Adu Resep Kreasi “Indomie Uniqmie” Bersama Nicky Tirta Sampai 23 April 2017

23.02.00 wawaraji 5 Comments


Suka eksperimen di dapur dengan mi instan? Kalau saya sih, jujur, kreasi andalan “pizza mie” dengan bahan utama mie instan, lalu meracik bumbu sendiri, ditambah daun bawang, bawang putih, irisan cabe, sudah itu saja. Dibantu alat masak andalan “Happy Call” jadi deh Pizza Mie minim minyak yang matang sempurna.

Sederhana ya? Iya, memang saya enggak jago masak. Tapi suka dibikin penasaran dengan kreasi menu yang kalau dilihat di video rasanya kok mudah ya, dan percaya diri bisa kok bikin versi sendiri.

Nah, tahu dong, merek mi instan andalan yang selalu ada stoknya di rumah (setidaknya di rumah saya), Indomie, punya hajatan berjudul “Indomie Uniqmie” dengan Nicky Tirta sebagai ambassador kontes yang sudah berjalan sejak 23 Januari 2017.

Masih ada waktu buat kamu yang suka banget eksperimen menu, dan tertantang adu kreasi unik Indomie. 

Batas pengiriman kreasi “Indomie Uniqme” adalah 23 April 2017 pukul 23:59. Bisa dikirimkan melalui microsite ini www.indomie.com/uniqme atau kirim resep lewat PO BOX 4500 JKS 1200.


Lewat kontes berhadiah total ratusan juta rupiah ini saya jadi punya banyak inspirasi kreasi mi. Kalau Nicky Tirta bikin menu Burger Mie, Taco Mie Rendang, Teriyaki Indomie Cup, Siomay Mie, kreatif dan bikin jadi punya pilihan menu hidangan mi. Nah ternyata, kreasi menu Nicky Tirta berhasil memancing kreativitas pecinta mi se-Indonesia. Sudah ada ribuan resep di microsite kontes ini, mulai sate mie, sushi mie, bahkan aneka kue tradisional yang dikreasikan dari bahan Indomie.


Resep kreasi unik berbahan Indomie ini memang mengharuskan peserta kontes menggunakan Indomie dari varian apa pun. Resep orisinal yang dikompetisikan harus memperlihatkan secara jelas tekstur mi. Artinya tekstur Indomie tidak boleh diubah seperti diblender, digerus, dihancurkan, dicairkan, dilarutkan, dilumatkan. 

Soal bentuk makan, menu kreasi Indomie boleh berupa hindangan internasional, tradisional atau fusion atau paduan keduanya. Pastikan juga resep kreasi Indomie yang diikutkan dalam kontes ini belum pernah peserta upload sebelumnya di mana pun, alias otentik.

Kalau resep sudah dikirimkan ke penyelenggara, akan ada proses seleksi bahkan uji coba dan dinilai tim juri dan ched yang ditunjuk PT Indofood CBP Sukses Makmur TBK. Jadi, pastikan juga resep disampaikan dengan bahasa Indonesia yang jelas dan memudahkan proses seleksi ini, kalau mau dapat kesempatan masuk 20 besar dan lima besar. Penulisan resep yang memenuhi kriteria adalah yang jelas, rinci dan padat untuk penulisan bahan, cara membuat, proses pengolahan. Satu peserta boleh kok mengirim lebih dari satu resep, tapi pastikan menunya berbeda dari resep sebelumnya. Usaha maksimal boleh dong untuk memenangkan kontes seru ini.

Sebagai inspirasi, berikut kreasi menu Indomie ala Nicky Tirta: 
http://bit.ly/ResepTeriyakiIndomieCup





Mau tahu hadiahnya? Kontes yang diselenggarakan dalam rangka merayakan 45 tahun usia Indomie ini memberikan reward untuk para juaranya kreasi unik Indomie, se-Indonesia

Juara 1 : Rp 100,000,000
Juara 2 : Rp 25,000,000
Juara 3 : Rp 10,000,000
Juara 4 : Rp 3,000,000
Juara 5 : Rp 3,000,000
Juara Favorit (online) : Rp 15,000,000

3 (Tiga) Pemenang terbaik dari tiap area di bawah ini, mendapatkan masing-masing Rp 3,000,000.

Area (Cabang) terdiri dari:
- Sumatera utara & NAD
- Sumatera selatan, bengkulu, babel
- Sumatera Barat, Kepri, Riau
- Jambi
- Lampung
- Jawa Barat
- Cirebon
- DKI Jakarta
- Botabek
- Jawa Tengah & DIY
- Jawa Timur
- Indonesia timur (Bali, Lombok, Papua)
- Kalimantan Selatan, Utara, Tengah, Timur
- Kalimantan Barat
- Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Ternate
- Sulawesi Selatan, Tenggara, Ambon

45 (Empat Puluh Lima) pengirim resep pertama akan mendapatkan Produk Indomie.

Tertarik? Segera bikin kreasi unik versi kamu, dan lekas kirimkan menu unikmu. Semoga beruntung!




5 comments:

Cari Tiket Kereta? Pakai Aplikasi Traveloka

15.00.00 wawaraji 12 Comments



Pengguna moda transportasi kereta, baik pejalan atau mereka yang kerap pulang-pergi lintas kota juga yang berencana pulang kampung, kini punya banyak pilihan memesan tiket kereta. Selain andalan utamanya, yakni pesan online lewat situs resmi PT Kereta Api Indonesia (KAI), makin banyak penyedia jasa travel dengan aplikasi/pemesanan online yang menawarkan TIKET KERETA.

Kalau kehabisan tiket kereta di situs resmi PT KAI, segera cek berbagai aplikasi jasa perjalanan yang tersedia. Pastikan juga kalau penyedia jasa itu punya kerjasama resmi dengan PT KAI. Dengan begitu, tiket yang berhasil dibeli memang resmi dan bisa dipertanggungjawabkan keasliannya.

Situs dan aplikasi Traveloka misalnya, juga mulai melirik moda transportasi kereta. Biasanya, saya “menjelajah” Traveloka untuk mencari hotel atau tiket pesawat. Ternyata sejak 23 Januari 2017, Traveloka menawarkan tiket kereta, resmi bekerjasama dengan PT KAI.



Dalam temu media di Jakarta pertengahan Maret 2017, Mukti Jauhari, EVP Passenger and Ticketing Sales PT KAI bahkan menyebutkan, penjualan tiket kereta lewat jaringan eksternal  (agen resmi tiket kereta ) yang mencapai 60 persen, mendapat kontribusi terbesar dari Traveloka. Artinya dari beberapa agen yang bekerjasama resmi dengan PT KAI, Traveloka menunjukkan performa paling maksimal, berada di rangking pertama. Transaksi harian penjualan tiket kereta dari Traveloka berkontribusi 9-10 persen dari total transaksi harian.





Kenapa Traveloka bisa merajai penjualan tiket kereta secara online, padahal baru sekitar sebulan berjalan? PT KAI menyatakan tidak ada perbedaan perlakukan dan kuota pun tidak ada pembedaan. Pada akhirnya, kemampuan penyedia jasa tiket online kembali ke performa sistem IT atau infrastruktur yang mendukung pengguna aplikasi.

Ketentuan pembelian tiket kereta, seperti pengembalian 25 persen jika ada pembatalan, juga diberlakukan sama dan dengan prosedur yang sama, hanya melalui PT KAI. Aturan pembelian tiket kereta lewat aplikasi Traveloka juga mematuhi aturan yang sudah ditetapkan Undang-Undang, sama seperti perlakukan yang diterapkan PT KAI ke seluruh agen resminya.

Kalau bukan karena performa aplikasi yang maksimal, user friendly, dan kecepatan dan kemudahan pemesanan, akan sulit mendapatkan perhatian pengguna kereta. Apalagi era digital yang semua aktivitas pengguna gadget and internet, selalu terhubung dengan aplikasi yang memudahkan dan memenuhi berbagai kebutuhan.

Saya sudah membuktikan seberapa user friendly aplikasi Traveloka untuk cari tiket kereta. Saya dan suami merencanakan perjalanan ke Yogyakarta atas undangan teman baik. Begitu tahu kalau Traveloka kini melayani pemesanan tiket kereta lewat aplikasi, langsung saja kami manfaatkan momen ini.

Tampilan, juga kemudahan dan kecepakatan akses aplikasi, Traveloka memudahkan saya memesan tiket kereta. Input data pun terasa lebih praktis dan tak buang waktu.Pilihan harga dan pemberhentian pun tersedia beragam. Jadi tinggal pilih sesuai anggaran dan tujuan saja.

Kurang dari 10 menit, saya bisa booking tiket kereta. Promosi potongan hingga Rp 100.000 untuk sekali pemesanan juga bikin hati senang. Soal harganya, sama dengan harga resmi PT KAI, tidak kurang tidak lebih. Nah, karena pesan tiket kereta di Traveloka masih dalam masa promosi, potongan harga itu yang membuat pembelian tiket sampai Maret 2017, jadi lebih murah di Traveloka.

Untuk perjalanan kelas ekonomi, PP Jakarta (Pasar Senin) – Yogyakarta - Jakarta, kami menghemat sekitar Rp 125.000. Kami cukup membayar sekitar Rp 450.000, dua kali perjalanan (PP), untuk dua orang dewasa.

Pembayaran pemesanan tiket kereta pun praktis, kami pilih lewat transfer ATM dan pembayaran lewat Alfamart. Nah, kalau memilih pembayaran lewat minimarket, pastikan pemesanan dilakukan sebelum pukul 21:00. Untuk Alfamart, pembayaran tiket kereta pun hanya berlaku di jaringan Alfamart, bukan jaringan satu grup seperti Alfamidi. Saya tidak berhasil bertransaksi di Alfamidi.

Praktis dan mudah, terkait pembayarannya. Catatannya, perhatikan dan baca detil ketentuan pembayaran tiket kereta yang sudah diberikan di aplikasi juga melalui email. Notifikasi pemesanan pun lengkap channeling-nya, email dan SMS. Jadi tak perlu khawatir status pemesanan dan tiket apakah berhasil dipesan atau tidak. H-7 sebelum keberangkatan saya dan suami ke Yogyakarta, saya sudah menerima semua notifikasi dan tiket sudah ditangan.



Pengalaman pesan tiket kereta di Traveloka bikin saya makin senang bepergian dengan kereta. Sebelumnya, untuk rencana perjalanan di sekitaran Pulau Jawa, kami memang lebih memilih kereta dan pengguna setia situs resmi PT KAI.

Selain lebih hemat, perjalanan berkereta terasa berbeda. Ada pengalaman unik yang tak didapati dari perjalanan dengan pesawat. Ada waktu yang bisa dimanfaatkan untuk bercengkrama bersama keluarga. Memang sih butuh waktu lebih lama, seperti perjalanan saya ke Yogyakarta butuh waktu lebih dari 8-9 jam. Perjalanan dengan kereta memang syarat utamanya adalah menyediakan waktu lebih panjang dan lapang, jangan terburu-buru. Kita yang mengatur waktu, bukan dikejar waktu.

Semoga saja infrastruktur aplikasi pemesanan tiket kereta online ini bisa stabil. Saya sempat kesulitan pesan karena ada gangguan. Begitu pun dengan pembayaran melalui minimarket, sempat terganggu masalah jaringan. Kalau soal ini, angkat tangan dan pasrah saja, menunggu kondisi stabil, lalu coba pesan lagi.

Perihal jaringan internet dan infrastruktur memang menjadi tantangan bagi penyedia jasa aplikasi apa pun di Indonesia. Maklum saja, karena negara kita belum secanggih Jepang atau Korea soal internet. Sedikit gangguan, masih bisa malum tapi kalau sering gangguan, nah ini yang perlu diperbaiki kalau mau kami, para pengguna setia kereta, selalu memilih pesan tiket lewat Traveloka.

Dengan meningkatkan pembelian tiket kereta online, jangan heran kalau tiket kereta cepat habis, apalagi jelang mudik lebaran. Sebaiknya pesan jauh hari, karena di Traveloka pun pemesanan tiket mudik sudah berlangsung H-90.

PT KAI juga sudah menyatakan bahwa pemesanan tiket kereta secara online semakin tinggi, dan tiket gampang ludes hanya dalam waktu lima menit. Tiket di loket stasiun pun cepat habis. Sebanyak 60 persen tiket disalurkan PT KAI melalui berbagai agen resminya (external channel). Jadi kalau kehabisan di situs resmi PT KAI, segera cari di berbagai penyedia jasa tiket kereta online yang memudahkan seperti Traveloka. Semoga saja selalu ada penawaran menarik seperti promo Traveloka yang bisa menghemat pengeluaran 20 persen, itu pun sudah menguntungkan pengguna bukan?













12 comments:

Kontrol “Baper” di Media Sosial dengan “Kopdar” Berkualitas

11.39.00 wawaraji 25 Comments




Setiap kata yang kita tuliskan ada pertanggungjawaban. Ini sudah menjadi prinsip saya, dan membuat saya sangat berhati-hati menulis, di media sosial, bahkan pesan singkat aplikasi chat apa pun, apalagi menulis di blog. 

Saya pernah menulis soal pentingnya kehati-hatian dalam blogging, belajar dari narasumber terpercaya, dan dari pengalaman pribadi. Karena itulah ketika menuliskan ini, saya sudah benar-benar yakini, bahwa sudah waktunya menulis, menyerap dari berbagai ilmu yang saya cari dan dapatkan begitu saja, juga dari analisis dan observasi postingan netizen di media sosial. 

Netizen saya bilang, termasuk blogger di dalamnya, juga nonblogger yang makin “candu” dengan media sosial dalam menyampaikan apa pun yang terlintas di kepalanya.

Ada teman saya bilang, di sebuah komentar di media sosial, bahwa tuliskan apa yang saya pikirkan tentang suatu kasus. Waktu itu tentang suatu kasus etiket dan attitude. Saya sudah sampaikan, saya akan menuliskan setelah merasa siap menuliskan, merasa sudah dibekali berbagai pengetahuan. Karena menulis hanya karena momentum atau menulis hanya karena ingin cepat merespons, apalagi dikuasai emosi, hasilnya hanya akan memperuncing. 

Menulis sebaiknya memang bermotif, dan alangkah lebih baik jika motifnya untuk memberi manfaat, meski pun pada akhirnya akan kembali kepada masing-masing persepsi yang menyerapnya, dengan berbagai latar dan pengalamannya.

Untuk menulis dengan motif memberi manfaat, bekalnya harus banyak atau setidaknya merasa cukup dibekali dengan berbagai contoh kasus dan referensi bacaan atau pengetahuan yang bisa dipertanggungjawabkan.  Nanti ya, di tulisan berikutnya saya bahas soal attitude (mudah-mudahan sudah cukup bekalnya).

Dan inilah satu tulisan berbekal pengetahuan dan fenomena media sosial belakangan. Tulisan media sosial, dari saya, yang masih newbie di dunia media sosial, yang masih terus belajar. 

Pendatang baru yang memberanikan menyebut diri sebagai Social Media Strategist, karena memang itulah yang saya kerjakan bersama Toska PR, memikirkan strategi media sosial dengan  pengetahuan dan pengalaman yang saya punya, yang ternyata ada manfaatnya untuk sebagian mereka yang masih belum memaksimalkan bahkan belum memulai fungsi media sosialnya.

Banyak sekali praktisi yang lebih mahir dari saya, namun setiap orang ada porsinya dan setiap porsi ada peluangnya. Mereka yang sudah lebih mahir, punya porsi dan peluang lebih besar. Kalau mau membuka mata dan wawasan kita, dunia digital sangat berkembang pesat, begitu banyak peluang dan kesempatan, untuk mereka yang mau belajar dan berani mengambil tantangannya juga jeli melihat peluang.

Baiklah, prolog saja sudah banyak paragraf. Kita mulai bincangkan “baper” dan “kopdar” lewat tulisan, judul yang saya pilih, saat bangun tidur di suatu pagi dan digerakkanNYA menulis ini.

“Baper” dan “Kopdar”
Saya beri tanda petik pada kedua kata itu, karena seperti kata guru bahasa saya, Anwari Natari, gunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan beri tanda baca yang tepat, karena bisa jadi tulisan kita dibaca oleh berbagai lapisan masyarakat, yang belum tentu semua paham istilah yang barangkali sudah  dipahami sekelompok orang tapi tidak oleh kelompok yang lain. 

Berilah keleluasaan pada tulisan kita, dengan pengunaan bahasa yang baik dan benar, antisipasi saja kalau-kalau tulisan kita dibaca sampai Papua, yang belum semua paham apa sih “baper” dan “kopdar”. Tanda petik menunjukkan itu adalah kata khas yang umum digunakan di kalangan urban, belum tentu semua orang paham (meski mungkin hanya sebagian kecil saja yang tak paham).




Oke, kembali ke topik. Bawa perasaan atau disingkat baper, belakangan makin marak diperbincangkan, bahkan jadi pilihan judul tulisan media online, dengan tujuan supaya cepat ditangkap mesin pencari dan SEO berjalan dengan maksimal. Kopi darat atau kopdar, barangkali sudah sangat umum, apalagi bagi kalangan komunitas yang merujuk pada makna kumpul, pertemuan, tatap muka yang dilakukan berkala oleh sekelompok orang karena kesamaan kesukaan/hobi atau apa pun motif di baliknya.

Saya, sebagai pendiri dan pengelola komunitas, yang juga punya jabatan social media strategist di Toska PR (sebagai associate), punya tugas wajib (yang saya ciptakan sendiri), untuk memantau media sosial. Apa yang sedang ramai diperbincangkan, apa yang sedang menjadi perhatian, bahkan apa yang sedang menjadi krisis media sosial. 

Juga lewat media sosial, saya menganalisis penggunanya, bukan untuk menilai apalagi menghakimi, tapi sekadar menjadi bahan pembelajaran yang kemudian bisa saja menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan, sikap, apa pun itu yang terkait dengan pekerjaan profesional atau bahkan referensi pribadi.

Dari netizen saya banyak belajar. Boleh lah dibilang praktisi, yang memang saya terjun bebas ke ranah media sosial, setelah belasan tahun berjibaku dengan dunia media mainstream sebagai jurnalis profesional . 

Tak puas belajar dari netizen, saya pun mencari guru untuk belajar soal media sosial, terutama terkait etiket. Dari buku saya pun belajar soal media sosial. Workshop adalah sarana paling tepat untuk menambah pengetahuan, dan mencari workshop media sosial itu memang tantangan. Rata-rata training dan workshop media sosial itu mahal ongkosnya, wajar saja karena memang ilmunya sedang naik daun.

Kembali ke soal “baper” media sosial. Dengan berbagai pengalaman personal berselancar di dunia maya, dan mencari ilmunya inilah saya bisa lebih siap menyikapi media sosial dan dampak juga imbasnya.




Dari pembicara workshop (#BloggerHangout) Ferri Yuniardo, dari Channel Dikidi.com di BloggerDay 2017 inisiasi BloggerCrony Community (BCC), saya makin yakin dengan apa yang saya belajari otodidak soal media sosial. 

Bersyukur bisa berkolaborasi dengan @omferri  (akun Instagramnya) yang berkenan berbagi, untuk workshop komunitas, untuk people development, program BCC #BloggerHangout, jauh-jauh ke Bogor dari Bintaro.

Kata-kata @omferri yang paling mengena adalah (dalam penafsiran saya) jangan baper di media sosial karena sejatinya media sosial bukan dunia yang sebenarnya, bisa jadi yang disajikan adalah palsu, bukan sesungguhnya nyata persona pemilik akun itu, bisa jadi si pemilik akun medsos memang sedang melakukan pekerjaan dengan medsosnya, dengan memaksimalkan benefit dari jumlah followers yang dikumpulkannya susah payah. Bisa jadi apa yang disajikan benar adanya. 

Jadi, jangan “baper” apalagi mudah menyimpulkan segala sesuatunya. Lihat kondisi dan sikap saling mendukung satu sama lain, akan lebih baik diciptakan daripada mengomentari dengan nada negatif lantaran mungkin kita tak kebagian kesempatan pekerjaan itu, atau mungkin kita merasa tak memiliki apa yang sedang ditampilkan di media sosial. Sekali lagi “No Baper” di media sosial, begitu banyak makna dan semua kembali kepada pemahaman dan pengalaman masing-masing kita dalam mencerna maknanya.

Sebagai penikmat juga pegiat media sosial, saya lalu menyimpulkan, kita hanya perlu memilah mana yang asli dan palsu. Bagaimana bisa memilih dan memilahnya? Inilah alasan yang kemudian saya jadikan judul tulisan. 

Saya menjadi lebih yakin bahwa perjumpaan menjadi penting. Kebiasaan lama kita, “kopdar” yang mulai diambil alih teknologi dengan berbagai kreativitas inovasi dalam bentuk aplikasi dan lain sebagainya, perlu dipertahankan bahkan ditingkatkan, kualitas dan kuantitasnya.

Pertemuan, silaturahim/gathering, apa pun itu penyebutannya jelas punya dampak dan manfaatnya. Kita bisa saling kenal bukan hanya nama dan wajah, tapi juga pribadinya. 

Benar apa yang dikatakan @omferri bahwa media sosial itu palsu (maknai dengan melihat konteksnya loh ya). Bahwa apa yang kita baca di status medsos teman kita, teman baru, apalagi baru kenal di medsos, apa yang kita lihat dan rasa, tidak sepenuhnya demikian adanya.

Kita sungguh bisa lebih memaklumi dan tidak terpancing apalagi menambah keruh opininya di medsos, jika kita paham siapa dia. Pertemuan langsung dengan orang-orang yang kita sapa dan komentari di medsos, akan menambah pemahaman kita tentang apa yang dituliskannya. 

Kita menjadi orang yang tidak mudah merespons reaktif dan akan menyaring ulang apa yang akan kita sampaikan, karena kita sebenarnya paham, apa yang dimaksudkannya. Sebenarnya, jika dia sedang menulis sesuatu yang rasanya kok tidak sepantasnya menurut kita, maka karena kita sudah mengenalnya langsung, kita akan tidak mudah menghakimi dan cenderung akan memakluminya. Atau cara lainnya, tanda kita sayangi dia, adalah dengan menegurnya langsung, sekadar mengingatkan atau memberikan pembelajaran kalau memang kita punya kompetensi untuk itu dan kalau sudah sangat kenal baik. Jangan sampai juga niat baik malah salah makna dan bikin hubungan malah jadi runyam. Atau pilihan lainnya, lebih baik diam jika memang tak sepenuhnya paham dan tidak ada kepentingan. 

Hanya dengan kenal langsung, tatap muka, jabat tangan, berbincang mengenal pribadinya, lewat “kopdar” kita bisa memahami seseorang. Bukan dari statusnya di media sosial. Bukan dari kicauannya, bukan dari opini pribadinya yang kadang mungkin bablas tidak terkontrol olehnya. Namanya manusia, tiada yang sempurna, terkadang mungkin saja kita lupa bukan?




Hanya dengan kenal langsung, pernah menjabat tangannya, pernah berbicara atau setidaknya menyapa lewat “kopdar” kita jadi lebih mudah menyikapi apa pun postingan medsosnya. Bahkan kita bisa lebih bijak menyikapi postingannya. Yang pada akhirnya membuat media sosial bukan menjadi ajang perselisihan dan gosip, atau ajang saling menjatuhkan dan saling tunjuk, tapi menjadi ajang untuk kita saling memperluas jangkauan silaturahim dengan energi positif yang menyebarluas.

Sampai di sini saya jadi berpikir, ah mungkin memang kekisruhan di media sosial sengaja dibentuk atau sengaja diciptakan. Saking sederhananya, saya pernah menyimpulkan, oooh barangkali bikin “rame” dengan apa pun model  postingan medsos menjadi cara paling ampuh menarik perhatian dan traffic

Sama seperti media online tertentu yang kadang pakai judul bombastis atau sensasional agar target pageview tercapai. Tujuannya, tentu saja traffic tinggi. Kalau pengguna medsos, mungkin bisa menambah Klout Score sebagai salah satu penanda seberapa aktif seseorang di media sosial. Skor yang kadang (ulangi, kadang) jadi pertimbangan agensi dalam menyeleksi pengguna medsos mana yang tepat menjadi influencer untuk sebuah kampanye atau aktivasi media sosial, yang dilibatkan dalam pekerjaan profesional alias berbayar.

Saya sih percaya, menebar kebaikan di medsos juga bisa meningkatkan traffic. Kalau balik ke ajaran agama, bukankah sudah dituliskan untuk kita berlomba dalam kebaikan. Dan bukankah sudah dituliskan dan dijanjikanNYA bahwa dengan berbuat baik maka serahkan segala urusan kepada NYA karena DIA akan melipatgandakan kebaikan dengan caraNYA, bukan cara kita yang tiada daya, caraNYA yang akan mengangkat derajat kita dan memberikan balasan lebih dari yang kita kira, dengan terpenuhinya segala urusan dan rejeki tiada putus.

Maaf yaa diselipi “ceramah”. Saya memang tergerak untuk menyampaikan walau satu ayat, dengan cara saya, termasuk di media sosial. Tentu ada alasan di balik sikap saya itu, pasti ada alasan di balik segala sesuatu. Sekadar selipan, alasannya adalah almarhumah anak balita saya yang mengubah cara pandang saya atas dunia. Sudah itu saja.

Lanjut ke topik. Mengenal pribadi yang lebih sering berinteraksi dengan kita di medsos, lewat kopdar, sungguh bisa jadi bekal dalam kita bersikap/berkata/merespons apa pun postingannya di medsos. Akhirnya, kita bisa mengontrol rasa “baper” ber-medsos-ria karena sebenarnya “baper” itu bagian yang tak terpisahkan di medsos. Bahkan dengan kita sudah mengenal persona di medsos saja, sudah pernah menjabat tangannya, ketika sesuatu disampaikan di medsos, akan tetap muncul asumsi/prasangka yang membuat kita punya persepsi tertentu kepadanya. Bisa saja kita jadi menarik diri darinya karena postingannya itu, karena merasa “tersinggung” atau merasa tak nyaman lagi dengannya. 

Baper akan selalu menyertai aktivitas kita di media sosial. Namun saya percaya, dengan kita pernah bertatap muka, yang bukan sekadar kenal nama dan wajah, tapi berinteraksi langsung lewat momen silaturahim apa pun, kita akan lebih bijak mengontrol baper di media sosial.

Jika masih belum terkontrol bapernya, bisa jadi kualitas pertemuan di ajang kopdar belum maksimal. Tugas kita adalah menjadi pribadi yang lebih ramah dan hangat, sehingga saat kopdar, ajang yang sebenarnya sering terjadi, kita bisa berinteraksi lebih baik. Berkenalan dan berbincang, tulus, bukan berpura-pura atau formalitas semata. 

Tancapkan niatan, kita ingin mengenal lebih dekat, supaya bisa saling kenal, menjadi cara kita untuk menjadi pribadi lebih baik lagi karena punya niatan ingin mengontrol “baper”. Hanya jika percaya bahwa “baper” di medsos hanya akan merusak diri sendiri. Ya, hanya jika percaya demikian. 

Jika tidak, atau punya persepsi lain, silakan menjalani apa yang diyakini masing-masing, senyamannya. Kalau saya sih percaya, dengan kita mengenal pribadi secara langsung, berusaha kenal lebih dekat dengan setidaknya berbincang tentang pribadinya, kita bisa menumbuhkan pertemanan dan hubungan baik. 

Teman dan relasi yang terpelihara dari ajang silaturahim inilah yang saya yakini, menjadi harta termahal, karena kita tidak akan pernah tahu suatu waktu kita akan saling membantu dan membutuhkan, bukan atas dasar mencari keuntungan, tapi bagi saya, teman itu berharga dan dengan menjaga hubungan baik ada waktunya saat kita membutuhkan dukungan semangat, mereka yang akan datang dengan suka cita, tanpa diminta. 

Adakah yang lebih berharga dari hubungan baik yang terpelihara? Bukankah sudah menjadi rahasia umum bahwa silaturahim mendatangkan banyak rejeki, apa pun bentuknya, tak melulu soal uang.

Nah, soal kopdar. Saya sempat membaca sebuah postingan di medsos. Posting berupa komentar tersebut menjadi sebuah harapan sebenarnya, dalam persepsi saya. Harapan atau barangkali juga kritik, tentang kualitas kopdar masa kini. Dalam hal ini konteksnya dunia blogger.

Komentar sederhana dan singkat tersebut, bagi saya, menggambarkan kondisi atau fenomena dunia blogger bahwa kopdar yang terjadi sekarang ini kebanyakan karena suatu acara atau event. Bukan kopdar seperti blogger era lama, yang bisa saya pahami, kondisinya berbeda dan semangatnya memang beda. Saya pahami ini karena saya pernah berdiskusi dengan salah satu blogger yang mengikuti perkembangan dunia blogging dari jaman ke jaman.

Saya persepsikan begini, dulu, di masanya para penggagas blogging, era para pelopor blogging, kopdar murni silaturahim. Semangat kebersamaan yang tinggi, kumpul saja tanpa ada maksud apa-apa. Kopdar selayaknya banyak komunitas lakukan.

Kini, di saat blogger makin menjadi incaran agensi, brand, dan menjadi partner kerja profesional, kopdar lebih sering terjadi karena adanya sebuah event, bukan kopdar murni inisiatif beberapa atau sekelompok orang karena merasa perlu berkumpul berkala.

Bagi saya, semua terjadi sudah atas kehendakNYA. Sesederhana itu saja menyikapinya. Semua terjadi karena ada alasan, pasti ada sebabnya. 

Benar bahwa kopdar blogger era kini lebih banyak terjadi karena event, tapi saya juga melihat, di luar itu masih ada yang berkumpul dengan caranya masing-masing. Masih ada sekelompok kecil blogger yang kumpul, nongkrong sampai lupa waktu, sekadar rujakan atau ngopi bareng memanfaatkan "buy 1 get 1". Masih ada kok blogger yang silaturahim mendatangi satu per satu, ngobrol, saling mengenal apa pun motif dan tujuannya. Masih ada hanya memang tak terlihat karena tertutup oleh seringnya event yang mempertemukan blogger lintas generasi lintas masa lintas platform.

Kopdar murni atau kopdar event untuk blogger berjalan mengalir begitu saja. Semua terjadi ada asal muasalnya. Panjang lagi kalau mau membahas ini. Yang pasti eranya memang sudah berkembang dan bagaimana kita menyikapi perubahan, itu yang semestinya menjadi perhatian bersama, jika kita peduli dan mau bersusah payah memikirkan ini.

Seperti saya sebutkan sebelumnya, kualitas atau kuantitas kopdar, itu yang perlu jadi perhatian bersama. Sekali lagi, jika memang peduli dan mau memperbaiki keadaan ini.
Kuantitas kopdar blogger misalnya, menurut saya, banyaaaak dan sering, meski memang masih terpusat di ibukota. Bahkan kota besar lain di luar Jakarta saja masih bisa dihitung jari event/kegiatannya. Padahal, teman baik saya di Lombok bilang, blogger makin berkembang di Lombok. Kondisi yang sebenarnya perlu dipikirkan, komunitas,  agensi, brand, korporat jika mau mengembangkan sayapnya adalah dengan lebih mempertimbangkan jelajah kota seluruh Indonesia, bukan hanya Jakarta.

Namun memang kualitas kopdar, itu yang menjadi perhatian bersama. Memanfaatkan kopdar event untuk lebih mengenal sesama teman blogger, itu menjadi cara paling mudahnya. 

Saya sendiri sudah mempraktekkan ini sewaktu menjadi jurnalis baru di perusahaan media besar ternama pada 2010 lalu. Meski nama besar media saya sudah menguntungkan, tak sulit untuk membranding diri atau mengenalkan diri agar bisa membaur dalam lingkungan jurnalis di lapangan, bersama para senior atau sesama jurnalis baru. Namun, bagaimana sikap kita saat bertatap muka, bagaimana pembawaan diri (dengan tetap menjadi diri sendiri namun menyesuaikan lingkungan baru), dan cara kita berinteraksi akan menentukan keberhasilan kita membranding diri dan menjadi bagian dari komunitas tersebut. Sehingga akhirnya berhasil membaur, dikenal, dan memiliki banyak teman baru dan membina relasi positif sehingga mendatangkan kebaikan untuk kita, apa pun bentuknya. 

Saya bisa bilang, dengan sangat percaya diri bahwa relasi positif yang kita bangun dan jaga bertahun-tahun, akan berdampak dan membawa manfaat untuk kita kemudian hari. Saya yakini dan bisa yakinkan itu.

Kopdar blogger adalah ajang untuk membangun hubungan baik itu. Pada akhirnya, kita pun bisa mengenal baik setiap pribadi blogger. Jadi, ketika dia mungkin ada kalanya terselip lidah, posting sesuatu yang bikin “baper”, kita bisa kontrol diri, tak mudah terhasut dan bisa menyikapinya cukup dengan senyum atau komentar tanpa menunjukkan “baper”.

Saya jadi membayangkan apa jadinya kalau netizen termasuk blogger bisa lebih bijak dan matang dalam menggunakan medsos. Rasanya tak perlu khawatir traffic akan menurun drastis lantaran tak ada lagi “drama” dan “baper”.  Barangkali akan tercipta satu kondisi medsos tetap riuh ramai, karena energi positif menyebar, semua saling dukung beri likes dan komen tanpa “baper”. 

Seperti kata @omferri kalau orang Indonesia pelit kasih like atau retweet, beda dengan orang Malaysia yang meski followers tak seberapa tapi rajin mengapresiasi dengan like  saja misalnya. Saya merasakan sendiri soal ini, memiliki teman baru di Malaysia, berkat kesempatan luar biasa menjadi peliput Malaysia Fashion Week, lalu hubungan berlanjut di media sosial, memang benar, mereka rajin beri like di postingan Instagram dan Facebook. Saya jadi malu, karena saya masih termasuk orang Indonesia kebanyakan yang enggak rajin beri likes.  Barangkali saya masih gagap, karena belum sebegitunya memantau postingan teman. Yang pasti jangan sampai kita enggan beri like karena “baper” apa pun itu alasannya silakan tafsirkan sendiri.

Demikian. Panjang lebar tulisan yang saya sadari ada pertanggungjawabannya dalam menyampaikan setiap katanya. Semoga ada manfaatnya, dan semoga enggak pakai “baper” ya membacanya. Kalau masih “baper” yuk kenalan lagi sama saya, kita ngopi ajah, tapi saya pesannya cukup teh ajah yah (yang kenal saya pasti tahu saya bermasalah dengan kopi). Yuk, kopdar! Salam hangat.











25 comments: