalah yang pertama untuk saya. Tiga
hari berada di sana, saya mengambil kesimpulan sendiri bahwa Kudus adalah Kota
SMK, Kudus adalah “pabrik” SDM yang siap masuk kompetisi kerja menyambut
tantangan yang semakin besar di depan mata. Tantangan yang sebenarnya bukan
mustahil bisa dilampaui, tapi bukan juga perkara sepele yang dibiarkan berlalu
begitu saja.
Barangkali saya terlalu cepat mengambil kesimpulan,
karena saya mungkin belum tahu apa-apa soal Kudus. Soal pabrik kretek di sana,
soal warganya, potensinya, dan banyak hal yang bisa digali dari sebuah
kabupaten kecil di Indonesia.
Namun saya percaya diri bilang, Kudus adalah Kota SMK dan
dengan entengnya menyebar pesan itu di media sosial #KudusKotaSMK. Apa yang
membuat saya berani-beraninya mengatakan demikian? Ini ceritanya.
Workshop Guru SMK
Tujuan utama ke Kudus, dengan saya, Satto Raji, dan Sri
Subekti (hari ketiga) mewakili blogger, bersama jurnalis nasional, adalah
mengikuti workshop untuk guru SMK se-Indonesia. Judul workshopnya “Workshop
Revitalisasi SMK Bidang Tata Busana” Menuju SMK Go International.
Workshop ini merupakan kegiatan kolaboratif Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan - Direktorat Pembinaan SMK, didukung Bakti Pendidikan Djarum Foundation dan Indonesia Fashion Chamber (IFC) sebagai tenaga pengajar/mentor/narasumber.
Berlangsung 16-18 November 2016 di Hotel Griptha, Kudus,
Jawa Tengah, workshop ini menghadirkan perwakilan 100 SMK se-Indonesia. Bukan
hanya guru SMK jurusan Tata Busana dari pulau Jawa tapi juga dari Papua.
Slogan SMK Bisa! Sebagai bentuk semangat dari perwujudan
instruksi Presiden RI Joko Widodo untuk lebih memaksimalkan SMK, terasa kuat
sekali melatari workshop ini. Sebagai informasi saja, dalam Rapat Terbatas
tentang pendidikan dan pelatihan vokasi pada September 2016, Presiden
menginstruksikan agar sistem pendidikan dan pelatihan vokasi diarahkan pada
deman driven, sehingga kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja,
pengujian, sertifikasi disesuaikan dengan permintaan dunia usaha dan industri.
Instruksi Presiden bisa diterjemahkan dengan banyak cara
tentunya. Namun menurut saya, bagaimana Kemendikbud berkolaborasi dengan industri
kreatif dan pihak swasta, adalah cara efektif tepat sasaran. Kenapa? Karena di
workshop itulah, pendidik SMK dipertemukan dan dilatih (training on trainers)
oleh orang kreatif para desainer busana ternama Indonesia yang sudah
berpengalaman di industri mode dalam dan luar negeri.
Saya selalu terkesima jika ada pakar dan praktisi yang
matang di industri, transfer ilmu dan pengalaman, kepada para pendidik.
Bayangkan bagaimana jika para guru Tata Busana SMK ini selalu terlatih
keterampilannya lantaran disentuh langsung oleh desainer busana ternama, siswa
SMK seperti apa yang akan lahir dari sekolah SMK di berbagai desa di Indonesia?
Saya sih membayangkan ada generasi kreatif yang lahir
dari pendidik terlatih dengan wawasan luas, sebagai dampak dari transfer pengetahuan dari
pakar dan praktisi di industri. Dengan catatan, proses pembelajaran ini
dijalankan maksimal, efektif, konsisten dan penuh dengan tanggungjawab bukan
program sesaat.
Sepanjang workshop, saya mengikuti bagaimana para guru
SMK membuka wawasan dan cakrawala berpikirnya, dengan pelatihan dari ahli dan praktisi
yang sama bidangnya. Bahkan saya pun jadi belajar soal gaya busana, bagaimana
padu padan busana dari model hingga kombinasi warna, mencipta bentuk melatih
kreativitas berpikir dan berimajinasi, banyak pelajaran kreativitas dari para
mentor.
Siapa mentornya? Orang kreatif para pelaku bisnis fashion
dan pendidik mode, antara lain Ali Charisma, Dina Midiani, Deden Siswanto,
Taruna K Kusmayadi, Lisa Fitria, Sofie, Stefanie yang hadir bersama tim IFC, Siti Muhibah
dan Deasy.
Kunjungan 3 SMK
Transfer ilmu tak hanya terjadi di ruang workshop.
Rangkaian kegiatan kolaboratif ini berlanjut dengan kunjungan ke 3 SMK di
Kudus. Salah satu alasan kenapa workshop SMK Tata Busana berlangsung di Kudus
adalah karena memang Kudus punya contoh suksesnya, SMK NU Banat.
Saya kenal SMK NU Banat di pertengahan 2016, saat mereka
mengirim 4 siswanya mengikuti ajang mode bergengsi di Hong Kong, Centre Stage.
Atas bimbingan mentor IFC, Ditali Cipta Kreatif didukung Bakti Pendidikan
Djarum Foundation, SMK NU Banat berhasil mencetak desainer muda yang hasilkan
kreasi busana sesuai selera dunia.
Mereka adalah Risa Maharani (18), Nafida Royyana (17), Nia Faradiska (16),
Rania (16) dari SMK NU Banat, Kudus, Jurusan Tata Busana. Empat Siswa SMK
ini telah menampilkan koleksi busana berlabel Zelmira, di panggung mode Hong
Kong, CentreStage.
Lisa
Fitria, desainer sekaligus mentor dari Indonesia Fashion Chamber, mengatakan desain
busana siswa SMK ini berhasil lolos seleksi ketat ajang fashion internasional.
Koleksi busana Zelmira ditampilkan di hadapan buyer internasional, dari
berbagai negara, termasuk Afrika dan Timur Tengah.Karya anak SMK NU Banat ini
berkesempatan dilirik departemen store ternama yang memiliki jaringan di
berbagai negara. Fashion show di Hong Kong membuka jalan untuk koleksi busana
rancangan empat siswi SMK dari Indonesia yang dinilai cocok dengan selera
dunia.
Kembali ke kunjungan SMK NU Banat, sesuai namanya SMK ini
hanya untuk murid perempuan. Fasilitas yang tersedia atas dukungan pihak
swasta, memang mendukung siswa memaksimalkan karya. Pendidikan kejuruan, yang
diimbangi dengan pendidikan agama menjadi ciri khas SMK NU Banat ini.
Perbincangan singkat saya dengan salah satu pengajar
menunjukkan karakter anak yang dibangun lewat pendidikan agama dipertahankan,
sambil juga siswi diberikan peluang mengejar impiannya dengan fasilitas
sempurna.
Wawasan pengajar dan murid semakin terbuka dengan adanya
program mentoring dari desainer IFC. Kolaborasi apik kalau mau menciptakan SDM
kreatif dari negeri sendiri, yang siap berkompetisi di industri. Selain juga
membuka wawasan lulusan SMK bisa berkiprah lebih luas jangkauannya, menembus
batas kekhawatiran untuk bisa tampil sebagai desainer muda kompeten.
Desainer kenamaan Deden Siswanto, yang terakhir saya
temui saat menyiapkan busana panggung teater Bunga Penutup Abad, punya catatan
penting. Menurutnya, dengan berbagai fasilitas lengkap mendukung siswa SMK Tata
Busana untuk mencipta karya, perlu juga diimbangi dengan sikap mental tahan
banting dan pantang menyerah. Pasalnya, kalau sudah terjun ke industri, begitu
banyak tantangan yang harus dilampaui hanya dengan sikap mental tahan baja.
Saya juga jadi mencatat, jangan sampai fasilitas memanjakan
dan menumpulkan kreativitas. Orang kreatif Indonesia semestinya selalu bisa
berkarya ada dan tanpa ada fasilitas sempurna. Namun pastinya, hasil karya akan
lebih maksimal jika didukung fasilitas sempurna. Tinggal bagaimana pendidiknya
menanamkan mental baja kepada siswanya. Banyak sekali pelajaran dari perjalanan di SMK NU Banat.
Berlanjut ke perjalanan berikutnya ke sekolah animasi, SMK Raden Umar Said
(RUS) Kudus dan SMK Negeri 1 Kudus (Tata Boga). Wah, semakin lengkap perjalanan
saya menelusuri SMK di Kudus.
Seperti saya bilang, takkan cukup artikel panjang lebar
bercerita tentang SDM. Sedikit saja saya ceritakan tentang dua SMK tersebut, dan
saya janji akan berlanjut ke artikel berikutnya karena memang begitu banyak
cerita dari perjalanan Kudus ini.
Sekolah animasi RUS Kudus sungguh saya dibuat kagum
olehnya. Saya bangga Indonesia punya SMK RUS, saya senang anak remaja kita jadi
punya kesempatan lebih luas, saya terkesima dengan fasilitas sekolah, dan saya
pun khawatir bagaimana jika kesempurnaan ini tak berbalas dengan kesiapan
industri menerima tenaga siap pakai yang canggih. Bagaimana industri animasi
kita? Siapkah dengan alat canggih yang siap menampung kreativitas mereka yang
sudah terlatih di SMK RUS?
Pertanyaan saya syukurnya terjawab oleh pihak sekolah,
bahwa SMK RUS sudah terkoneksi dengan industri. Bahkan ada perusahaan animasi
di Bali dan Yogyakarta yang sedang menunggu lulusan kreatif dari RUS. SMK RUS
memang dikenal dengan animasinya. Bahkan mereka akan melahirkan film animasi
untuk ditayangkan di layar kaca.
Kalau Disney punya Moana untuk layar lebar, SMK RUS yang pengajarnya juga
dibimbing oleh mentor dari Disney, akan melahirkan Pasoa untuk layar kaca, animasi buatan SMK RUS kolaborasi guru,
mentor, dan siswa. Ah bangganya!
Nanti lagi ya saya cerita soal RUS. Beranjak ke SMK
Negeri 1 Kudus, kali ini sekolah kuliner. Begitu datang ke SMK ini, seperti
sedang masuk ke restoran yang dikelola profesional. Makan siang kami dilayani
siswa SMK, dengan pelayanan ala hotel bintang lima. Makanan yang juga dimasak
siswa juga rasa bintang lima. Rendangnya nikmat, Garang Asemnya sedap, banyak
lagi pilihan makanan minuman khas Indonesia yang dimasak sempurna oleh siswa
SMK. Cara mereka melayani tamu pun serasa berada di restoran ternama. Anak-anak
sekolahan ini memang sedang dididik seperti sudah menjalani profesinya di
bisnis kuliner.
Berita menariknya lagi, baik RUS maupun SMK Negeri 1
Kudus juga akan melebarkan sayap dengan membuka jurusan tata busana. IFC kembali
mengembangkan pembedayaan, regenerasi, pelatihan dan pendampingan untuk guru
dan siswa, agar punya kompetensi yang siap menjawab tantangan di luar sekolah.
Tantangan sebenarnya di industri.
Nah, pertanyaannya siapkah industri menerima
tenaga siap pakai SMK, terutama SMK dengan pendampingan seperti ini? Siap kah industri memfasilitasi tenaga kerja dengan fasilitas high-tech yang bisa membantu tenaga
kompeten menghasilkan karya maksimal? Atau pertanyaan lain, siapkah pemerintah
dan pihak swasta menghubungkan SDM Indonesia ke dunia luar yang siap menerima
mereka, barangkali kolaborasi dengan industri di luar negeri yang lebih matang?
Karena kalau dalam catatan saya, tenaga kompeten yang terlatih
lulusan SMK, akan bisa berdampak untuk negeri kalau mereka juga mendapat
kesempatan melakukan perjalanan lebih jauh lagi. Sejauh apa pun perjalanan mereka, dengan sikap mental positif dan cinta
negeri yang semoga juga ditanamkan di sekolah, akan membuat mereka kembali ke negaranya,
kembali untuk transfer pengalamannya usai menjelajah dunianya. Bukankah kita
akan selalu tahu jalan pulang setelah kita jauh bertualang?
Barangkali data yang saya dapati dari media sosial Indonesia Human Capital Summit 2016 ini bisa jadi bahan merenung kita, untuk Indonesia. Apakah kita siap menjadi lebih kompeten dan bertarung dalam persaingan talenta dunia?
Barangkali data yang saya dapati dari media sosial Indonesia Human Capital Summit 2016 ini bisa jadi bahan merenung kita, untuk Indonesia. Apakah kita siap menjadi lebih kompeten dan bertarung dalam persaingan talenta dunia?
10 comments:
Terimakasih Mb Wawa Raji, tulisanmu selalu membuatku semakin rindu membaca, menelaah dan mantap untuk terus mengundangmu disetiap event IFC. Terimakasih juga untuk pendamping setiamu, Mas Satto, yang senantiasa sabar memenuhi permintaan kita berfoto. Sekali lagi terimakasih sampai jumpa di event mendatang.
Banyak cinta untukmu dan Mas Satto...
Terima kasih banyaaak mbak Ibah....terima kasih kepercayaan dan kesempatannya, kapan2 kita ajak lebih banyak bloggers ya biar makin seru! hehehe
Terima kasih Mbak Wawa Raji..udah diberi kesempatan untuk gabung, dan bisa belajar sebagai blogger dari Mbak Wawa...
Semoga lain waktubisa berkesempatan bertemu lagi...
salam paling hangat buat Mbak Wawa sekeluarga..ya
ah perjumpaan singkat ya mbak. semoga lain waktu bertemu lg d Kudus. salam ke blogger Kudus yaaaaaa
Peran serta pemudi/pemuda (youth) dalam masa depan berbagai macam industri/sektor di Indonesia memang menjadi penting sekali ya, Mbak Wawa.. Aku juga mau share ttg peranan youth ini di bidang pangan nantinya.. :)
Kebetulan suami saya lulusan SMK jurusan informatika. Alhamdulillah bisa kuliah dan sukses. Ketika suami masuk SMK belum sepopuler sekarang. Seiring berjalannya waktu masyarakat sadar lulusan SMK bisa bersaing dengan lulusan SMA,bahkan tidak sedikit yang sukses. Semoga dengan tulisan ini bisa membuka mata paradikma orangtua ttg SMK juga ya mba. Thanks for sharing. Salam kenal :)
Hayuk MBA crt ttg potensimudaa..
Salam Kenaal..iyaah perlu sharing barangkali Yg berhasil thx
Posting Komentar