Mencipta Orang Muda Kreatif Berdampak untuk Indonesia

11.00.00 wawaraji 10 Comments



Bicara Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia takkan selesai diskusi seharian, atau sepanjang apa pun tulisan. Tapi saya selalu dibuat penasaran dengan isu SDM/manpower termasuk soal pemberdayaan di dalamnya, termasuk pengembangan manusia (kapasitas diri bahkan kepribadiannya). Self improvement dan people development memang menjadi topik yang selalu “seksi” buat saya. Jadi, jangan heran kalau saya selalu bersedia terjun bebas ke dalamnya, barangkali sudah panggilan jiwa.


Maka ketika kesempatan datang dari Indonesia Fashion Chamber (IFC), teman baik yang mengajak saya “jalan-jalan” ke Kudus, Jawa Tengah, tidak sudi saya tolak. Dari perjalanan bersama IFC, saya menemukan pemberdayaan, penciptaan orang-orang kreatif, dan kolaborasi orang kreatif dengan pemerintah dan pihak swasta, yang tepat sasaran dan berdampak.



Perjalanan ke Kudus adalah yang pertama untuk saya. Tiga hari berada di sana, saya mengambil kesimpulan sendiri bahwa Kudus adalah Kota SMK, Kudus adalah “pabrik” SDM yang siap masuk kompetisi kerja menyambut tantangan yang semakin besar di depan mata. Tantangan yang sebenarnya bukan mustahil bisa dilampaui, tapi bukan juga perkara sepele yang dibiarkan berlalu begitu saja.

Barangkali saya terlalu cepat mengambil kesimpulan, karena saya mungkin belum tahu apa-apa soal Kudus. Soal pabrik kretek di sana, soal warganya, potensinya, dan banyak hal yang bisa digali dari sebuah kabupaten kecil di Indonesia.

Namun saya percaya diri bilang, Kudus adalah Kota SMK dan dengan entengnya menyebar pesan itu di media sosial #KudusKotaSMK. Apa yang membuat saya berani-beraninya mengatakan demikian? Ini ceritanya.

Workshop Guru SMK
Tujuan utama ke Kudus, dengan saya, Satto Raji, dan Sri Subekti (hari ketiga) mewakili blogger, bersama jurnalis nasional, adalah mengikuti workshop untuk guru SMK se-Indonesia. Judul workshopnya “Workshop Revitalisasi SMK Bidang Tata Busana” Menuju SMK Go International.



Workshop ini merupakan kegiatan kolaboratif Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan - Direktorat Pembinaan SMK, didukung Bakti Pendidikan Djarum Foundation dan Indonesia Fashion Chamber (IFC) sebagai tenaga pengajar/mentor/narasumber.

Berlangsung 16-18 November 2016 di Hotel Griptha, Kudus, Jawa Tengah, workshop ini menghadirkan perwakilan 100 SMK se-Indonesia. Bukan hanya guru SMK jurusan Tata Busana dari pulau Jawa tapi juga dari Papua.

Slogan SMK Bisa! Sebagai bentuk semangat dari perwujudan instruksi Presiden RI Joko Widodo untuk lebih memaksimalkan SMK, terasa kuat sekali melatari workshop ini. Sebagai informasi saja, dalam Rapat Terbatas tentang pendidikan dan pelatihan vokasi pada September 2016, Presiden menginstruksikan agar sistem pendidikan dan pelatihan vokasi diarahkan pada deman driven, sehingga kurikulum, materi pembelajaran, praktik kerja, pengujian, sertifikasi disesuaikan dengan permintaan dunia usaha dan industri.

Instruksi Presiden bisa diterjemahkan dengan banyak cara tentunya. Namun menurut saya, bagaimana Kemendikbud berkolaborasi dengan industri kreatif dan pihak swasta, adalah cara efektif tepat sasaran. Kenapa? Karena di workshop itulah, pendidik SMK dipertemukan dan dilatih (training on trainers) oleh orang kreatif para desainer busana ternama Indonesia yang sudah berpengalaman di industri mode dalam dan luar negeri.



Saya selalu terkesima jika ada pakar dan praktisi yang matang di industri, transfer ilmu dan pengalaman, kepada para pendidik. Bayangkan bagaimana jika para guru Tata Busana SMK ini selalu terlatih keterampilannya lantaran disentuh langsung oleh desainer busana ternama, siswa SMK seperti apa yang akan lahir dari sekolah SMK di berbagai desa di Indonesia?

Saya sih membayangkan ada generasi kreatif yang lahir dari pendidik terlatih dengan wawasan luas, sebagai dampak dari transfer pengetahuan dari pakar dan praktisi di industri. Dengan catatan, proses pembelajaran ini dijalankan maksimal, efektif, konsisten dan penuh dengan tanggungjawab bukan program sesaat.

Sepanjang workshop, saya mengikuti bagaimana para guru SMK membuka wawasan dan cakrawala berpikirnya, dengan pelatihan dari ahli dan praktisi yang sama bidangnya. Bahkan saya pun jadi belajar soal gaya busana, bagaimana padu padan busana dari model hingga kombinasi warna, mencipta bentuk melatih kreativitas berpikir dan berimajinasi, banyak pelajaran kreativitas dari para mentor.



Siapa mentornya? Orang kreatif para pelaku bisnis fashion dan pendidik mode, antara lain Ali Charisma, Dina Midiani, Deden Siswanto, Taruna K Kusmayadi, Lisa Fitria, Sofie, Stefanie yang hadir bersama tim IFC, Siti Muhibah dan Deasy.





Kunjungan 3 SMK
Transfer ilmu tak hanya terjadi di ruang workshop. Rangkaian kegiatan kolaboratif ini berlanjut dengan kunjungan ke 3 SMK di Kudus. Salah satu alasan kenapa workshop SMK Tata Busana berlangsung di Kudus adalah karena memang Kudus punya contoh suksesnya, SMK NU Banat.

Saya kenal SMK NU Banat di pertengahan 2016, saat mereka mengirim 4 siswanya mengikuti ajang mode bergengsi di Hong Kong, Centre Stage. Atas bimbingan mentor IFC, Ditali Cipta Kreatif didukung Bakti Pendidikan Djarum Foundation, SMK NU Banat berhasil mencetak desainer muda yang hasilkan kreasi busana sesuai selera dunia. 

Mereka adalah Risa Maharani (18), Nafida Royyana (17), Nia Faradiska (16), Rania (16) dari SMK NU Banat, Kudus, Jurusan Tata Busana. Empat Siswa SMK ini telah menampilkan koleksi busana berlabel Zelmira, di panggung mode Hong Kong, CentreStage.




Lisa Fitria, desainer sekaligus mentor dari Indonesia Fashion Chamber, mengatakan desain busana siswa SMK ini berhasil lolos seleksi ketat ajang fashion internasional. Koleksi busana Zelmira ditampilkan di hadapan buyer internasional, dari berbagai negara, termasuk Afrika dan Timur Tengah.Karya anak SMK NU Banat ini berkesempatan dilirik departemen store ternama yang memiliki jaringan di berbagai negara. Fashion show di Hong Kong membuka jalan untuk koleksi busana rancangan empat siswi SMK dari Indonesia yang dinilai cocok dengan selera dunia.











Kembali ke kunjungan SMK NU Banat, sesuai namanya SMK ini hanya untuk murid perempuan. Fasilitas yang tersedia atas dukungan pihak swasta, memang mendukung siswa memaksimalkan karya. Pendidikan kejuruan, yang diimbangi dengan pendidikan agama menjadi ciri khas SMK NU Banat ini.

Perbincangan singkat saya dengan salah satu pengajar menunjukkan karakter anak yang dibangun lewat pendidikan agama dipertahankan, sambil juga siswi diberikan peluang mengejar impiannya dengan fasilitas sempurna.

Wawasan pengajar dan murid semakin terbuka dengan adanya program mentoring dari desainer IFC. Kolaborasi apik kalau mau menciptakan SDM kreatif dari negeri sendiri, yang siap berkompetisi di industri. Selain juga membuka wawasan lulusan SMK bisa berkiprah lebih luas jangkauannya, menembus batas kekhawatiran untuk bisa tampil sebagai desainer muda kompeten.

Desainer kenamaan Deden Siswanto, yang terakhir saya temui saat menyiapkan busana panggung teater Bunga Penutup Abad, punya catatan penting. Menurutnya, dengan berbagai fasilitas lengkap mendukung siswa SMK Tata Busana untuk mencipta karya, perlu juga diimbangi dengan sikap mental tahan banting dan pantang menyerah. Pasalnya, kalau sudah terjun ke industri, begitu banyak tantangan yang harus dilampaui hanya dengan sikap mental tahan baja.

Saya juga jadi mencatat, jangan sampai fasilitas memanjakan dan menumpulkan kreativitas. Orang kreatif Indonesia semestinya selalu bisa berkarya ada dan tanpa ada fasilitas sempurna. Namun pastinya, hasil karya akan lebih maksimal jika didukung fasilitas sempurna. Tinggal bagaimana pendidiknya menanamkan mental baja kepada siswanya. Banyak sekali pelajaran dari perjalanan di SMK NU Banat. 



Berlanjut ke perjalanan berikutnya ke sekolah animasi, SMK Raden Umar Said (RUS) Kudus dan SMK Negeri 1 Kudus (Tata Boga). Wah, semakin lengkap perjalanan saya menelusuri SMK di Kudus.

Seperti saya bilang, takkan cukup artikel panjang lebar bercerita tentang SDM. Sedikit saja saya ceritakan tentang dua SMK tersebut, dan saya janji akan berlanjut ke artikel berikutnya karena memang begitu banyak cerita dari perjalanan Kudus ini.

Sekolah animasi RUS Kudus sungguh saya dibuat kagum olehnya. Saya bangga Indonesia punya SMK RUS, saya senang anak remaja kita jadi punya kesempatan lebih luas, saya terkesima dengan fasilitas sekolah, dan saya pun khawatir bagaimana jika kesempurnaan ini tak berbalas dengan kesiapan industri menerima tenaga siap pakai yang canggih. Bagaimana industri animasi kita? Siapkah dengan alat canggih yang siap menampung kreativitas mereka yang sudah terlatih di SMK RUS?

Pertanyaan saya syukurnya terjawab oleh pihak sekolah, bahwa SMK RUS sudah terkoneksi dengan industri. Bahkan ada perusahaan animasi di Bali dan Yogyakarta yang sedang menunggu lulusan kreatif dari RUS. SMK RUS memang dikenal dengan animasinya. Bahkan mereka akan melahirkan film animasi untuk ditayangkan di layar kaca.

Kalau Disney punya Moana untuk layar lebar, SMK RUS yang pengajarnya juga dibimbing oleh mentor dari Disney, akan melahirkan  Pasoa untuk layar kaca, animasi buatan SMK RUS kolaborasi guru, mentor, dan siswa. Ah bangganya!



Nanti lagi ya saya cerita soal RUS. Beranjak ke SMK Negeri 1 Kudus, kali ini sekolah kuliner. Begitu datang ke SMK ini, seperti sedang masuk ke restoran yang dikelola profesional. Makan siang kami dilayani siswa SMK, dengan pelayanan ala hotel bintang lima. Makanan yang juga dimasak siswa juga rasa bintang lima. Rendangnya nikmat, Garang Asemnya sedap, banyak lagi pilihan makanan minuman khas Indonesia yang dimasak sempurna oleh siswa SMK. Cara mereka melayani tamu pun serasa berada di restoran ternama. Anak-anak sekolahan ini memang sedang dididik seperti sudah menjalani profesinya di bisnis kuliner.

Berita menariknya lagi, baik RUS maupun SMK Negeri 1 Kudus juga akan melebarkan sayap dengan membuka jurusan tata busana. IFC kembali mengembangkan pembedayaan, regenerasi, pelatihan dan pendampingan untuk guru dan siswa, agar punya kompetensi yang siap menjawab tantangan di luar sekolah. Tantangan sebenarnya di industri. 

Nah, pertanyaannya siapkah industri menerima tenaga siap pakai SMK, terutama SMK dengan pendampingan seperti ini? Siap kah industri memfasilitasi tenaga kerja dengan fasilitas high-tech yang bisa membantu tenaga kompeten menghasilkan karya maksimal? Atau pertanyaan lain, siapkah pemerintah dan pihak swasta menghubungkan SDM Indonesia ke dunia luar yang siap menerima mereka, barangkali kolaborasi dengan industri di luar negeri yang lebih matang?

Karena kalau dalam catatan saya, tenaga kompeten yang terlatih lulusan SMK, akan bisa berdampak untuk negeri kalau mereka juga mendapat kesempatan melakukan perjalanan lebih jauh lagi. Sejauh apa pun perjalanan mereka, dengan sikap mental positif dan cinta negeri yang semoga juga ditanamkan di sekolah, akan membuat mereka kembali ke negaranya, kembali untuk transfer pengalamannya usai menjelajah dunianya. Bukankah kita akan selalu tahu jalan pulang setelah kita jauh bertualang?

Barangkali data yang saya dapati dari media sosial Indonesia Human Capital Summit 2016 ini bisa jadi bahan merenung kita, untuk Indonesia. Apakah kita siap menjadi lebih kompeten dan bertarung dalam persaingan talenta dunia? 








You Might Also Like

10 comments:

siti muhibah mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
siti muhibah mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
siti muhibah mengatakan...

Terimakasih Mb Wawa Raji, tulisanmu selalu membuatku semakin rindu membaca, menelaah dan mantap untuk terus mengundangmu disetiap event IFC. Terimakasih juga untuk pendamping setiamu, Mas Satto, yang senantiasa sabar memenuhi permintaan kita berfoto. Sekali lagi terimakasih sampai jumpa di event mendatang.

Banyak cinta untukmu dan Mas Satto...

wawaraji mengatakan...

Terima kasih banyaaak mbak Ibah....terima kasih kepercayaan dan kesempatannya, kapan2 kita ajak lebih banyak bloggers ya biar makin seru! hehehe

srisubekti.com mengatakan...

Terima kasih Mbak Wawa Raji..udah diberi kesempatan untuk gabung, dan bisa belajar sebagai blogger dari Mbak Wawa...

Semoga lain waktubisa berkesempatan bertemu lagi...
salam paling hangat buat Mbak Wawa sekeluarga..ya

wawaraji mengatakan...

ah perjumpaan singkat ya mbak. semoga lain waktu bertemu lg d Kudus. salam ke blogger Kudus yaaaaaa

Mel Allira mengatakan...

Peran serta pemudi/pemuda (youth) dalam masa depan berbagai macam industri/sektor di Indonesia memang menjadi penting sekali ya, Mbak Wawa.. Aku juga mau share ttg peranan youth ini di bidang pangan nantinya.. :)

Syarifani mengatakan...

Kebetulan suami saya lulusan SMK jurusan informatika. Alhamdulillah bisa kuliah dan sukses. Ketika suami masuk SMK belum sepopuler sekarang. Seiring berjalannya waktu masyarakat sadar lulusan SMK bisa bersaing dengan lulusan SMA,bahkan tidak sedikit yang sukses. Semoga dengan tulisan ini bisa membuka mata paradikma orangtua ttg SMK juga ya mba. Thanks for sharing. Salam kenal :)

wawaraji mengatakan...

Hayuk MBA crt ttg potensimudaa..

wawaraji mengatakan...

Salam Kenaal..iyaah perlu sharing barangkali Yg berhasil thx