Level Life Goals

22.01.00 wawaraji 2 Comments



Life goals. Setiap orang umumnya punya life goals yang tak harus sama dan kecenderungannya berbeda. Tidak juga bisa komparasi life goals seseorang lebih rendah atau lebih tinggi, bukankah perjalanan hidup setiap insan beragam?

Bahkan, bisa jadi apa yang menjadi life goals si A, ternyata sudah tercapai oleh si B karena perjalanan hidupnya sudah membawanya ke titik tersebut. Tak heran, kalau seseorang baru mencapai satu titik tertentu, sebenarnya bagi sebagian lainnya itu sudah menjadi masa lalu, atau bukan lagi pencapaian baginya.

Bagi saya, berhadapan dengan banyak orang dengan berbagai level life goalsnya menjadi pelajaran sekaligus tantangan. Melihat segalanya dari "helicopter view" akan membuat perjalanan memahami perilaku manusia menjadi lebih terang dan tenang.

Contohnya, kalau ada seseorang yang baru mencapai level bekerja di perusahaan bergengsi (menurutnya), berada di zona nyaman, dan dia menikmatinya. Orang lain yang melihat akan merespons berbeda tergantung berada di level mana life goalsnya. Bagi yang belum pernah dan memang mendambakan posisi yang sama, barangkali akan meresponsnya negatif (kalau sudut pandangnya negatif). Namun bagi mereka yang sudah melewati level itu, kalau berpikirnya positif, justru akan melihat itu bukan lagi jadi life goals dirinya dan tak terusik dengan hal itu.

Level live goals juga akan menentukan bagaimana kita menerjemahkan kesuksesan, menurut saya. Juga bergantung dari sudut padang mana yang lebih dominan di kepala, positif atau negatif.

Kalau seseorang sudah pada level life goals, hidup bukan untuk dirinya, memikirkan bekal pulang, merasa kiamat makin dekat, dan hidupnya fokus berbuat kebaikan (akhlak kharimah) berharap husnul khotimah, tak ada yang salah dengan life goals ini. Tak semestinya memandangnya aneh karena memang level life goalsnya sudah berbeda, bukan lagi urusan tahta dunia.

Tak ada yang berhak merasa lebih baik untuk life goals satu dan lainnya, karena memang perjalanan hidupnya berbeda dan levelnya pun tak sama. Cukup merespons baik dan positif saja. Tenang dan tidak perlu menjadi gelisah karenanya.

Kalau merasa iri dan tidak sadar kalau perasaan itu salah, justru menurut saya ada yang salah dengan dirinya sendiri. Cukup sadari, itu bukan tujuan saya, dan itu menjadi tujuan dia, sah saja. Fokus pada life goal diri sendiri dan panggil semesta mendukungnya.

Fokus pada hari ini dan apa yang menjadi tujuan masa depan, menurut saya cara menikmati umur dan waktu. Bagi saya, bagaimana kita merespon pencapaian-pencapaian yang orang lain lakukan itu akan menentukan siapa kita sebenarnya. Bisa jadi ada yang salah dengan diri kita kalau melihat buruk pencapaian orang lain yang dijalani dengan cara baik. Pun baik dan buruk kadang bias, semua orang bisa saja punya level kebenarannya masing-masing. Kadang, merasa sedikit salah dengan apa yang kita anggap benar ada baiknya, supaya tetap menginjakkan kaki di tanah.

Pada akhirnya, ridha dan mengatasi amarah, menjadi jawabnya. Utamanya, bersyukur dengan apa yang dimiliki bukan mencari apa yang belum dimiliki. Mengenali diri dengan bertanya kepada diri sendiri menjadi langkah awalnya. Apakah saya kurang bersyukur? Apakah saya marah dengan ketentuanNya? Apakah saya punya dendam masa lalu?

Menjawabnya butuh waktu takkan bisa juga memburu waktu. Kadang cukup sadari dan sempatkan sesekali menjawab diri sendiri yang kadang diliputi ego. Bagi saya, yang penting hidup di akhir zaman saat ini adalah jalani apa yang digariskan untukmu pada level apa pun itu, dengan cara baik. Tak harus mencari riuhnya tepuk tangan dan "panggung", dengan berbagai cara yang kadang melampaui batas etika. Bagaimana berdamai dengan diri, tanpa merespons life goals "kesuksesan" orang lain dengan ketidaknyamanan, itu jadi tantangan nyata setiap harinya.

Ini pendapatku, sekaligus catatan untuk diri saya sendiri, karena tantangan itu selalu datang setiap hari.  Kamu, punya pandangan lain soal ini?



 

You Might Also Like

2 comments:

Monica Anggen mengatakan...

Ini seperti pembahasan panjang selama bertahun-tahun yang selalu terjadi dengan adikku, Mario. Dan isinya kurang lebih sama, setiap orang memiliki pencapaian berbeda. Tak perlu sombong atas apa yang sudah dimiliki karena Tuhan bisa sewaktu-waktu mengambilnya. Tak perlu pula iri hati dengan pencapaian orang lain, karena ketika hal itu terjadi maka fokus kita pada goal sendiri akan terganggu. Artinya, ya kita sendiri yang rugi.

Hidup itu hanya ada 3 hal yang pasti, kelahiran, masa lalu, dan kematian. Di luar ketiganya, hanya Tuhan yang tahu seperti apa garis kehidupan yang telah ditakdirkanNya untuk kita. Jadi, perbanyak melihat ke bawah agar kita bisa lebih mensyukuri apa yang sudah kita miliki dan jalani setiap langkah dengan sebaik-baiknya, baik untuk diri sendiri maupun baik untuk orang lain. Manusia hanya bisa berusaha dengan sebaik mungkin. Sisanya biarkan Tuhan yang menentukan hasil akhirnya.

Tabik, Kak... suka sekali dengan tulisanmu tentang life goals ini.

Wardah Fajrj mengatakan...

Aaah makasihhhh kak Monica. Iyah ini tulisan lahir dr pemikiran n pengalaman hidup. Hehe. Masih panjang perjalanan. Semoga bisa istiqomah bisa memahami level life goals tiap org berbeda dan kt berdamai dgnya.