Memberantas Vaksin Palsu, Apa Peran Kita?
Isu vaksin palsu masih jadi pemberitaan di media, dan masih ramai di media sosial. Kekhawatiran bahkan ketakutan dialami banyak orangtua terutama dengan anak balita yang rutin terjadwal melakukan imunisasi. Kecaman juga terus muncul berjamaah mengutuk pelaku produsen vaksin palsu, oknum tenaga medis yang serakah mendulang untung dari ketidakmengertian masyarakat awam mengenai sumber vaksin untuk imunisasi.
Serakah saya bilang, ini murni asumsi pribadi, sekadar menyimpulkan sendiri motif dari pelaku membuat dan mengedarkan vaksin palsu ini. Serakah karena kesan awalnya, para pelaku jelas tergiur uang berlimpah dari jual beli vaksin palsu, dengan jaringan tenaga medis tak bermoral yang semuanya serakah ambil jalan pintas menjadi kaya. Sekali lagi ini asumsi, karena memang belum jelas, apa sebenarnya motif pelaku, ada apa di balik peredaran vaksin palsu ini, siapa dalangnya? Yang pasti ada motif ekonomi di balik pemalsuan vaksin ini.
Terlalu banyak pertanyaan di kepala mengenai vaksin palsu. Namun satu hal pasti, semua orang mengutuk para pelaku pembuat dan pengedar vaksin palsu. Pasalnya, isu kesehatan ini menimbulkan keresahan, tentang bagaimana kesehatan anak-anak, generasi ke depan, dan kita masyarakat awam pun jadi merasa terancam karena tenaga medis ternyata bisa leluasa melakukan aksi tak bermoral ini.
Namun apa gunanya terus mengutuk kalau tidak ada solusi dan bagaimana mengantisipasi masalah ini dan memutus rangkaian masalah agar tak berkelanjutan.
Menghadiri talkshow beberapa hari jelang Hari Raya Idul Fitri bersama BPOM dan Sahabat Ibu Indonesia, sungguh mencerahkan dan setidaknya mengurangi kekhawatiran para orangtua. Setidaknya, masyarakat melalui peran blogger, mendapatkan informasi dari sumber terpercaya mengenai vaksin palsu dan peredarannya.
Sepekan usai Lebaran, ternyata vaksin palsu masih menjadi isu penting di media. Selalu ada perkembangan penanganan pemerintah mengenai masalah kesehatan ini. Namun yang pasti, saya pribadi merasa lebih teredukasi dan mengurangi sedikit khawatir serta bisa berbagi informasi saat silaturahim bersama keluarga saat liburan lebaran lalu. Isu vaksin palsu ini pun menjadi topik hangat di lingkungan keluarga.
BPOM #PeduliVaksin
Menghadirkan Drs. Arustiyono, Apt, MPH selaku Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT Badan POM RI, talkshow #pedulivaksin bersama BPOM memberikan edukasi dan pencerahan.
BPOM sendiri sudah melakukan tindakan pengamanan dengan melokalisir penyebaran vaksin palsu dengan melibatkan 32 balai POM di seluruh Indonesia, melalui inspeksi.
Kondisinya, sudah terdeteksi penyebaran vaksin palsu ini di 9 provinsi serta di 37 titik bukan hanya Rumah Sakit tapi juga Klinik, Apotek, bahkan praktek bidan.
Pemerintah sedang memproses secara hukum terkait kasus vaksin palsu ini. Berita terbaru menyebutkan bahkan pemerintah akan menindak dari sektor keuangan untuk mengatasi isu kesehatan ini.
Presiden Jokowi juga sudah menegaskan bahwa pemalsu vaksin harus dihukum berat. Kemenkes bersama BPOM juga bersinergi memastikan agar sarana pelayanan kesehatan tak membeli vaksin dari jalur ilegal.
Sumber foto: news.detik.com |
Ke depannya, BPOM akan lebih mengintensifkan melakukan pemeriksaan di sarana-sarana pelayanan kesehatan dan pelayanan kefarmasian, apakah tedapat vaksin palsu atau tidak juga produk ilegal lainnya.
Soal isu peredaran produk ilegal di sejumlah toko obat, BPOM menanggapinya bahwa BPOM tidak memiliki kewenangan melakukan tindakan. Faktanya, pada 2015, BPOM sudah merekomendasikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bahwa ada sekitar 7600 toko obat dan apotek yang disinyalir menyalurkan produk ilegal. Namun apa daya, BPOM tidak bisa menerapkan sanksi karena memang bukan wewenangnya. Adalah wewenang Pemda untuk menindak dari informasi yang diberikan oleh BPOM.
Di Surabaya, BPOM pernah merekomendasikan Walikota Ibu Risma untuk mencabut izin beberapa apotek, dan hampir 100 persen ditindaklanjuti.
BPOM juga sudah memberikan saran kepada jajaran Gubernur untuk menindak apotek, toko obat yang direkomendasikan dari hasil inspeksi BPOM. Namun tindakan tetap menjadi wewenang pemerintah daerah. Termasuk soal vaksin palsu yang memang kesulitannya adalah membedakan mana asli dan palsu lantaran kemasan sangat rapi.
Dengan berbagai upaya pemerintah bersama BPOM ini apakah warga masih tetap khawatir? Bagi saya, wajar kalau warga masih khawatir selama informasi yang diterima masih simpang siur, dan edukasi serta sosialisasi masih minim.
Yang pasti, kekhawatiran juga perlu diimbangi dengan tindakan. Warga juga bisa lebih kritis terhadap tenaga medis, apalagi jika urusannya terkait kesehatan bayi.
Arustiyono mengatakan masyarakat punya andil dan bisa mengantisipasi setidaknya dengan lebih memerhatikan kedaluwarsa pada kemasan vaksin. Warga perlu berani bertanya kepada tenaga kesehatan, termasuk bila ragu mengenai vaksin, tanyakan apakah vaksin yang diberikan saat imunisasi asli atau palsu.
Rasanya masih sulit memang bagi warga biasa untuk memastikan vaksin palsu atau tidak selain kritis mempertanyakan dan menyikapi. Selain memastikan keterangan kadaluwarsa vaksin, hal lain yang mungkin bisa dilakukan adalah kritis memastikan pemusnahan kemasan vaksin. Barangkali kita bisa minta kemasan vaksin usai imunisasi, lalu benar-benar kita musnahkan sendiri. Meski mungkin ini jarang sekali terjadi, karena begitu bertemu tenaga medis, kita cenderung menyerahkan segala urusan kepada tenaga medis di Rumah Sakit atau Klinik, tak pedulikan lagi sumber obat/vaksin atau produk kesehatan lainnya.
Semoga saja pemerintah dan berbagai pihak yang peduli juga bisa menyeimbangkan kasus vaksin palsu dengan edukasi kesehatan lebih intens kepada warga. Juga membangun kebiasaan baru di sarana kesehatan, dengan memberikan lebih banyak akses informasi kepada pasien. Tenaga kesehatan rasanya juga perlu belajar lebih mendalam cara berkomunikasi dengan pasien, supaya pasien merasa tenang dan nyaman terinformasikan dengan baik atas produk kesehatan yang dibelinya melalui tangan-tangan "penuh kuasa" dari tenaga kesehatan kita.
0 comments:
Posting Komentar