Menjadi Saksi Transformasi Sarinah

21.57.00 wawaraji 0 Comments




Minggu, 5 Juni 2022 niatnya mau rebahan aja di rumah setelah malamnya kelayapan sama suami sampai jam dua pagi. Ternyata hasrat keluar rumah masih tinggi. Akhirnya ikut menemani Satto Raji ke hotel di Mangga Dua Jakarta Pusat, produksi konten medsos untuk Kalosa Project Wedding Decoration.


Hanya butuh waktu 30 menit untuk produksi konten yang nantinya Satto edit untuk konten Reels dan Tik Tok. Asik banget kan pekerjaannya? Thanks to couplepreneur Tari dan Wawan yang percaya sama kami untuk digital marketingnya.


Alasan kenapa saya “maksa” ikut motret karena sesudahnya masih banyak waktu luang bersama pasangan. Hit and run aja, mau ke mana, mau apa. Kami melewati Pos Bloc tapi harus vallet parking, batal deh. Lanjut ke arah Thamrin, sempat terpikir ke Masjid Sunda Kelapa (lagi) karena butuh tempat shalat maghrib dan makan berhubung perut mulai keroncongan. Tapi berubah lagi pikiran berhubung sudah niat isi emoney untuk parkir di Sarinah. Akhirnya Duoraji menuju Sarinah yang meriah yaaa di Minggu Malam ternyata. 





Selalu asik menikmati jalan raya jantung kota Jakarta di hari libur, santai gitu, ramai tapi terasa beda kalau melewatinya di hari kerja. Warga Jakarta seperti menikmati kotanya di akhir pekan untuk sedikit relaksasi dari hiruk pikuk urusan cari cuan di Ibu Kota. Sebagai warga Tangerang yang mainnya lebih sering ke Jakarta, kami sih ikut menikmati seluruh fasilitas publiknya.


Mendekati pintu masuk parkir Sarinah, kami melewati beberapa hotel bintang empat yang kami rekomendasikan kalau ada urusan pekerjaan di Jakarta. Lebih karena lokasinya yang strategis dan memungkinkan pelancong jalan kaki menelusuri jantung kota Jakarta dan menikmati sensasinya, selain kulineran tentu saja. Sepanjang jalan MH Thamrin lalu jalan KH Wahid Hasyim berjejer hotel rekomendasi Duoraji. Sebut saja Four Points by Sheraton Jakarta, Ashley Hotel, Ibis Thamrin Jakarta, Artotel, dan ternyata setelah dua tahun pandemi enggak pernah mengunjungi kawasan Sarinah, ada hotel Dafam berdampingan dengan hotel nyeni terkeceh yang sejujurnya belum pernah saya inapi hanya sempat singgah menghadiri undangan event dahulu kala. 


Memasuki parkiran Sarinah, infrastrukturnya tertata rapi dan kini semi indoor alias ada atapnya (kecuali bagian rooftop ya). Setiap lantai parkir ada toilet yang rapi bersih, ada tangga untuk yang mau olah fisik alih-alih pakai lift. Di lantai satu parkiran ada musolah, kecil tapi rapi dan ber-AC. Cukup nyaman buat saya yang biasanya parkir di area ini berdekatan dengan pembuangan sampah (Sarinah dahulu kala). 





Tata letak Sarinah berubah 90 persen, masih ada yang tersisa atau memang sengaja tidak dibongkar seperti lift dari arah Djakarta Theater dan eskalator pertama di Indonesia yang sudah tidak difungsikan namun dipertahankan keberadaannya sejak 1966. Transformasi Sarinah bikin kagum geleng-geleng kepala dan adaptasi dengan perubahan zaman dan tren kekinian. Sejak pandemi COVID-19 yang saya pahami dari kebutuhan dan ketersediaan restoran/cafe adalah ruang terbuka hijau atau outdoor area yang teduh. Ini yang saya temui di Sarinah dengan banyak sekali area outdoor yang terkonsep baik untuk sekadar duduk-duduk santai, live music, atau spot foto untuk pengunjungnya update konten medsos tentunya. Menariknya, cara pemasaran Sarinah juga kekinian berbasis teknologi. Untuk bisa memasuki rooftop yang medsos friendly, pengunjung harus unduh aplikasi Sarinah. Petugas pintu masuk rooftop yang muda belia, menjaga ketat akses area terbuka dengan city view itu. Kalau belum bisa membuktikan sudah mengunduh aplikasi, mohon maaf tidak bisa masuk kak.


Kami skip bagian itu, sekadar tahu, sudahlah malas antri. Duoraji telusuri lantai demi lantai Sarinah yang kini bertransformasi menjadi destinasi wisata kota, kuliner, dan tentunya produk lokal yang mendapat perhatian istimewa. Karakter Sarinah sebagai destinasi belanja produk khas nusantara, suvenir khas Indonesia yang layak dijadikan suvenir untuk turis asing masih terjaga dengan baik. 


Sejak dahulu kala saya selalu nyaman berkeliling cuci mata di Sarinah, menikmati produk-produk lokal yang Indonesia banget. Dulu, Pasaraya dan Sarinah tempat mencari souvenir khas Indonesia. Sejak Pasaraya tiada, ya kini hanya Sarinah rasanya destinasi belanja andalan untuk oleh-oleh khas Indonesia. Selain juga tersedia produk fashion khas Indonesia seperti kebaya, tenun, maupun busana kekinian dengan sentuhan budaya nusantara.


Adanya toko Sari-Sari makin bikin Sarinah menjadi destinasi kuliner. Toko yang berpusat di Bandung ini buka di Sarinah. Aneka jajanan pasar bisa dibeli di sini, bisa dimakan langsung di area bersantai atau dibawa pulang, pun bisa menjadi oleh-oleh untuk teman, sahabat, kerabat, relasi yang sedang berkunjung ke Jakarta. Selebihnya banyak kedai kopi lokal dan ada kedai jamu kesukaan juga. Hadirnya kedai kopi lokal di Sarinah bikin Duoraji girang dan jadi magnet untuk nanti kembali lagi.


Namun kemeriahan Sarinah di Minggu malam bikin kami memilih tidak mampir ke satu kedai pun. Hampir tidak ada kursi kosong dan tidak cukup sabar untuk antri. Setelah berkeliling dan berfoto tentunya, kami memutuskan pulang. Dua jam 13 detik kami di Sarinah di Minggu malam, sholat Ashar dan Maghrib, menggunakan fasilitas toilet yang nyaman dan desain yang ciamik. Menikmati kota Jakarta dengan sensasi berbeda dari transformasi Sarinah. 


Menyenangkan menurut saya punya ikon kota yang berkarakter. Catatannya, produk lokal di Sarinah berkelas premium ya. Jika punya cukup anggaran belanja tentu saja kualitas produk sesuai harganya. Untuk destinasi kuliner, menurut saya tersedia semua kategori dari menengah sampai premium, jadi Sarinah kini bisa jadi destinasi lintas kelas. Pertemuan bisnis juga sangat mungkin dilakukan di Sarinah di beberapa restoran premium. Ada toko milik Kimia Farma juga di lantai dasar yang menjual produk kesehatan dan kecantikan, jadi kalau mendadak butuh produk kewanitaan, aman. Outlet money changer juga ada berdampingan apotek. Sayangnya satu outlet yang saya pernah datangi tidak lagi ada, toko resmi LM Antam tempat pernah bertransaksi 2012 silam. 


Sampai jumpa lagi Sarinah wajah baru 2022. Saya merasa nyaman meski biasanya agak kurang betah di lingkungan premium. Mungkin kentalnya budaya Indonesia yang terpelihara dan latar sejarah Sarinah yang masih dijaga bahkan dipopulerkan, juga adanya apresiasi terhadap pekerja seni dan kesenian, itu yang bikin saya pribadi betah berlama-lama. 


Semoga kerapihan dan kebersihannya terpelihara. Oya satu hal lagi yang bikin saya nyaman, meski banyak area terbuka dan anjuran untuk bermasker hanya untuk di ruang tertutup saja, saya masih berpapasan dengan lebih banyak pengunjung yang nyaman banget pakai masker sepertinya. Kami yang masih memakai masker di mana saja kecuali saat camping di gunung, merasa berada di lingkungan yang aman nyaman jadinya. 


Dokumentasi Sarinah Februari 2018 jepretan pribadi






Jakarta, Juni 2022.

You Might Also Like

0 comments: