Jenjang Karier Tingkatkan Taraf Hidup OYPMK Berdaya

11.21.00 wawaraji 0 Comments

 

Penyandang disabilitas termasuk Orang yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) masih menghadapi stigma dalam masyarakat termasuk dunia kerja.  Keraguan akan kemampuan hingga kekhawatiran material dari faktor kesehatan menjadi penghambat penyandang disabilitas termasuk OYPMK dalam mencari kerja untuk meningkatkan taraf hidupnya. Meski begitu, dengan kerja keras dan sikap terbuka serta memposisikan diri setara mampu seperti manusia lainnya, OYPMK Berdaya Mahdis Mustafa membuktikan, jenjang karier tersedia dan bisa diraihnya. 

OYPMK Berdaya, Mahdis Mustafa berdomisili di Makassar membuktikan bagaimana upayanya sembuh dari kusta, bekerja keras meningkatkan taraf hidup, menepis stigma membawanya pada kesempatan berkarier hingga level supervisor. 

Mahdis mengawali kariernya sebagai cleaning service sejak dalam masa pengobatan kusta di Rumah Sakit di Makassar. Setelah sembuh, Mahdis mendapatkan kepercayaan dari perusahaan outsource cleaning service untuk bekerja dan berpindah kontrak dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya. Hingga akhirnya, perusahaan tempatnya bekerja menunjuk Mahdis dengan kompetensinya, memimpin tim menjadi supervisor di perusahaan outsource cleaning service. Kini Mahdis Mustafa menjabat sebagai SPV cleaning service, PT.Azaretha Hana Megatrading.  


Pada kesempatan berbagi di Ruang Publik KBR (27 Juli 2022), bekerja sama dengan NLR Indonesia, bersama penyiar Rizal Wijaya, Mahdis berbagi kisahnya. Pria asal Makassar ini mengaku menerima diagnosis kusta pada 2010 dan menjalani pengobatan di rumah sakit. Dalam keadaan terpuruk, keterbatasan biaya, ditambah stigma yang tinggi terhadap penyandang kusta, Mahdis tidak menyerah. Ia menawarkan diri kepada pihak Rumah Sakit tempatnya dirawat untuk melakukan pekerjaan kebersihan area perawatannya sendiri, tanpa digaji. 

“Saya membersihkan ruangan sendiri supaya ada kegiatan,” katanya.

Mahdis kemudian melamar pekerjaan dengan membuka dirinya kepada pihak HRD perusahaan bahwa dirinya adalah OYPMK. Dengan begitu perusahaan yang menerimanya bekerja telah memahami situasi sejak awal. Alih-alih ditolak, Mahdis justru mendapatkan peluang kerja sebagai cleaning service dengan kontrak satu tahun. Setiap tahun Mahdis melamar kembali, menambah pengalaman kerjanya dan terus memperbaiki portofolionya.  Kerja keras Mahdis berbuah kesempatan dari perusahaan yang mempercayakan posisi supervisor cleaning service kepadanya, untuk sebuah Rumah Sakit di Makassar.

“Saya membawahi dua tim, satu tim kebersihan di gedung, satu tim di taman dan halaman Rumah Sakit”, akunya.

Mahdis mengakui, OYMPK memang memiliki keterbatasan fisik terutama saat masa pengobatan enam bulan hingga satu tahun. Menurutnya OYPMK dianggap tidak berpendidikan dan tidak memiliki keterampilan mumpuni. Namun, di balik semua situasi tersebut, sepanjang ada ruang dan kesempatan untuk OYPMK berdaya dan berkarier, berbagai hambatan bisa dihadapi. 

“Sepanjang diberi ruang kesempatan semua bisa selagi bisa berusaha, mau mencari kerja dan mau belajar,” ujarnya.

Menurutnya kebanyakan OYPMK mengalami kendala jenjang pendidikan karena pengobatan kusta menghambat proses belajar. Pun ada OYPMK yang berpendidikan tinggi, umumnya publik tidak mengetahui statusnya sebagai OYPMK. 


Peran pemerintah dan masyarakat sama pentingnya dalam mengakhiri stigma yang menyulitkan OYPMK berdaya. 

Saat live streaming YouTube KBR, Agus Suprapto, DRG. M.Kes
(Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK RI) mengatakan literasi perlu ditingkatkan di masyarakat selain berbagai masalah lainnya yang harus ditangani bersama. 

Menurutnya penanganan OYPMK melibatkan lintas kementerian dan tidak hanya mengatasi klinis namun juga memfasilitasi peluang pekerjaan hingga menangani keluarga yang kontak erat serta proses kembalinya OYPMK kepada keluarga dan lingkungannya. 

Agus menyampaikan setiap daerah di Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam penanganan kusta. Faktor klinis masih menjadi isu di Jawa dan Bali, namun beda lagi kondisinya dengan Papua di mana masalah kusta lebih kepada pasien dengan alergi obat yang memperpanjang masa perawatannya. Kasus di Medan berbeda lagi, di mana perlunya perbaikan pemukiman. Belum lagi masalah sulitnya pengidap kusta untuk kembali ke keluarga karena berbagai faktor menyertainya.


Keharmonisan peran pemerintah bersama masyarakat mulai dari keluarga hingga lingkungan sekitar, juga pemberi kerja termasuk perusahaan/pihak swasta akan menentukan kualitas hidup OYPMK. Stigma tetap jadi musuh bersama, sambil menepisnya, memberi kesempatan yang setara bahkan membuka jenjang karier untuk OYPMK berdaya akan berdampak besar, seperti yang telah dibuktikan Mahdis Mustafa dengan kehidupannya.  

You Might Also Like

0 comments: