Cerita Duoraji Part 3: Jeda Perjalanan Panjang

20.33.00 wawaraji 2 Comments

Mini Camper Duoraji Agustus 2021


Semestinya, Cerita Duoraji berseri ini tuntas pada April 2021, diakhiri dengan kabar bahagia, saya hamil ketiga di usia 39 tahun (satu bulan  jelang 40 tahun). Seri Cerita Duoraji Part 1 dan Part 2 memang saling berkait dan berujung pada bagian menggembirakan setelah penantian panjang dengan berbagai kondisi kesehatan menyertai dan pertanyaan apakah saya bisa hamil lagi? Rencana mengakhiri Cerita Duoraji dengan Part 3 melalui berita kehamilan, gagal. Sungguh rencana manusia lemah tiada daya, semesta bekerja dengan caraNYA. Tugas manusia menjalani dengan penerimaan lahir batin. Pada 24 April, saya harus kuret karena kehamilan tidak berkembang. 

Saya menerima tenang, dengan tentunya ada masa sunyi ketika tangis meledak dan pelukan pasangan untuk menenangkan diri, untuk kemudian sadar diri, inilah takdir saya. TakdirNYA demikian, Duoraji menerima dengan keberserahan sekaligus senyuman bahagia, karena setidaknya salah satu pertanyaan kami terjawab bahwa saya bisa hamil lagi. 

Secara medis sangat bisa dijelaskan terkait keguguran kedua di kehamilan ketiga ini. Saya ini memiliki kekentalan darah yang sudah terkonfirmasi melalui pemeriksaan hematologi sejak 2011. Kehamilan pertama pun tidak berhasil karena kondisi kesehatan ini. Kehamilan kedua dengan persiapan lebih matang berhasil, bertahan sampai delapan bulan dengan kondisi kelahiran prematur akibat pendarahan plasenta previa. Dahayu lahir dengan perjuangan dan perjalanan panjang, hingga takdirNYA kembali kami terima dibarengi aliran kekuatanNYA, anak semata wayang kami meninggal usia 3,5 tahun pada Sabtu, 6 Agustus 2016. 

Sungguh saya kesulitan melanjutkan Cerita Duoraji. Butuh waktu empat bulan hingga akhirnya saya melanjutkan cerita ini, saat ini. Itu pun butuh jeda karena memang Duoraji berhenti, menepi dari perjalanan panjang. Saya kehilangan alur cerita, merasa tidak menemukan lagi karena perhentian yang cukup lama. Apakah kami benar-benar berhenti? Ini ceritanya.


Berpindah Takdir 



Sejatinya kita hidup hanya berpindah dari takdir satu ke takdir lain. TakdirNYA, Duoraji berhasil menjalani kehamilan di tengah pandemi, hanya bertahan 7 minggu saja rasa bahagia luar biasa. Maklum, Satto suami saya sudah berusia 40 tahun, saya 39 jelang 40 tahun. Lalu situasi pandemi tidak selalu mudah, risiko kehamilan dengan COVID-19 juga menjadi momok mengerikan. Namun karena memang aktivitas dibatasi, Duoraji lebih banyak di rumah, kami bisa lebih fit dan cukup waktu beristirahat. Bisa jadi karena kami juga merasa lebih rileks, tenang, tidak berburu waktu dengan pekerjaan, dan takdirNYA, saya hamil. 

Takdir saya di masa pandemi ini pun mendapatkan kepercayaan besar bekerja sebagai tim komunikasi publik mengurus diseminasi informasi penanganan COVID-19. Sungguh pekerjaan mulia, buat saya, yang sangat menyita waktu dan perhatian. Namun karena WFH semua jadi lebih menenangkan, mengingat saya harus menjaga diri dan keluarga dengan orangtua lansia belum vaksinasi karena kondisi kesehatannya. 

Duoraji juga berdagang dim sum ayam dengan membangun merek Kukus Rebus/KUBUS di tahun kedua pandemi. Melanjutkan usaha Duoraji di tahun pertama pandemi menjadi reseller Gula Batu khas Jogja yang kami sebut Gula Batu Sumiah sebagai merek dagangnya. Belum layak sepertinya menyebut bisnis, karena memang kami reseller jualan online dan buka gerai di depan rumah orangtua. Tahun kedua pandemi, orangtua saya meminta anak perempuan satu-satunya ini kembali ke rumah kelahiran. Orangtua semakin renta, barangkali kondisi pandemi semakin membuat keduanya khawatir. Alih-alih terpisah rumah beberapa meter saja, akhirnya kami putuskan bersama, tinggal satu atap dengan satu bagian kecil ruang privasi Duoraji, semacam apartemen studio di lantai yang sama versi landed house. Selesai sudah nasib Duoraji yang beberapa kali pindah kontrak rumah sejak rumah pertama kami jual sepeninggal Dahayu. Kami menetap di kabin Duoraji satu atap dengan orangtua saya. 

Dengan kesibukan yang Duoraji ciptakan di tengah pandemi, pun amanah pekerjaan berkat rekomendasi teman baik dari perjalanan karier masa lampau, lalu saya berhasil hamil, itu adalah hadiah indah. Duoraji bersyukur karenanya, bahagia karena bukan tidak mungkin kehamilan di usia ini dengan berbagai masalah kesehatan saya sebagai penyintas TB paru, memiliki ACA tinggi yang berisiko keguguran berulang. Kesibukan baru sejak April 2021 adalah konsultasi ke dr Bob Ichsan Masri, SpOG yang menjadi perantara Tuhan menyelamatkan saya dan Dahayu, pada persalinan 2013 silam, dari risiko kematian akibat plasenta previa. 

Perjalanan panjang sukacita dengan segala duka dan luka menyertai di tengah pandemi, menemukan titik cerah kehamilan yang harus berakhir dengan kuretase. Inilah takdir Duoraji, terimalah. Apakah berhenti? Sebelum nafas berhenti, tidak ada perjalanan yang terhenti namun kami memang menepi memberi jarak untuk melindungi diri dari energi negatif. Memberi waktu dan mengisi kembali tanki cinta kami, agar tidak terjerumus menyalahkan apa pun di luar diri. Pasca keguguran, Duoraji kembali menggeluti usaha mandiri, mengurus komunitas kesayangan Bloggercrony, dan bekerja profesional sebagai tim komunikasi publik. 

Itu semua menguras waktu, pikiran, tenaga, energi, pun keuangan. Tuhan selalu baik, perihal keuangan selama pandemi, Duoraji merasa cukup meski kalau diukur standar berkecukupan para pakar, kami lemah sekali posisinya karena tidak punya dana darurat di masa sulit ini. Merasa cukup dan kebutuhan terpenuhi baik, dengan satu-satunya investasi sejak dahulu kala, Logam Mulia, dan harta produktif mobil, laptop, ponsel pintar, cukup. Usaha rumahan yang Duoraji geluti bisa menghasilkan untuk hidup berdua. Penghasilan dari bekerja 10 bulan juga mencukupi pun berkontibusi untuk keluarga besar, secukupnya. Berusaha merasa cukup, tetap ikhtiar sekuatnya dengan segala akal budi serta kreativitas yang Tuhan beri kepada Duoraji, dan berpindah lagi ke takdir lainnya. Itulah cara Duoraji bertahan di pandemi. 

Berhenti menepi bagi Duoraji sebatas memberi lebih banyak waktu untuk diri sendiri. Barangkali takdir kami, sebagai anak, pasangan tanpa anak, pendiri komunitas, pekerja kreatif mandiri, sebagai adik/kakak, tidak pernah bisa hidup semata untuk diri sendiri. Memberi jeda dan jarak kepada semua hal di luar diri kami, adalah bentuk berhenti menepi versi Duoraji. Mencari kesenangan untuk diri sendiri, dengan sedikit mengurangi perhatian kepada siapa pun di luar kami. Banyak caranya, saya akan cerita beberapa di antaranya, nanti. 

Mei 2021, genap sudah 40 tahun usia saya. Tidak ada perayaan khusus, namun dua sahabat saya menciptakan momen pertemuan terbatas dengan segala standar prokes yang saya jaga sekuatnya. Semua baik-baik saja sampai Juni, hingga tiba waktunya Juli, jelang 41 tahun Satto Raji. Inilah takdir kami, menerima dengan tenang menjadi kunci kewarasan jiwa. 






Juli 2021, sejak awal bulan hingga Agustus berakhir, sungguh bukan perkara mudah untuk Duoraji. Satu keluarga beda rumah yang bersebelahan dengan rumah orangtua saya, terkonfirmasi COVID-19 positif total 5 penghuninya. Peran saya sebagai adik perempuan, dengan pendamping suami yang luar biasa, mengurus segala keperluan isoman. Namun coronavirus ini sungguh pelik, semakin sering terpapar terutama di lingkungan yang sedang tidak sehat, semakin mudah virus ini masuk ke tubuh yang rentan. Rentan karena kondisi tidak fit, kelelahan fisik mental, juga karena memang terlalu banyak virus yang berpindah dari manusia satu ke manusia lainnya. Saya terpapar, terkonfirmasi COV+ di hari lahir Satto, 10 Juli. Sungguh bukan hadiah hari lahir yang menyenangkan, namun apa pun kehendakNYA atas kami, tiada daya. 

Suami baik-baik saja, tidak terkonfirmasi positif, baiklah inilah Takdir Saya. Segera memikirkan solusi, fokus pada apa yang paling aman dilakukan, bukan lagi memikirkan kenapa dan kok bisa? Fokus pada solusi selalu jadi cara Duoraji menyikapi segala peristiwa yang dihadapkan kepada kami di depan mata. Duoraji mengasingkan diri, lebih dari 14 hari. Berpisah rumah, demi menjaga aman semua. Pun begitu, Satto ikut terpapar bersama saya, dan satu abang kesayangan di rumah beda lantai tinggalnya, ikut terpapar terkonfirmasi dengan testing swab antigen. Kami memberi jarak dengan semua urusan dunia, jeda, berhenti sejenak, menyembuhkan diri dengan kepasrahan tingkat tinggi kepada sang pengatur hidup. 

Kami hidup lebih dari 20 hari dan terus memantau kondisi hingga hari ke-40 sejak awal terkonfirmasi. Memberi jeda dan jarak, pun saya memutuskan berhenti bekerja meski kesempatan melanjutkan berkontribusi masih ada. Saya berhenti dari rutinitas pekerjaan selama 40 hari, semua berjalan baik dengan adaptasi, pun kesengajaan, saya memberi jeda untuk diri. Ada dua hal yang selama ini hanya muncul di mimpi bunga tidur saya, lalu terwujud di masa jeda. Kedua hal itu adalah kuliah pascasarjana dan berkelana dengan mobil Ayang Dayu (Agya Kesayangan Dahayu) dengan mini camper ala Duoraji, Safari Nusantara kami menyebutnya. 

Mini camper Ayang Dayu barangkali menjadi simbol perjalanan panjang kami, pun mewakili momen saat kami berhenti menepi, memberi waktu untuk diri sendiri, berusaha waras lahir batin menjalani segala takdirNYA. Pandemi, tak mudah untuk semua. Setiap kita pasti punya cerita,  tidak perlu membandingkan tak usah menyalahkan. Jalani dan akuilah, kita manusia lemah tak berdaya. Ikhtiar lahir batin, dimampukan bertahan dengan urusan remeh temeh dunia, pun selalu dalam pemeliharaanNYA apa pun kehendak Dia atas kita.

Nanti lagi berbagi cerita, tentang jeda diri ikhtiar lahir batin dengan mini camper Duoraji Safari, pun perjuangan kami isoman COVID-19. Sekarang, terpisah ruang dan waktu, mari kita menikmati secangkir teh atau kopi, mensyukuri hidup hari ini. Tetap sehat, ikhtiar lahir batin, semoga kita bertahan seterusnya melewati pandemi yang  sulit untuk semua, tanpa kecuali. 



















You Might Also Like

2 comments:

Hidayah Sulistyowati mengatakan...

Tetap semangat sehat, berjuang bersama ya mbak. Aku bersyukur kenal dengan mba Wawa dan Mas Satto, meski waktu itu berteman karena Dahayu tengah dirawat. Perkenalan yang akhirnya menjadi satu keluarga di komunitas juga.

Semoga Duoraji memiliki kekuatan untuk terus berjalan bersama berdampingan saling menjaga. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT, aamiin

wawaraji mengatakan...

Aamiiin...terima kasih pertemanannya. Semoga kita bs lewati bersama pandemi yaaaa. Sehat selalu sekeluarga.