Biografi Idrus Paturusi: Pengabdian Dokter di Medan Lara

17.26.00 wawaraji 1 Comments



Belakangan, setiap kali mendengar dan atau membaca berita bencana juga pengabdian tenaga medis dan kesehatan yang terjun di berbagai kondisi darurat untuk merawat dan mengobati pasien, saya teringat sosok dokter tokoh teladan Prof. Dr. dr Idrus Andi Paturusi. Memori saya merekam bagaimana pengabdian dokter yang teguh dengan misi kemanusiaan sesuai janji setianya sebagai tenaga medis, dari sebuah buku biografi. 

Membaca buku biografi Rektor Universitas Hasanudin (Periode 2006-2014), Prof. Dr. dr. Idrus Andi Paturusi, Sp.B, Sp.OT ini seperti mengulas sejarah negeri. Buku biografi berjudul "Dokter di Medan Lara" ini ditulis oleh Sili Suli, mantan wartawan Harian Ujungpandang Ekspres dan Hurri Hasan, penulis novel. 

Lewat buku biografi ini saya semakin meyakini Prof. Idrus memiliki banyak penerus. Tenaga medis yang memegang teguh janji setianya untuk kemanusiaan, bekerja dengan integritas dan dedikasi tinggi, seperti dicontohkan Prof Idrus sejak menjadi aktivis mahasiswa kedokteran tahun 1973, memulai misi kemanusiaan sebagai Tim Medis Sulsel bantuan Pemprov Sulsel, UNHAS, Kodam VII Wirabuana untuk Tsunami di Pulau Flores pada 1992.  Berlanjut tahun ke tahun menjalani tugas kemanusiaan dalam dan luar negeri dengan Prof Idrus sebagai pemimpin tim medis dan crisis centre di daerah bencana. 

Alhasil, ketika saya saat ini menyaksikan lewat berita televisi dan internet, banyak dokter yang bekerja keras mengatasi Covid 19 bahkan wafat di "Medan Lara Pandemi", saya teringat kembali perjalanan dan perjuangan Prof Idrus. Pengalaman personal ini saya dapati dari mengisi waktu di masa pandemi dengan membaca buku "Dokter di Medan Lara" seberat 2 kg setebal 353 halaman. 

Buku ini memang tidak diperjualbelikan untuk umum, namun pemberitaan di media dan ulasan di media sosial sempat membuatnya viral. Saya beruntung, berkat teman blogger yang baik di Kalimantan, Putri Santoso, saya bisa memiliki buku bersejarah ini. Buku biografi ini sengaja diterbitkan secara mandiri oleh Prof Idrus A Paturisi sebagai bentuk terima kasih dan apresiasinya terhadap pengabdian tenaga medis Indonesia. 

Membaca buku ini bukan sekadar berisi perjalanan karier dan pengabdian sosok utamanya. Justru buku ini mengungkapkan banyak kisah bagian dari sejarah negeri tercinta, Indonesia, dari sisi dunia kesehatan.

Saya, warga biasa yang belum berbuat apa-apa, merasa tercerahkan bahkan bertambah kuat harapan, bahwa dalam perjalanannya, sejarah membuktikan, Indonesia punya banyak anak bangsa yang peduli sesama, mengabdi dengan keilmuannya, sesuai kompetensi berkontribusi untuk negara. 

Perjalanan pengabdian Prof Idrus A Paturisi menggambarkan kesan ini. Ditambah lagi, mengikuti pemberitaan dokter yang wafat menghadapi pandemi Covid-19, terdepan merawat pasien Covid-19, saya semakin terkuatkan, bahwa dunia medis kita punya banyak pejuang kemanusiaan. 

Misi kemanusiaan dalam dunia kesehatan yang sudah dilakukan Prof Idrus di medan bencana, menjadi buktinya sekaligus contoh pelopor. Tak heran jika kemudian banyak dokter muda yang mengikuti jejak dan setia dengan janji kemanusiaan tenaga medis, untuk terjun langsung di medan lara. Kompetensi para tenaga medis sungguh menjadi harapan warga biasa yang membutuhkan perawatan untuk menyelamatkan nyawa saat bencana alam maupun pandemi Covid-19. 

Butuh waktu bagi saya untuk mencerna keseluruhan cerita buku biografi bersejarah ini. Banyak sekali kisah perjuangan tenaga medis yang disampaikan dengan rinci oleh Prof Idrus. Saya memiliki satu lagi buku yang menambah khasanah sejarah negeri tercinta. Semakin bersejarah ketika saya mendapati berita dokter Idrus telah sembuh dari Covid-19. Ya, dokter Idrus menjadi salah satu dokter yang terpapar coronavirus dan sembuh. 



Sosok Berkarakter Teguh Hati 

Buku biografi ini tentu saja menceritakan perjalanan pribadi dan karier sosok utamanya, dr Idrus A Paturisi dari Makassar, putra Hajjar Siti Hasnah dan Andi Hamzah Paturisi. Membaca halaman per halaman perjalanan hidup tokoh Health Heroes yang lahir 31 Agustus 1950 ini, seperti sedang menyaksikan film gabungan dokumenter, drama, dan sejarah. Saya menikmati cerita perjalanan tokoh kesehatan yang mendapatkan penghargaan Satya Lencana Kebaktian Sosial dari Presiden Republik Indonesia tahun 2005. 

Perjalanan penuh liku, tantangan, pun prestasi hasil kerja keras seorang pria Makassar ini berakar dari latar belakang keluarga yang menjadikan pendidikan anak sebagai prioritas. Bukan sekadar keluarga yang mendukung pendidikan anak, tetapi juga membebaskan anak membuat pilihan untuk masa depannya. 

Bagaimana pendidikan di dalam keluarga membentuk karakter kuat dalam diri Prof Idrus, tergambarkan jelas dari buku ini. Tak heran jika kemudian keberanian dan kekuatan hatinya mendorong dirinya melakukan berbagai aksi nyata, baik sejak kecil hingga menjadi aktivis kampus. Termasuk dedikasinya berjuang di medan bencana sebagai tenaga medis, pun berkarier sebagai rektor UNHAS 

Satu hal lagi latar keluarga yang terekam kuat ketika membaca buku biografi ini adalah, seberapa pun kuatnya keinginan pribadi mengejar impian, menuruti ibu dan membuat senang hati ibu, menjadi bakti seorang anak yang pada akhirnya membawa kesuksesan dalam perjalanan hidupnya. Inilah pelajaran penting yang juga terekam kuat dalam biografi ini. 

Keteguhan hati menjalankan misi kemanusiaan menjadi karakter kuat melekat dalam sosok dr Idrus. Dokter Bencana, begitu publik mengenal sosoknya. Aksi nyata dan usaha keras yang dilakukan atas nama kemanusiaan, pertanggungjawaban moral dan keilmuan, membuatnya tak pernah berhenti dan menyerah menghadapi apa pun tantangan menjalankan misi kemanusiaan di medan lara. 

Gempa tektonik dan tsunami di Pulau Flores (Misi Kemanusiaan di Ende) tahun 1992 
Gempa Selat Makassar di Tolitoli Sulawesi Tengah tahun 1996
Tim Medis UNHAS di konflik Ambon, 1999
Brigade Siaga Bencana Indonesia Timur (BSBIT) di Timor-Timor dan Ternate
Tim Medis Indonesia di Pakistan tahun 2001, Gempa Iran 2003
BSBIT Tsunami Aceh 2004, Gempa Jogja (2006), Gempa Padang (2009)
AMDA Indonesia Gempa Jepang 2011

Lebih dari dua dekade terjun di pelbagai misi kemanusiaan di bidang kesehatan, menjadi catatan keteladanan penting untuk para penerusnya. Lebih dari 13 penghargaan atas kerja kemanusiaan diraih oleh suami dari Dra. Rushanti A Beso, ayah dari tiga anak (dua di antaranya bergelar dokter). Dosen teladan UNHAS tahun 1986 ini adalah juga peraih penghargaan dari KPU & IDI sebagai anggota Tim Pengarah Pemeriksaan Kesehatan Calon Presiden dan Wakil Presiden tahun 2004, 2009, 2014, dan 2019. Dalam setiap perjalanan kariernya, ada catatan penghargaan yang menjadi buah kerja tulus dalam misi kemanusiaan.

Selaras dengan pesan yang Prof Idrus sampaikan kepada keluarganya, di halaman pembuka buku biografi ini, tentang sabar dan ketulusan. Dengan senang hati saya menuliskan kembali kutipan inspiratif Prof Idrus:



Maka lakukanlah segala kebaikan sekecil apapun, karena kamu tidak tahu kebaikan mana yang menghantarkanmu menuju ke syurga. 

Sabar itu pahit, jujur itu pahit, dan ikhlas itu sangat pahit, namun semua yang pahit menyembuhkan segala macam penyakit.

Apapun masalahmu jangan pernah menyerah, apapun rintangan tetap bertahan, badai akan berlalu mentari akan bersinar. Masih ada Allah yang kuasa. 

Jangan pernah menghitung apa yang telah kau berikan, tapi ingatlah apa yang kau terima.

Jalan Tuhan belum tentu yang tercepat, bukan juga yang termudah, tapi sudah pasti yang terbaik.


Pada akhirnya, saya hanya mampu bersyukur dan berterima kasih atas keteladanan Bapak Prof Idrus A Paturisi. Doa menyertai, semoga selalu sehat dan menginspirasi, berkah usia untuk dr Idrus di usianya ke-70 pada 31 Agustus 2020 lalu. 




You Might Also Like

1 comments:

Sili Suli mengatakan...

Saya kembali diingatkan oleh review ini bahwa ada banyak pejuang kesehatan kita yang rela berkorban demi kemanusiaan dan salah satunya Prof. Idrus Paturusi. Terima kasih banyak sudah berkenaan mereview buku ini mbak Wardah. Sehat dan sukses selalu