Kekuatan Hati Itu Semata RahmatNYA Atas Prasangka Baik Kita

23.30.00 wawaraji 1 Comments




Foto Ilustrasi Doc. Wardah Fajri


Menyaksikan di linimasa bagaimana keluarga bapak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil bersama ibu Atalia, kuat hati menjalani takdirNYA, menerima ketentuanNYA, berpisah di dunia nyata tanpa perpisahan yang lazim dengan anak lelaki sulung, pedih tanpa mampu berkata-kata. Meski tak semua orang pernah mengalami kejadian yang persis sama, terasa sekali kiriman doa dan harapan dari warganet, tulus dengan empati mendalam. Begitulah orang baik menerima kembali balasan kebaikannya, tunai di dunia, dan semua semata karena rahmatNYA. 

Kasih sayang dan kekuatan Allah SWT mengalir deras sederas arus sungai Aare, saya imani, adalah hadiah Tuhan atas keberserahan tulus keluarga yang sedang berduka.Saya pada awalnya tidak mengikuti timeline berita kepedihan keluarga Kang Emil (panggilan akrabnya). Bukan karena tidak mau peduli, tapi karena saya menyiapkan diri, memastikan apakah sanggup mengikuti perkembangan beritanya. 

Pelan-pelan, saya susuri timeline media sosial, beruntung saya dipertemukan konten-konten no hoaks dan penuh dengan prasangka baik dari setiap postingannya. Saya juga memilih hanya mengikuti beberapa akun resmi yang terus menerus mengirim doa juga ikhtiar rasional dalam proses pencarian Eril.

Benar saja, tidak salah saya menakar diri, karena sungguh mengikuti perkembangannya seperti membuka kembali kenangan yang sudah tertata rapi dalam hati berkat rahmat Allah SWT. Satu postingan yang saya merasa sangat terhubung adalah ungkapan cinta dan empati dari Najwa Shihab, yang pernah mengalami rasanya kehilangan anak. Saya juga belum lama tahu kalau Najwa Shihab terpisah dunia dengan anak perempuannya. Tentunya tak ada yang bisa dibandingkan, meski saya dan suami juga punya kenangan hanya 3,5 tahun saja bersama anak perempuan Dahayu, rasanya pasti takkan persis sama.

Jadi, sungguh tak mudah mengikuti linimasa perihal keterpisahan orangtua dan anak atas takdirNYA. Tidak mudah namun bukan lantas tidak bisa. 

Sungguh, kami Duoraji imani, selama hati terhubung kuat kepada pemilik jiwa, segala yang berat tetap tidak lantas ringan rasanya namun ada ketenangan dalam keberserahan kepadaNYA. Iman, Islam, Ihsan yang kuat menyertai komitmen berprasangka baik atas apa pun yang Allah SWT tetapkan atas kita, hambaNYA yang tiada daya, sungguh menjadi penyelamat jiwa untuk setidaknya tetap waras, tegar, tidak menyalahkan siapa pun dan apa pun. Adalah keberkahan atas izinNYA ketika kemudian  melanjutkan hidup dengan dimampukanNYA menebar pesan kebaikan yang sesungguhnya semua itu terjadi juga atas RAHMAT ALLAH SWT.

Allah SWT akan mengizinkan hambaNYA memiliki kekuatan hati, semata karena keberserahan tulus, berprasangka baik atas apa pun yang TUHAN MAU ATAS KITA, meyakini apa pun yang terjadi adalah yang terbaik menurutNYA meski jauh dari kenyamanan apalagi kemauan manusia. Dengan kerendahan hati serendah-rendahnya manusia bersimpuh tunduk hanya kepada Allah, memohon ampunan, memohon kekuatan, memohon keikhlasan dan penyertaan TUHAN atas setiap langkah yang dilakukan selama masih diberikan kesempatan hidup. Saat manusia memaksimalkan kesabaran dan keberserahannya, saat itulah Allah Swt menunjukkan kuasaNYA, rahmatNYA turun ke jiwa manusia yang DIA kehendaki untuk menyikapi kepedihan dengan ketenangan dan ketegaran.

Saya sangat mengimani proses pergulatan batin yang menyertakan Tuhan ini adalah rahmatNya atas kita yang berusaha keras berpikir dan berprasangka baik atas segala ketetapan sang pemilik jiwa. Cukuplah pasangan dan orang-orang terdekat kesayangan yang tahu persis, bagaimana dialog Duoraji dengan Tuhan terjadi, di Rumah Sakit tempat anak kami terbaring koma di ICU 2016 silam hingga akhirnya kami menggendong langsung tanpa keranda, anak perempuan kami yang terbujur kaku berselimutkan kain putih, lalu kami makamkan tanda perpisahan raga selamanya. Dialog jiwa inilah yang menguatkan, tentunya dengan kekuatan doa keluarga, kerabat, sahabat, kawan, relasi, rekan, bahkan orang asing yang terpapar cerita kami di linimasa. Orang asing yang kemudian menjadi sahabat dalam kebaikan atas rahmatNYA.

Sungguh saya tidak menemukan kata yang tepat setiap kali membagikan postingan media sosial dari peristiwa pedih di Sungai Aare. Satu dua kata saja bisa saya ketik, jari-jari saya kaku, hati saya beku, namun ingin rasanya membagi empati sekadar untuk menunjukkan kami peduli. 

Kata-kata yang bisa saya tuliskan hanyalah mengulangi lagi doa-doa kami dahulu kala, kuatkanlah ya Allah. 

Saya tidak sedang mengatakan “Bisa saya pahami rasanya”, karena sesungguhnya tidak ada rasa yang sama persis bagi para orangtua yang berpisah dengan anaknya, berbeda dunia. Barangkali satu rasa yang sama, kehilangan, namun itu pun tidak bisa dibanding-bandingkan. Jari-jari ini hanya bisa menuliskan komentar: ikut mendoakan keselamatan, semoga keluarga dikuatkan (oleh Allah Swt).

Dari hati terdalam, doa kami menyertai (mengulangi kembali doa yang kami pernah dan selalu kami panjatkan): aliri kekuatanMU, kami terima kehendakMU, berilah petunjukMU untuk kami bisa menjalani sisa hidup dengan penyertaanMU selamanya, kumpulkan pertemukan selimuti kami dengan orang-orang saleh yang Engkau Ridhai, kuatkan Iman, Islam dan Ihsan kami. Kuatkanlah, kami mohon, ya Tuhanku. Kami Ikhlas (dan berusaha berlatih keikhlasan, sepanjang nafas berhembus), kuatkanlah.  




Tangerang, Banten

3 Juni 2022 


You Might Also Like

1 comments:

fanny_dcatqueen mengatakan...

Membaca berita akhir2 ini ttg kang Emil dan keluarga, akupun merasakan sesak yang sama mba.. sedih membayangkan kalo harus kehilangan anak dengan cara seperti itu. Tapi aku selalu percaya, Allah tak akan memberikan cobaan yang terlalu berat utk hambanya. Dan aku selalu belajar meyakini, kalo apapun yang kita punya, itu sebenernya cuma semu dan titipan. Suatu saat, kalo Allah memang mau ambil, siapalah kita utk menolak ... Itu aja peganganku selama ini. Supaya bisa kuat jika sudah waktunya berpisah dengan keluarga yg disayang