Dahayu, Balita Pejuang Tangguh Pahlawan Keluarga

23.58.00 wawaraji 33 Comments



Pahlawan. Saya belum buka kamus mencari kata pahlawan. Namun ketika menyebut “pahlawan” yang terlintas di pikiran adalah sosok hidup atau mati, yang berjuang dalam hidupnya, punya cerita inspiratif dalam hidupnya membangkitkan semangat hidup, memotivasi, memberi banyak hikmah, pelajaran hidup, pengalaman berharga, sosok yang tidak selalu bermaksud menggerakkan orang lain berbuat kebaikan di muka bumi namun sejarahnya/riwayatnya/ceritanya mampu menggerakkan setiap pribadi yang mengenalnya menjadi orang lebih baik, berguna, menjadi terinspirasi untuk hidup bermanfaat terhadap sesama demi menuju cahayaNYA.

Coba kita lihat apa kata kamus tentang “pahlawan”.  KBBI menyebutkan Pahlawan/pah-la-wan/ orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani.

Bagi saya yang menulis ini atas dorongan kuat dari suami, pahlawan kami adalah Dahayu. Anakku, balita, usianya hampir 3,5 tahun, yang telah kembali kepada pemiliknya, Allah SWT, pada Sabtu, 6 Agustus 2016 pukul 8.25 pagi setelah dirawat 6 hari di Rumah Sakit Swasta. 

Dahayu adalah Warga Negara Indonesia yang telah menggunakan haknya sebagai warga, menggunakan fasilitas negara, BPJS Kesehatan, di enam hari terakhirnya.  Dahayu  adalah WNI beragama Islam yang sudah mengucap dua kalimat syahadat dan mengenal Allah, Rasul, Al-Quran, Shalat, atas bimbingan Allah melalui orangtuanya. 

Dahayu Hadiya Raji adalah pahlawan keluarga kami. Suami saya, Satto Raji, berkata “Dahayu sejak lahirnya adalah pejuang. Sampai perginya dia berjuang tidak menyerah sampai Allah memanggilnya.”

Saya terhentak dengan kata-kata ini. Maka saya mulai memberanikan menulis ini. Dua minggu setelah kepergian Dahayu, saya belum menyentuh laptop untuk menulis karena saya masih enggan. Saya menulis di buku tulis dengan puplen namun tak pernah ada yang selesai. Atas dorongan kata-kata suami itulah saya menulis ini.

Sebenarnya, kata-kata tersebut  bukan pertama kali diucapkan. Saya dan suami, #DuoRaji sudah sering memikirkan ini. Sewaktu Dahayu masih sehat wal afiat, kami sudah menganggapnya pejuang tangguh dari sejak lahir hingga ia berjuang mengatasi kondisi fisik dan perkembangan yang berbeda dengan anak-anak lain seusianya.

Sewaktu Dahayu masuk ruang ICU hingga meninggal setelah 4 hari tidak sadar di ICU, #DuoRaji sudah menganggapnya pejuang. Dahayu berjuang bersama kami, ayah ibunya, dengan dukungan yang luar biasa besar dari keluarga dan pertemanan, dukungan moral dan materi, atas Dahayu. 

Dahayu berjuang hingga kematian mengakhiri perjalanannya di bumi, dengan banyak pesan, banyak sekali hikmah, dari kisahnya dari perjalanannya di dunia.

Dahayu, pahlawan kami barangkali sudah berkumpul di alam barzah bersama pahlawan lainnya. Saya pribadi selalu mendoakan Dahayu sudah berpelukan dengan suri teladan kami, pahlawan agama kami, pahlawan yang membuat kami menjadi umat muslim dengan keyakinan teguh atas kuasa Allah SWT, yakni Nabi Muhammad SAW. Saya selalu mendoakan Dahayu sudah dalam pelukannya, keluarganya, sahabatnya.

Barangkali Dahayu juga sudah berpelukan dengan presiden pertama negara yang ditinggalinya, Indonesia, presiden Soekarno. Sosok besar begitu menginspirasi dengan kekuatan kata-kata yang membakar semangat, membuat berpikir, ingin melakukan sesuatu yang berarti demi bangsa peninggalannya.

Barangkali, Dahayu juga sudah salam hormat dengan banyak tokoh pahlawan bangsa RA Kartini yang begitu tegar memperjuangkan nasib anak perempuan untuk bisa berpendidikan. Sosok ibu, istri, anak perempuan yang begitu besar impiannya, pantang menyerah mewujudkan mimpi, berani melawan arus, berjuang hingga meninggalnya saat melahirkan anak dari rahimnya.

Dahayu barangkali juga sudah salam hormat dengan H Agus Salim teman seperjuangan guru bangsa Hos Tjokroaminoto, yang bersahaja hidupnya dengan perjuangannya, tokoh besar hidup sederhana pada masanya, mengontrak rumah hingga meninggalnya, dan hidup tanpa utang, di balik semua perjuangannya untuk Bangsa.

Dahayu, barangkali sudah salam hormat dengan bapak bangsa Presiden RI, Gus Dur, sosok pahlawan hidup dalam keberagaman, bagi saya. Sosok yang tak selalu mudah dipahami pemikirannya namun beliau lah malaikat bangsa ini, bagi saya.

Dahayu sudah bertemu dengan kakak kandungnya, yang juga pahlawan keluarga kami, pemberi pesan orangtuanya untuk hidup sehat penuh kesabaran. Entah apa jenis kelaminnya, perempuan atau laki-laki, tapi anak pertama kami, kakak Dahayu, sudah lebih dahulu menantinya di alam barzah, semoga mereka selalu bersama. Biarkan Dahayu yang menceritakan seperti apa ayah ibunya, kakek neneknya, saudara-saudaranya di dunia, semoga mereka ridha atas kami.

Dahayu juga sudah bertemu dengan kakek buyut dari pihak ibunya, tentara rakyat yang menjadi pemimpin sebagai lurah kampung halaman ibunya, kampung Kreo, Tangerang lebih dari 30 tahun lalu. Dahayu sudah bertemu mbah buyut sepuh dan lurah Desa Kemulan, Kabupaten Malang, dari pihak ayahnya, yang berjuang membangun desa dengan perjuangan yang tak kalah luar bisa melawan fitnah komunis atasnya.

Dahayu adalah pahlawan keluarga. Begini cerita perjuangannya.



Perjuangan Lahir


Dahayu adalah #pejuangcilik sejak delapan bulan usianya dalam kandungan. Dia anak perempuan yang sangat kuat dan pantang menyerah. Untuk menceritakan perjuangannya, mau tak mau, saya harus menceritakan kehamilan saya.

Dahayu adalah anak yang sangat #DuoRaji nantikan kehadirannya,setelah kakaknya tak berhasil hidup dalam rahim di usia 2,5 bulan, kematian embrio, detak jantungnya berhenti meski dua bulan sebelumnya perkembangannya baik-baik saja. Jarak kakak dan Dahayu cukup jauh, 1,5 – 2 tahun. Kehadiran kakak Dahayu pun lama dinanti, dua tahun setelah pernikahan #DuoRaji pada 2008 lalu. Sekitar empat tahun kami menantikan malaikat kecil kami lahir, Dahayu. Indah pada waktunya. 

Tuhan Maha Tahu, penentu segala peristiwa yang terjadi pada manusia. Dahayu, dengan kontrol cukup ketat sepanjang kehamilan hingga usia tujuh bulan, harus mengalami peristiwa menegangkan di usia delapan bulan dalam kandungan. 

Usia 34 minggu kehamilan, dokter mendiagnosis plasenta previa, dengan kondisi serius yang mengharuskan ibunya dirawat. Dalam perawatan dokter, hari kedua rawat inap, terjadi pendarahan hebat akibat plasenta previa. Prosedur penyelamatan ibu dan bayi dilakukan dokter kandungan yang hebat. Atas izin Allah, ibu dan Dahayu, selamat. Saya ingat betul, hari itu, Kamis 28 Februari 2013 adalah perjuangan Dahayu lahir ke dunia.

Semua terjadi begitu cepat. Kamis, pukul 17:00 terjadi pendarahan hebat, penyelamatan ibu dan bayi adalah yang utama, pendarahan dikendalikan di klinik hingga adzan maghrib berkumandang. Allah masih memberikan umur kepada ibu dan Dahayu. Alhamdulillah. Mukjizat. Ibu masih bisa bernafas, Dahayu masih bisa diselamatkan.

Dokter bersiap membawa ibu dan bayi ke Rumah Sakit tempatnya berpraktik untuk  pembedahan. Jarak tempuh dari klinik dan RS sekitar satu jam. Satu jam yang penuh keberserahan, Allah berikan kemudahan dalam perjalanan. 

Tiba di rumah sakit, dokter dengan sigap menyiapkan operasi Caesar. Banyak calon ibu yang antri saat itu, namun ibu dan Dahayu mendapatkan prioritas. Tak lama, pukul 8 malam lewat beberapa menit, Dahayu lahir. Tangisannya keras sekali. Sangat keras untuk seorang bayi prematur. Jari-jarinya lengkap. Meski memang berat tubuhnya rendah, bayi lahir berat badan rendah, 2,25 kg. Bersyukur, Alhamdulillah untuk bayi prematur, berat badannya tidaklah terlalu rendah.

Perjuangan Dahayu lahir, bagaimana dia bertahan hidup, bersama ibu yang sama-sama berjuang hidup, sungguh mukjizat.

Sesudah lahir pun dia masih berjuang, menstabilkan pernafasannya dengan bantuan alat di inkubator. Menstabilkan bilirubinnya yang tinggi atau biasa disebut bayi kuning. Juga menstabilkan suhu tubuhnya yang masih harus beradaptasi dengan dunia yang semestinya belum ditemuinya, yang semestinya dia masih berada dalam kandungan empat minggu lagi.

Dahayu dan ibu berjuang untuk kuat,  untuk bisa hidup bersama, bernafas bersama. Ibu yang lemah akibat pendarahan baru sanggup menyentuh kulitnya dua hari setelah melahirkan. Kami terpisah di rumah sakit yang sama. Ibu sangat lemah. Bahkan untuk bercakap-cakap pun tak selalu sanggup berlama-lama, tak sanggup menahan rasa letih. Sangat lelah seperti kehabisan tenaga. Tak sanggup bangkit dari tempat tidur. Bahkan untuk buang air kecil ke kamar mandi pun keseimbangan seperti menghilang, Pusing luar biasa.

Kondisi demikian berdampak kepada ASI yang sulit sekali keluar. Padahal, segala kebutuhan untuk menyusui sudah disiapkan kecuali pompa yang memang belum sempat terbeli lantaran tak menyangka harus melahirkan usia kehamilan delapan bulan. Saya sangat ingin menyusui, namun kondisi fisik yang sangat lemah, psikis terganggu karena mau tak mau harus melahirkan bayi prematur, psikis karena berusaha menerima ketentuan Allah bahwa Dahayu lahir prematur dengan berat di bawah normal, dan berbagai risiko yang menyertainya, teknik menyusui yang tidak tepat, semua bercampur menjadi satu membuat Dahayu kurang minum ASI dan bercampur minum susu formula.

Dahayu berjuang hidup normal, tujuh hari dalam perawatan di Rumah Sakit, dengan ibu yang disarankan pulang ke rumah, istirahat cukup, sambil terus berusaha memompa ASI, berdamai dengan diri, beradaptasi dengan kondisi bahwa Dahayu lahir prematur, harus dirawat dan tinggal terpisah dengan ibunya, harus memompa ASI hanya dengan memandangi fotonya yang manis sedang tersenyum. 

Dahayu berjuang, ibu berjuang, ayah pun berjuang harus lebih kuat demi menguatkan ibu dan Dahayu, juga harus memastikan ASI perah dibawa dengan sempurna dari rumah ke rumah sakit dengan jarak jauh dan kondisi cuaca panas terik. ASI yang tak seberapa jumlahnya, tapi tak apa, demi asupan terbaik untuk anak Dahayu.

Tujuh hari berlalu, Dahayu dinyatakan aman dibawa pulang, dengan banyak catatan perawatan di rumah. Yang terberat adalah memastikan suhu tubuhnya hangat. Listrik dengan daya 100 watt dipasang di kamar memastikan Dahayu selalu hangat. Tubuhnya terbungkus rapat. Kamarnya bersih dan steril. Ibu tak mengizinkan sembarang orang keluar masuk apalagi dengan pakaian dan tangan tak bersih. Pembersih tangan selalu tersedia di kasur, memastikan semua tangan yang menyentuh bayi mungil itu terjaga kebersihannya demi kesehatan maksimal untuk anakku, Dahayu. Saya memahami kondisi bayi prematur dari berbagai referensi. Saya pun menjadi sangat protektif.

Satu bulan berlalu sejak lahirnya, Dahayu perlahan bisa menyesuaikan suhu tubuhnya. Listrik 100 watt yang sangat panas untuk tubuh dewasa normal itu perlahan dimatikan. Saya yang paling sangat khawatir kalau listrik padam apalagi jika hujan dingin, khawatir Dahayu anakku bayi prematur itu kurang kehangatan. Alhamdulillah Allah masih kasih umur panjang. Dahayu bertahan. Dia selamat atas izin Allah. Bayi prematur itu hidup dengan perjuangannya bulan demi bulan.

Enam bulan pertama terpantau semua tumbuh kembangnya,imunisasi pun lengkap diberikan. Sampai datang momen itu. Momen di mana Dahayu belum menunjukkan perkembangan normalnya bayi seusianya. Dahayu belum bisa tengkurap dan telapak kaki kanannya terlihat kaku, serta genggaman tangannya masih sangat kencang dan sulit membuka telapak tangannya. Dua bulan memantau milestone tumbuh kembang bayi, kami pun mulai khawatir. Usia delapan bulan, Dahayu kami bawa ke klinik tumbuh kembang anak, di salah satu RS Swasta ternama di Jakarta Selatan. Satu dokter rehab medik, satu psikolog, melakukan observasi beberapa jam. Hasilnya, dugaan Cerebral Palsy, Dahayu direkomendasikan untuk MRI.

Shock. Dahayu kembali harus berjuang dalam perjalanan hidupnya. Mencari second opinion adalah langkah berikutnya yang kami, orangtuanya, lakukan. Mencari dokter yang tepat menjadi langkah awalnya. Mencari informasi lewat komunitas CP membuka jalannya. Tersebutlah nama seorang dokter anak saraf terpercaya, rekomendasi orangtua dari komunitas CP.

Dahayu berjuang bersama dokter anak saraf senior ini, kami memanggilnya mbah dokter, karena memang sudah senior dari usia. Menurutnya, MRI tidak disarankan untuk anak di bawah satu tahun. Diagnosisnya pun berbeda, delayed development, adalah status Dahayu dengan kondisi spastik. Fisioterapi menjadi perawatan yang disarankan, oleh dokter anak saraf dan tiga dokter lainnya yang pernah kami cari pendapatnya. Hanya dua dokter yang menyebutnya dugaan CP dan menyarankan MRI, yang tiga lainnya, tidak demikian.

Dahayu berjuang dengan fisioterapinya. Tangisan keras saat menjalani terapi adalah suara yang mau tak mau harus kami dengar dan berdamai atasnya. Tega tak tega, kami berharap Dahayu tahu, itulah yang terbaik untuknya untuk mengoptimalkan hidupnya di masa mendatang. 

Dua kali seminggu kami datang ke klinik tumbuh kembang untuk fisioterapi, satu jam per sesi. Satu jam yang panjang dan penuh perjuangan. Dahayu harus menjalankan beberapa terapi dan gerakan-gerakan yang harus dilakukan juga di rumah. Kami, orangtuanya, berlatih menjadi terapis pribadi.

Dahayu berjuang dengan fisioterapinya dari usia sembilan bulan. Latihan di klinik, latihan di rumah, pijatan dan peregangan yang mungkin “menyiksanya” dengan tangisan keras menyertai setiap latihan.



Dahayu adalah pejuang. Dia patuhi ayah ibunya. Kadang dia menatap penuh curiga, atau bahkan penuh harap, agar orangtuanya tidak melakukan latihan yang “menyiksanya” di rumah. Namun Dahayu juga pasti tahu, ayah ibunya hanya melakukan yang terbaik untuknya. Berbicara memberikan pengertian dan menularkan rasa sabar ke Dahayu, adalah sisipan dari setiap kali latihan. Bersabar Nak, latihan ya, kita bernyanyi sambil berlatih yuk, doa minta Allah bantu adalah kata sakti yang selalu kami ucapkan, kami tanamkan sejak Dahayu bayi. Terapi adalah bagian dari rutinitas kami sejak Dahayu sembilan bulan usianya.

Dengan perjuangannya mengatasi kekurangan motorik kasar, Dahayu mahir bicara dan menunjukkan tumbuh kembang normal di sisi lainnya. Dia bisa mengucap “Ayah” kata pertamanya di usia 11 bulan. Dia bisa mengucap banyak kosakata sejak itu. Saya ingat sekali, selalu mencatat berapa kata yang sudah bisa dia ucapkan mengikuti pertambahan umurnya. Dahayu berkembang kognitifnya. Dia bisa bicara dengan lancarnya hingga usia satu, dua, tiga tahun. Meski ada yang belum dia bisa, berdiri sendiri dari posisi duduk, berjalan, apalagi berlari. Hingga usia tiga tahun lima bulan, dia belum bisa berdiri dan berjalan.


Usia 3 tahun 5 bulan Dahayu lancar bernyanyi, "Happy Birthday" . Dia bisa mengungkapkan perasaan. Dia bisa bilang “Ibu, Dahayu mau peluk ibu”. Bisa bilang “ I Love You” dengan bahasanya. Bisa bilang “ Ibu, Ibu cantik deh”. 

Dahayu, Alhamdulillah atas bimbingan Allah, bisa mengucapkan dua kalimat syahadat. Dahayu, Alhamdulillah, bisa membaca Al Fatihah, shalawat nabi, membaca doa makan, doa tidur, beberapa doa lainnya. Dahayu, Alhamdulillah, mengenal Tuhan dan Nabi teladannya, di usia tiga.

Begitu cerdas dan kuatnya Dahayu, meski daya tahan tubuhnya yang memang lebih rendah, membuat setiap tahun Dahayu terganggu kesehatannya. Tahun pertama dirawat di RS karena infeksi bakteri. Tahun kedua dirawat di RS karena infeksi virus. Sekali dalam setahun dalam perawatan dan balita ini begitu kuat, pantang menyerah, dan atas izin Allah diberikan nafas hingga usia tiga tahun lima bulan.

Hingga tiga tahun lima bulan usianya, Dahayu, yang sudah begitu keras berjuang dengan terapi, berbagai jenis terapi motorik kasar, mengakhiri perjuangannya, semua atas ketentuanNYA.

Penguatan indah dari tante Winda 


Perjuangan untuk Kembali

Hari itu, Minggu, 31 Juli 2016. Ibu harus bekerja pagi-pagi sekali, dalam kondisi fisik yang masih belum fit, demi memenuhi janji. Ibu tak mau utang janji. Bukankah berdosa utang janji, nak? Tapi ibu kadang menyesali kenapa pagi itu ibu pergi. Meski ibu sadari, semua sudah ketentuanNYA, jangan pernah menyesali karena itu tandanya mengingkari ketentuan.

Dahayu sudah diberitahu, ibunya akan pulang jam 12 siang. Telat dua jam, Dahayu mulai gelisah. Ibu dan Dahayu bertemu Minggu pukul 14:30 dengan kondisi Dahayu tiba-tiba muntah-muntah, sering, dan menyiksanya. Tanpa ada gejala sakit apa pun sebelumnya.

Hingga pukul 15:30 Dahayu masih muntah tak karuan. Masih bisa bicara, minta minum air putih dan teh, lalu muntah. Tubuhnya lemas. Mulai tak terasa nyaman tubuhnya.

Ayah sedang bekerja memotret. Ibu hanya ditemani bibi Deti. Mulai khawatir, Ibu akhirnya memutuskan membawa Dahayu ke RS terdekat, dengan BPJS dan surat rujukan sudah di tangan. Surat rujukan itu sudah ada berhari-hari, karena memang awalnya ingin meminta rujukan dari RS Sari Asih ke RS Harapan Kita untuk keperluan fisioterapi.
Pukul 16:00 di RS, Dahayu masuk UGD, di cek darah, di infus, dan akhirnya rawat inap. Mudah saja mendapatkan kamar perawatan.  Tak ada kesulitan menggunakan BPJS Kesehatan meski masih ada kekhawatiran dari pelayanan kesehatan dengannya.

Berhenti sudah muntahnya, hasil cek darah menunjukkan leukosit tinggi, penanda infeksi bakteri. Dahayu dalam perawatan malam itu, masih bisa diajak bicara meski masih lemah kondisinya, masih bisa protes saat diberi minum oralit.

Senin (1/8/2016) pagi hingga siang, Dahayu mulai diare berat. Tak berhenti diare sampai lemas sekali tubuhnya. Ibu masih sempat pulang berganti pakaian. Masih terasa aman meninggalkannya di ruang rawat inap bersama ayah.

Senin siang, mulai terasa aneh. Dahayu sangat lemas bahkan tak sanggup mengangkat kepalanya. Tatapan matanya nanar, kosong, tak merespons apa pun yang ibu katakan kepadanya. Pertanyaan kepada tenaga medis tak memberikan jawaban kondisinya sebenarnya kenapa. 

Hingga sekitar pukul 16:00 Dahayu tiba-tiba kejang, giginya mulai menggigit lidahnya, berkali-kali kejang, tanpa panas, hingga akhirnya tak sadar karena pengaruh obat anti kejang, kata tenaga medis.  Tenaga medis saya menyebutnya, dokter dan perawat, semua yang berjaga saat itu, saya sebut tenaga medis, mereka yang selalu saya tanya dengan kritisnya, dengan mempertanyakan segala sesuatunya untuk menjawab rasa penasaran dan khawatir saya saat itu. Mereka yang saya hujani pertanyaan memastikan kondisi anakku Dahayu.

Senin malam Dahayu kembali kejang. Diobati lagi, tubuhnya tergeletak, seperti tidur, dengan lendir terus menerus keluar dari mulut dan hidungnya. Sepanjang malam hanya membersihkan lendir itu. Dengan selang oksigen sudah terpasang sejak pertama kali dia kejang.

Selasa (2/8/2016) pagi, saya mulai gelisah. Berusaha mencari cara memindahkannya ke RS Harapan Kita. Apa pun akan saya lakukan demi membawanya ke tempat perawatan lebih baik, menurut saya. Dengan dokter ahli lebih lengkap, dengan alat kesehatan lebih canggih, menurut saya, perjuangan Dahayu akan lebih ringan, tidak terlampau berat untuknya, menurut saya.

Manusia hanya berencana, Allah yang menentukan. Segala perhitungan manusia, segala ikhtiar, tak ada daya jika Allah punya kehendak lain. Allah Maha Berkehendak dan Maha Tahu atas apa pun yang terjadi pada kita. Ikhtiar kami belum melihatkan hasil. Hingga akhirnya Dahayu gagal nafas dan dipindahkan dari rawat inap ke ruang ICU. Gagal nafas dan kondisi tidak sadar adalah kondisi terakhir Dahayu sebelum masuk ruang ICU. Perjuangan Dahayu pun lebih berat di ruang dingin itu.

Syok septik, adalah diagnosis dokter di ruang ICU. Kondisinya memburuk namun ikhtiar tetap dilakukan, diskusi dengan dokter menyimpulkan alat bantu tetap akan dipasang, sambil Dahayu terus berjuang.

Ikhlas dan doa mohon kekuatan dari Allah diberikan kepada kami, orangtuanya, adalah yang paling waras bisa kami jalankan. Ikhlas atas apa pun ketentuan Allah yang terbaik untuk Dahayu. Kami tahu, Dahayu pejuang, dia akan bertahan dan berjuang pantang menyerah. Kami pun demikian, membantunya semaksimalnya, berjuang untuknya. Doa dan kekuatan dari teman dan keluarga yang tak berhenti berdatangan, menguatkan kami, menguatkan Dahayu.

Namun pejuang cilik itu sudah mencapai batas ikhtiarnya. Kami yakin dia sudah berjuang hidup, ingin tetap bersama kami, namun barangkali Allah sudah menunjukkan tempat indah yang membuatnya sangat ingin ke sana, mengakhiri perjuangannya yang teramat berat di ruang dingin itu.

Begitu banyak kemudahan datang mengimbangi kesulitan yang kami alami sepanjang enam hari di rumah sakit. Kemudahan dan kesulitan datang bergantian, memberikan harapan juga memberikan kenyataan, sekaligus kekuatan untuk kami menerima apa pun ketentuan pemilik jiwa raga.

Kami yakin Dahayu berjuang,pantang menyerah, seperti yang sudah dia lakukan 3,5 tahun terakhir dalam hidupnya. Hidup bersama kami, orangtuanya, adalah perjuangan. Hidup dengan kondisinya, yang tak sama dengan anak seusianya, adalah perjuangan. Berusaha berjuang di ruang rawat inap dan ICU, adalah perjuangan terakhirnya.

Keikhlasan yang mengantarkannya ke tempat lebih baik,tempat terindah, hadiah atas perjuangannya. Allah Maha Tahu. Allah Maha Baik. 

Dahayu, pejuang cilik kami, adalah pahlawan keluarga. Dia meninggalkan banyak pesan, tentang keikhlasan, kesabaran, rasa syukur, ketakwaan, tawakal, dekat dengan Allah, dekat dengan pemilik bumi dan langit. 

Kepergian pahlawan keluarga kami, mengajarkan banyak hal, tentang kekuatan doa, tentang kasih sayang, tentang hebatnya pertemanan, tetang semangat juang dan begitu banyak nilai positif dari kepergiannya. Berpikir baik atas apa pun ketentuan Tuhan atas kita. Dahayu, pahlawan keluarga kami, yang meninggalkan semua warisan itu. Penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah sang khalik.

Dahayu adalah #PahlawanKeluarga kami, anak perempuan belia itu menggerakkan kami keluarganya, menjadi orang lebih baik, menjadi terinspirasi untuk hidup bermanfaat terhadap sesama demi menuju cahayaNYA. 

Dahayu telah meninggalkan kehangatan cinta kepada setiap pribadi yang mengenalnya. 



Menulis cerita ini sebagian saja bentuk healing saya pribadi, sungguh tak mudah menuliskannya dan membacanya kembali, meski sedikit terasa meringankan pikiran, untuk berpikir waras menerima ketentuanNYA bahwa dia sudah tiada dan bahagia di sana. 

Sekadar berbagi semangat Dahayu, pahlawan keluarga kami yang pantang menyerah berjuang, semoga  semangat kuat itu juga dimiliki para pahlawan keluarga siapa pun ia dalam ikhtiarnya. Semoga. 












You Might Also Like

33 comments:

zataligouw mengatakan...

mba Wawa, mas Satto, aku emang nggak banyak ngomong apa2 setelah kepergian Dahayu karena aku tau nggak akan ada cukup kata2 yg bisa melukiskan kesedihan aku akan kehilangan kalian, nggak akan ada cukup kata2 untuk menghibur kalian... Tapi, semoga, kehadiran teman2 di sekeliling kalian bisa sedikit menghibur kalian ya..

Setuju banget sama tulisan mba Wawa ini, pertama kali ketemu Dayu, kesan pertama, dia memang fighter, ceria, santai, menikmati hidup, tapi sekaligus memberi inspirasi untuk orang2 di sekitarnya...

tutyqueen mengatakan...

Mbak wawa, aku ketemu mbak wawa mengucapkan belasungkawa saja tak sanggup pasti ada kepedihan disana, 8thn kepergian adik tercintaku saja masih meninggalkan pedih, semoga kita semua bisa ikhlas dan kuat ya mbak wawa.

Dian Anthie mengatakan...

Pertama kali Dian mengenal Dahayu saat kita pergi sama-sama merayakan 1 Tahun Indonesia Rare Disorders di Teluk Betung Bundaran HI, waktu itu hujan cukup deras, selama di perjalanan Dahayu terus ngobrol dengan mba Wawa, saat itu Dian sangat terkesan dengan kemampuan Dahayu berbicara seperti anak yang berusia 5 tahun, Dahayu balita yang cerdas dan cantik, Dahayu merupakan anugrah Terindah yang di berikan Allah kepada mba Wawa dan Mas Satto juga keluarga, Allah sangat sayang Dahayu.
Karena itu kini saatnya kita melanjutkan semangat juang Dahayu, agar hidup kita dapat lebih bermakna untuk orang banyak. Tetap Semangat ya mba Wawa dan Mas Satto ^^

Ayaa mengatakan...

Mbak, membaca tiap katanya saja mata saya panas, Allah sangat mencintai Dahayu, begitupun mencintai Mbak Wawa dan suami. Semangat selalu ya Mbak :)

Desy Yusnita mengatakan...

Dahayu beruntung Mba, dibesarkan eh orangtua yang penuh cinta dan fighting spirit yang besar. Itulah kenapa Dahayu juga besar menjadi seorang pejuang. Keiklasan yang diajarkan yang belum tentu bisa diajarkan semua orangtua....sudah diberikan.

DzulfikarAlala mengatakan...

Saya juga speechless kalau bicara tentang kepergian Dahayu. Semoga kedua orng tua dikuatkan dgn ujian ini. Amin

katacerita mengatakan...

Menjadi tabungan orang tuanya.
Semoga Allah beri kekuatan dan kesabaran bagi orang tuanya..aamiin

wawaraji mengatakan...

pelukan tanpa kata mba Zata sdh sgt menguatkan. kadang cukup begitu mbak. kamu tau aku lah. thx supportnya yaaa. sy punya alasan menulis ini. healing,krn kadang isi kepala penuh n hrs ditumpahkan. menulis ini susah bgt. aku smpt gak mau menyentuh laptop. cm mau dekat sm Allah aja... sampai skrg dorongan menulisnya dtg. msh byk rencana tulisan lainnya semata berbagi apa yg kami alami 3.5th terakhir

wawaraji mengatakan...

amin kita sama2 slg menguatkan ya mbak. krn kita tau betul rasanya bgmn. thx yaaaaa

wawaraji mengatakan...

amiiiiin. iya ya mbak aku gak ngeh. setiap anak unik dan Allah pasti kasih plus minusnya. kita hy perlu byk2 syukur. kadang kt lalai bersyukur...kt saling ingatkan yaaaaa.tx ya mbak

wawaraji mengatakan...

amiiin smoga Allah ridha. maaf buatmu sedih ya mbak. aku hy menumpahkan isi kepala ku yg mulai penuh. tx ya

wawaraji mengatakan...

barakallah semoga Allah ridha ya mbak. thx mbak sdh menguatkan. semua kekuatan keikhlasan itu dr Allah yg jg dikasih lewat tangan2 teman2 yg hebat spt mbak

wawaraji mengatakan...

amiiiiin byk belajar dr bunda

wawaraji mengatakan...

amiiin thx doanya Allah yg membalasnya dg keberkahan utk mbak

Azzuralhi mengatakan...

Allah pasti memberi ganjaran tak terhingga atas perjuangan dan kesabaran Mba wawa, Mas Sato, dan Dek Dahayu dalam menghadapi setiap ketentuanNya.
Dek Dahayu, Insya Allah masuk dalam golongan orang-orang pertama yang masuk syurga. Dan akan menjadi penuntun bagi orang tuanya.

Tetap kuat ya Mba. #peluukkk

April Hamsa mengatakan...

Dahayu memang pejuang, bahkan sejak dalam kandungan ya, mbak...

Ophi Ziadah mengatakan...

Kiranya daya juang Dahayu jg menginspirasi ayah ibunya...dan kita semua orang tua utk tidak berhenti krn ada ujian yg sedang diberikan ya mba.
Dahayu pahlawan duoraji yg hebat, penghebat keduaorangtuanya. Semoga perjuangan dahayu dan org tua menjadi amal ibadah di sisi Allah.
Peluk mba Wawa yg sama hebat dg Dahayu...
"Allahummaghfirlaha warhamhaa wa'afihaa wa'fu anhaa"

Ade Delina Putri mengatakan...

Mbak terima kasih sudah mau menulis ini. Semoga mbak dan keluarga slalu diberi kekuatan oleh Allah untuk slalu bersabar. Tulisan ini jadi reminder buat saya untuk lebih bersyukur :') Keep inspiring mbak :') Dahayu pasti bangga punya ayah dan ibu seperti Mbak dan suami :)

Arifah Wulansari mengatakan...

Dahayu memang pejuang yang hebat ya mbak. Kedua orang tua juga sama hebatnya :)

Christanty Putri Arty mengatakan...

Terima kasih mbak Wawa dan mas Sato yang mau sharing kehidupan adik Dahayu yang menjadi kenangan indah tak terlupakan.
Dengan membaca tulisan ini secra runtut dan tidak ada bosan2nya saya menelesuri satu persatunya seakan menjadi magnet healing akan duka saya n keluarga yg juga kehilangan putra saya dalam kandungan (6 bln).
Saya jadi takjub akan kekuatan kata-kats mbak yg selama ini acap melumpuhkan pikiran.
Maklum saya spt tersiksa dan sgt terluka juga kehilangab salah satu anak kmbar pertama.
Sekali lagi trm kasih mb, sungguh saya merasa terangkat beban duka dan mulai mengerti akan semua kodrat yg diberikan Allah Swt.

Tian lustiana mengatakan...

Selamat jalan Dahayu. Bidadari surganya ayah dan ibu.

Mbak Wawa dan mas satto semoga diberikan keikhlasan dan kelapangan oleh Allah Swt. Aamiin

Nia K. Haryanto mengatakan...

Subhanallah, perjuangan Dayu begitu luar biasa. Mbak Wawa dan Mas Satto pun begitu sabar. Dayu sudah di surga bersama kakaknya. Tabungan akhirat bagi orang tuanya. Peluk mbak Wawa... :')

wawaraji mengatakan...

amiiiiin ya allah amin makasih mbak

wawaraji mengatakan...

iya mbak...dia anak kuat

wawaraji mengatakan...

amin peluuuuuuk

wawaraji mengatakan...

ALhamdulillah jk diterima demikian. sama mbak ini.tk reminderku juga jgn pernah lupa bersyukur apa pun ketentuanNYA atas kita.tx yaaaa

Ety Budiharjo mengatakan...

Dayu emang kuat....

wawaraji mengatakan...

ah aku mau peluk mbak. Allah yg memampukan mbak hy krn Allah. kita berusaha selalu terhubung dgNYA yaaaa. bareng2. duh.mau nangis deh

Unknown mengatakan...

Subhanallah... semoga dikuatkan ya Mbak Wawa dan Mas Satto. Doa terbaik buat Dahayu tersayang.

Dewi Rieka mengatakan...

Big hugs mba wawa...

wawa mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Catcilku mengatakan...

Maafkan ya mbak, tdk sempat tengok waktu itu. Semoga ikhlas dan sabar ya mbak dan mas.

Maria Soraya mengatakan...

Hal paling menyakitkan ketika kehilangan anak adalah saat kita butuh dukungan dari orang2 sekitar tetapi justru disudutkan/disalahkan. Itu pernah terjadi saat saya kehilangan anak pertama saya, alm Aisha.

Selain perbanyak 'curhat' sama Sang Maha Pencipta, menulis memang salah satu healing untuk menumpahkan unek2 di hati dan kepala.

Membaca tulisanmu ini bikin aku kangen pada Aisha.

Dilarang bersedih lagi, yuk Mbak Wawa :)

Kakak Dahayu dan Aisha pasti lagi senyam-senyum liat ibunya masing2 pada senam bareng di acara kemenkes. Hehehe