4 Tahun Dahayu dengan Pesan Istimewa
HARI INI, empat tahun lalu, 28 Februari 2013, DAHAYU, anakku, lahir atas
kehendak Allah dengan bantuan dokter kandungan yang “berjihad di jalan sepi”.
Dia membantu banyak ibu melahirkan dengan tidak membebani biaya yang
memberatkan. Dia menjadi perantara Tuhan menyelamatkan ibu dan Dahayu, dari
risiko kematian, akibat pendarahan dengan kondisi plasenta previa.
Hari ini,
empat tahun kemudian, Dahayu bahagia di Surga, dan semakin banyak pesan yang “dititipkan”
kepada kami orangtuanya, terutama kepada ibu.
Ini cara saya, ibu yang memperingati hari jadi anaknya di
surga. Cara yang istimewa, rasanya takkan ada yang mau bertukar peran dengan
saya. Peran yang harus saya jalani dan semoga dimampukan meski kadang iman naik
dan turun dengan mudahnya. Atas izinNya, doa untuk selalu diberi petunjuk menuju
jalan lurus, memudahkan untuk menaikkan kembali iman dan kadang menurun dengan
drastisnya. Allah maha membalikkan hati, dan itu nyata terjadi pada saya.
Ini cara saya, sekadar berbagi apa yang dirasa, pengalaman
ibu #CeritaIbu, yang barangkali ada manfaatnya. Catatan perjalanan yang
barangkali ada manfaatnya, sekecil apa pun itu, untuk sesama ibu dengan takdir
yang sama, atau setidaknya untuk membantu berempati terhadap ibu yang berpisah
dengan anaknya. Sungguh, bukan masa yang mudah dijalani, tidak mudah.
#CeritaIbu
Dahayu, 24 Februari 2017, Ibu menulis di laman #CeritaIbu.
Spontan saja menulisnya, hanya menumpahkan isi kepala yang rasanya semakin
berat.
Menuliskan perasaan dan pengalaman bukan hal baru. Ibu sudah
menjalaninya sejak usia dini. Begitu banyak buku diary di rumah nenek dan rumah
kita, berisi catatan perjalanan dan pengalaman ibumu ini nak. Membacanya
kembali sungguh meneguhkan bahwa memang menulis adalah cara ibu terapi diri.
Jika tidak, barangkali saat ini entah apa jadinya ibu dengan rasa yang
terpendam tak tersalurkan.
Jumat, empat hari lalu, ibu menulis tentang kakek Dahayu.
Menulis apa yang dirasa dari kejadian yang terekam di kepala sekian waktu,
digabung dengan peristiwa yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Ibu sakit lagi
nak. Maafkan kalau Dahayu tak suka dengan ibu yang keliru merawat diri. Tak
mudah menjalani hari tanpa anak ibu, kesayangan semata wayang. Rasanya tiada
satu hari pun ibu tak memikirkan Dahayu. Bahkan kadang, tangis meledak hanya
karena pikiran melayang dan terpicu nyanyian syahdu yang tak ada kaitannya
dengan Dahayu. Tangisan yang hanya didengar oleh ayahmu yang penyabar, tak ada
orang lain yang mendengarnya. Tak ada.
Kejadian antara ibu dan kakek saat ibu sakit, sungguh
membuka mata. Ibu melemah seminggu sebelum hari jadi mu Nak. Ada kah pesan di
balik itu? Pasti ada, karena ibu menemukan banyak makna. Februari adalah bulan
spesial kita, saat Tuhan berkata, kalian berdua diperpanjang kontraknya, dengan
kita berhasil hidup di masa kritis kelahiranmu. Hidup kita adalah anugerah.
Karena itulah ibu memutuskan berhijab sebagai bentuk syukur atas perpanjangan
umur. Nah kan, Dahayu ibu melantur. Begitu banyak pesan yang kamu “titipkan”
kadang membingungkan harus mulai bercerita dari mana.
Ibu menulis tentang kakek yang begitu khawatir dengan
kondisi ibumu, Nak. Ibu bisa paham, rasanya menjadi orangtua yang khawatir saat
anaknya sakit. Kejadian itu, membuat ibu ingin membahagiakan kakek dan nenek
sebisa ibu.
Selang tiga hari, ibu punya cerita baru. Seminggu di rumah
saja mengistirahatkan tubuh, membuat ibu sempat singgah ke rumah nenek. Ibu membongkar
sisa barang lama di rumah nenek, mencari buku atau apa pun yang barangkali penting
untuk dibawa pulang.
Ibu selalu percaya nak, selalu ada alasan di balik kejadian.
Sakitku membawaku pulang ke rumah nenek, sedikit berbincang dan membereskan
kamar kita dulu Dahayu. Tangan ibu digerakkan ke laci lalu ke box yang masih
bertumpuk di kamar yang sekarang ditempati kakek. Kakek selalu istirahatkan
tubuhnya di ranjang kita nak. Tapi maaf ya, foto mu tak lagi dipajang. Tak apa
ya nak, kasihan kakek yang tak bisa menahan rindunya bahkan ketika tak sengaja
melihat foto itu.
Dari sebuah boks, ibu temukan satu buku agenda tahun 2007.
Ibu memang selalu suka mencatat kejadian hari per hari. Beruntung, sejak dulu
bekerja menjadi pewarta, selalu saja mendapatkan buku agenda dengan mudahnya,
gratis, bonus dari bekerja.
Ibu bawa pulang buku itu. Ibu baca di sofa merah kita, di
depan ayah. Tak ada satu lembar pun yang ibu lewati. Buku itu bercerita tentang
perjalanan ibu menekuni pekerjaan impian sebagai wartawan. Bagaimana perjalanan
ibu mewujudkan impian itu, perlahan dan bertahap, panjang sekali prosesnya.
Sampai akhirnya ibu menemukan tulisan, tentang nenek.
Ibu tidak bercerita apa adanya tentang nenek. Tapi cerita
perjalanan ibu sebagai anak perempuan, adik perempuan, satu-satunya di keluarga
dengan dominasi enam laki-laki, tentang pergulatan anak perempuan, tentang
perjuangan menafkahi diri, tentang perjuangan untuk keluarga dan cinta.
Nak, dari rangkaian cerita itu, ibu menyimpulkan melalui tangisan
menjadi di kamar mandi. Bahwa ibu, atas kehendak Allah, dilahirkan dari rahim
nenek, untuk dipersiapkan menjadi ibu Dahayu. Menjadi ibu dalam 3,5 tahun saja.
Menjadi ibu yang kuat karena lahir dari rahim nenek yang sangat kuat.
Dahayu belum bisa paham kalau ibu ceritakan, tentang kakak
pertama ibu yang “sakit” lebih dari 20 tahun lamanya. Nenek, atas kehendak
Allah, kuat bertahan dengan iman yang justru semakin naik tingkat. Nenek,
menjalani takdirnya, merawat dan berikhtiar yang terbaik mental dan materi,
untuk kesembuhan anak pertamanya. Lebih dari 20 tahun Dahayu, bayangkan. Ibumu
ini menjadi bagian dari proses penyembuhan itu. Menjadi bagian dari “sakitnya”
itu. Dan sungguh tak mudah menjadi anak perempuan untuk tumbuh dengan kondisi
keluarga yang diuji mental dan materi, lebih dari 20 tahun.
Entahlah bagaimana menceritakannya nak. Hanya Allah yang
tahu. Tapi ayahmu tahu Dahayu. Dia lah teman setia ibu, soulmate ibu sejak kami
pertama kali bertemu tahun 2000. Dia paham kesulitan yang ibu hadapi sedari
dulu.
Dahayu, jelang hari jadimu, ibu mendapatkan pesan baru.
Bahwa kalau bukan karena nenek yang memberi contoh bagaimana menjadi ibu yang
tangguh dan menjalani hidup dengan iman, ibu takkan bisa menjadi seperti
sekarang.
Nenekmu sangat hebat. Ibu yang luar biasa hebat. Bertahan
dalam iman untuk mendapatkan ridha Allah dengan mengurus tujuh anaknya yang
hidup, satu meninggal saat bayi. Mengurus keluarga dengan menyerahkan segala
urusan hanya kepada Allah. Membaca Al-Quran ketika hatinya gundah. Berdoa
bertahun-tahun dan berikhtiar untuk kesembuhan anak pertamanya. Dan Allah
mengabulkan doanya, lebih dari 20 tahun berikhtiar. Allah memberi juga hadiah,
dengan dimampukan Umrah atas kebaikan hati bibi dan adiknya. Nenek tak mampu
menabung untuk Umroh apalagi Haji Dahayu karena hartanya dipakai terus menerus
untuk pengobatan anak pertamanya, untuk kesehariannya.
Ibumu ini, belum banyak memberi. Ibumu ini berupaya mencari
nafkah dengan terus mencari pekerjaan yang layak gajinya, untuk membantu nenek
sebisanya. Ibu pernah menjadi anak perempuan yang sangat memikirkan bagaimana
beban nenek lebih ringan. Meski tak pernah memberikan seluruh gaji, setidaknya
ibu hidup mandiri untuk tidak pernah membebankan segala kebutuhan ibu kepada
nenek. Bagaimana kakek dan nenek berikhtiar keras membayar uang kuliah sampai
meraih gelar sarjana sudah cukup menjadi modal bagi ibu. Setelah itu, hidup
mandiri dan berusaha membantu menjadi fokus hidup anak perempuan yang belum
banyak memberikan bantuan ini.
Nenekmu Dahayu, melahirkan ibumu ini dengan memberikan contoh senyatanya, bahwa
hidup atas kehendak Allah, harus dijalani dengan kekuatan iman, sesulit apa pun
itu. Merekam jejak Nenek, apa yang ibu jalani ini rasanya belum apa-apa, meski
tak bisa serta merta dibandingkan. Nenek pernah kehilangan anak perempuan.
Nenek berjuang untuk kesembuhan anaknya puluhan tahun lamanya. Nenek, adalah
alasan lain untuk ibu bangkit setiap kali terpuruk.
Dahayu, empat tahunmu, membawa begitu banyak pesan. Bahwa
kita punya teladan kehidupan dengan penyerahan sepenuhnya kepada Allah. Teladan
itu, Kakek dan Nenek. Mereka ada untuk menularkan kekuatannya kepada ibu. Bahwa
adalah takdir ibu untuk hanya merawatmu tiga tahun saja, sudah digariskan.
Bahwa ibu lahir dalam keluarga yang berjuang dalam hidupnya,sudah digariskan.
Karena ketika kini, ibu harus menjalani hidup terpisah alam dengan Dahayu, ibu
menjadi kuat, karena ada Kakek dan Nenek sebagai pengingat bahwa takdir harus
dijalani dengan ridha. Ikhlas memang tak mudah, tapi Kakek dan Nenek sudah
mencontohkannya, dan ibu hanya perlu menirunya.
Pesan sahabat Ibu yang seperti saudara, Mila, juga menguatkan ibumu Nak, “she
only have happiness, and she wants her parent do to!....she isn’t dissapear but
u just only can’t see... she always beside you closer than you think...”
Dahayu, “selamat ulang tahun” Nak. Bahagia di surga.
32 comments:
Posting Komentar