Kompilasi Lagu Lawas Bikin Baper Sekaligus Mood Booster

17.47.00 wawaraji 1 Comments



Wah gini yah rasanya. Punya mood booster tapi tetap bikin baper ambyarr.

Campur aduk rasa flashback bongkar folder memori lama di kepala dan terkejut sendiri dengan efeknya. Itu rasanya saat pagi hari dengerin playlist Spotify yang isinya kompilasi lagu lawas (90-an) bercampur dengan sedikit lagu milenial (mulai 2000-an). Ini terjadi satu jam setelah temani pasangan sahur, berusaha istirahat sebentar, antara enggak ingin tidur karena takut kesiangan kontrol dokter, tapi ingin rebahan. Akhirnya malah ambyar, gagal rebahan malah terjaga dengan kombinasi rasa sendu haru campur syukur bahagia.



Di rumah kontrak sederhana tapi terasa nyaman bagiku itu, sengaja buka jendela supaya cahaya pagi sendu masuk leluasa. Setelah beberes ruang utama, rebahan di sofa, matikan lampu, lalu pasang Spotify. Niatnya rebahan istirahat tipis aja karena jam 8 harus berangkat ke RS ambil obat bapak, lalu lanjut siang kontrol dokter paru saya. Yang ada bukan istirahat tapi iringan lagu-lagu lawas era 90-an malah bikin saya galau sendu. Efek lagu-lagu itu langsung mengaktifkan otak saya untuk membongkar folder lama di kepala. Lalu terbayang masa-masa 10-15 tahun lalu, bahkan sekilas masa remaja pun terbayang nyata. Arrggggg antara sendu mendayu, senyum-senyum sendiri, ambyaarrr semua rasa.

Seperti Buka dan Baca Diary
Bagi yang pernah punya buku diary alias buku curhatan galau saat lagi merasa sendirian, mungkin bakal paham yang saya maksud ini. Jadi, lagu-lagu yang diputarkan aplikasi musik ini bikin saya seperti sedang membuka diary yang enggak sengaja terbuka lagi di depan mata, lalu pelan-pelan dibuka dan dibaca isinya.

Sambil dengarkan lagu-lagu dari playlist aplikasi itu, saya coba ingat-ingat, lagu itu pernah saya dengar kapan dan sedang merasakan apa? Saya penggemar musik tapi bukan penikmat musik sejati yang kapan di mana aja enggak lepas dari earphone untuk menikmati lagu dalam perjalanan atau ketika sendirian. Saya suka musik dan tidak mengharamkan musik. Bahkan saya tumbuh bersama musik. Dahulu kala, saat masih anak-anak, saya terpapar musik dari kakak-kakak yang semuanya lelaki. Mereka punya sound system besar, ada mic juga, dan mereka fans musisi Indonesia lawas seperti Iwan Fals dan Benyamin. Pun terkadang terpapar juga dengan lagu barat yang "viral" saat itu. Lalu, efeknya saya jadi suka dan bahkan bersahabat setia dengan radio. Sejak remaja, radio jadi sahabat kesendirian saya. Tapi ya itu tadi, saya enggak selalu dengar musik apalagi saat berkarier sebagai jurnalis, mengurus anak sampai terpisah selamanya dengan anak, lalu masa-masa berduka hingga saat menulis ini, mendengarkan musik yaa secukupnya enggak tiap saat juga. Bahkan saat membaca buku saja, enggak selalu pasang musik. Saya cukup bisa menikmati keheningan atau fokus dengan satu kegiatan tanpa iringan lagu dan musik. Percaya atau enggak, ponsel pintar saya bahkan enggak ada playlist musik. Ajaib ya. Dulu, sejak punya ponsel pertama kali, saya lebih suka dengar radio lewat ponsel ketimbang punya playlist musik di ponsel.

Namun, sejak pandemi Covid19, ketika semua aktivitas terhenti dan kita patuh di rumah saja, saya mulai terhubung lagi dengan musik, pasang playlist lagu jadi salah satu rutinitas di rumah. Bahkan akhirnya memutuskan langganan Spotify. Ditambah lagi, jauh hari sebelum pandemi, pasangan membelikan speaker mini JBLyang memang bikin semangat dengerin musik. Makin jadi rutinitas menyenangkan ini.



Sampai akhirnya pada hari saya menulis ini, musik bikin ambyar rasa karena playlistnya membawa saya kembali ke belasan tahun lalu dengan rollercoaster perjalanannya.

Saya terkejut sendiri dengan efek kompilasi lagu ini. Setiap lagu itu seperti punya kenangan. Jadi langsung terhubung dengan rasa dan peristiwa yang pernah dialami bertahun-tahun lalu lamanya. Rasanya kuat sekali dan benar-benar teringat bagaimana lagu-lagu itu menemani setiap rasa dan peristiwa sepanjang dikasih nafas, dari nafas lega, terengah-engah, sesak nafas sampai akhirnya bernafas lega lagi.

Makin diresapi makin ambyarrr. Ada beberapa detik rasanya, saya merasa enggak kuat dengan efeknya. Karena seperti membongkar luka lama yang berusaha disembuhkan sepanjang hidup. Bukan, ini bukan soal mantan atau luka hati karena perlakukan semena-mena orang-orang yang pernah jadi cerita dalam perjalanan menjadi Wawa sekarang ini. Ini akumulasi rasa. Yang pasti lagu-lagu itu menemani masa remaja dengan cinta pertama yang berujung kekecewaan karena merasa diperlakukan tidak adil. Lalu beranjak ke masa perlawanan pun pergulatan batin masa putih abu-abu sampai lulus kuliah. Lagu-lagu yang juga menemani di masa sulit mencari pekerjaan yang layak, masa ketika bekerja di perusahaan rintisan dan tidak dibayar, masa berjuang dengan karier jurnalis, sampai akhirnya di titik berhenti berkarier dan memutuskan menjadi pekerja mandiri untuk bisa membagi waktu mengurus anak. Masa tersulitnya adalah ketika mengurus anak, mengurus rumah yang akhirnya bisa dibeli dari jerih payah berdua pasangan, sampai akhirnya menjual rumah meninggalkan kenangan indah sepeninggal Dahayu, anakku.

Playlist lagu itu bikin luka batin tergores lagi, perih. Sadar diri enggak ingin meratapi masa lalu, akhirnya saya bangkit dari rebahan. Gagal istirahat tipis, bangun dari sofa, setting keyboard dan akhirnya menulis ini. Writing for healing, release feeling. Berhasil? Lumayan, karena saya jadi enggak terbawa perasaan mengingat luka batin dari semua peristiwa yang pernah dialami dalam perjalanan sampai setua sekarang ini. Lalu saya seperti diingatkan, ya, saya sudah menua. Banyak perjalanan cerita dari lagu-lagu yang menyertai di setiap fase.

Lalu yang muncul kemudian adalah rasa syukur, begitu banyak rasa, peristiwa, pengalaman. Bersyukur, semesta berikan kesempatan meresapi makna dan hikmah dari setiap cerita, bukan dengan menyesali, meratapi, mencari kesalahan atau bahkan menyalahkan keadaan. Terima kasih semesta untuk itu.

Saat saya tuntas menulis ini, berikut daftar lagu yang menemani. Di setiap alunan lagunya, masih kuat membawa saya ke masa dan fase yang berbeda. Saya tiba-tiba merasa kaya. Kaya rasa dengan berbagai pergulatan, susah senang, sedih bahagia, khawatir, takut, bersemangat, berenergi, dan saya bahagia karena masih punya rasa syukur atas apa pun yang saat ini dipunya, berusaha berjuang untuk enggak lemah atau merasa lemah atas apa yang tidak/belum dipunya.

Efek song list yang ajaib. Ohya, lagu-lagu ini juga mengingatkan saya tentang indahnya perjalanan menelusuri Nusantara. Satu tempat yang selalu muncul di kepala adalah Bali. Membayangkan nanti setelah semua pandemi ini berakhir, jika ada umur, ingin lagi ke Bali, merasakan udara alam terbuka, angin pantai, sejuknya perbukitan dengan alunan gending Bali dan membiarkan wajah saya tertampar angin saat berkendara, menikmati pemandangan sambil mendengarkan musik lewat earphone yang menempel setia di telinga. Indahnya mengingat memori itu, lebih indah lagi jika bisa mengulangi bahkan menambah memori dengan rasa baru, rasa syukur berbahagia.





Random Song List
I Love You Always Forever - Donna Lewis
I Don't Want to Miss a Thing - Aerosmith
Everything I Do (I Do It For You) - Bryan Adam
Truly Madly Deeply - Savage Garden
Love Me Like You Do - Ellie Goulding
Hey There Delilah - Plain White
All of Me - John Legend
Senorita - Shawn Mendes
Right Here Waiting - Richard Marx
Marry You - Bruno Mars
Love is All Around - Wet Wet Wet
This Love - Maroon 5
Can't Stop The Feeling - Justin Timberlake
Let Me Love You - DJ Snake
A Thousand Miles - Vanessa Carlton
Hey, Soul Sister - Train




You Might Also Like

1 comments:

Bali Tour Package mengatakan...

Saya emang lebih suka sama lagu lawas ketimbang lagu sekarang yang kebanyakan efek