Ibu Bijak Pengendali Keuangan Keluarga
Siap menjadi ibu? Jangan dipikir mudah jadi ibu dari
anak-anak kita dan istri dari pasangan yang kita pilih untuk hidup selamanya.
Eh, tapi jangan juga jadi ketakutan atau khawatir enggak bisa jadi ibu yang
baik. Tak ada manusia sempurna, pun tak ada perempuan sempurna, semua pasti
punya kelemahannya.
Saya berani mengakui, kelemahan saya adalah disiplin mempraktikkan
perencanaan keuangan. Jangan tanya sudah berapa kali saya ikuti talkshow dari
para financial educator. Berkali-kali mengikuti edukasi keuangan atau financial
literacy penting bagi saya, meski ilmunya dan teorinya sama saja, namun datang
menghadiri kegiatan literasi finansial seperti memberikan pengingat sekaligus “wake
up call” lalu refleksi diri, apa yang
salah dan kurang saya jalani.
Dalam beberapa kegiatan literasi finansial selalu menekankan
pemeriksaan keuangan atau financial check up. Menulis ulang, lagi dan lagi,
berapa pemasukan bulan dan pengeluaran rutinya. Lalu pembagian pengeluaran yang
biasanya terdiri atas Sedekah (5%), Biaya Hidup (30%), Cicilan Utang (30%),
Gaya Hidup (10%), Dana Darurat (10%), Investasi (15%).
Berkali-kali pembagian ini dibahas dalam edukasi finansial
keluarga. Termasuk dalam program “Ibu Berbagi Bijak” Visa Financial Literacy
Series Financial Check Up di Jakarta. Bersama Prita Gozie, Visa mengedukasi
kaum ibu untuk lebih bijak mengelola keuangan terutama dalam keluarga.
IG/Twitter @wawaraji |
Ilmu perencanaan keuangan ini memang penting dipahami kaum
ibu karena mengurus keluarga dengan berapa pun penghasilan suami atau ditambah
penghasilan istri, sungguh bukan perkara sepele.
Pencatatan pemasukan apalagi pengeluaran menjadi penting.
Bagi yang suka berjibaku dengan aplikasi Excel, akan sangat memudahkan mengurus
pemasukan dan pengeluaran, lebih tertata rapi. Bagi yang suka mencatat manual
di buku silakan saja. Kalau kata Prita Gozie, apa pun caranya, pencatatan arus
keuangan itu bisa membantu kita mengendalikan keuangan.
Selain mencatat pengeluaran dan pemasukan, bahkan kalau
perlu simpan bon untuk memantau pengeluaran, yang juga penting adalah pembagian
jatah pengeluaran. Banyak metodenya yang sudah sering disampaikan para
financial educator.
Pernah dong mendengar sistem amplop? Biasanya kaum ibu yang
belum mengikuti kelas literasi finansial pun sudah menjalani ini. Amplop bisa
bermakna amplop dalam arti sebenarnya atau dompet. Jadi, bagi anggaran
pengeluaran. Amplop/Dompet A untuk biaya hidup seperti listrik, air, pulsa,
makan, transport, dll yang merupakan kebutuhan wajib atau biaya hidup, porsi
idealnya 30 persen dari penghasilan rutin. Amplop berikutnya untuk kebutuhan
lain seperti cicilan utang, sedekah, dana darurat yang perlu disiapkan apalagi
untuk freelancer agar bisa “hidup” membiayai biaya hidup minimal tiga bulan ke
depan, investasi seperti reksadana, deposito, logam mulia, lalu sisakan untuk
gaya hidup, bahkan kalau perlu menekan gaya hidup seperti belanja tas, sepatu,
ngopi di café dengan anggaran 10 persen maksimal dari penghasilan.
Cara lain adalah buka rekening di luar arus kas utama.
Rekening belanja kerap disebut para financial educator. Siapkan rekening khusus
di bank, hanya untuk belanja. Alokasikan dana maksimal 10 persen saja setiap
bulan. Jika uang di rekening tersebut habis, maka kita tidak berhak belanja.
Jangan pakai uang biaya hidup apalagi jatah bulanan untuk sedekah, hanya karena
tergiur diskon di mal.
Kalau perlu ada rekening lain khusus untuk investasi, untuk
dana darurat sehingga kita kaum ibu ini bisa lebih bijak mengendalikan keuangan
keluarga.
Ilmu literasi finansial keluarga seperti ini sudah sangat
sering disampaikan. Jujur, mempraktikkannya sungguh tak mudah, karena disiplin
diri memang musuh terbesar kita, atau setidaknya saya pribadi.
Menekan gaya hidup agar semua pengeluaran on track, sungguh
perjuangan apalagi dengan mobilitas tinggi dalam aktivitas harian kita, eh
saya. Kalau kata Prita Gozie, korbankan gaya hidup bukan lantas
menghilangkannya kok. Kita hanya perlu mengendalikan gaya hidup bukan tidak
memiliki lifestyle sama sekali seperti ngopi di café sambil curhat sama sahabat
misalnya. Perlu juga curhat kan supaya enggak depresi karena pengeluaran tak
seimbang dengan pemasukan.
Karenanya, menurut saya, mengingatkan diri sendiri bersama
pakar keuangan sungguh siraman rohani. Kita diingatkan lagi dan belajar lagi.
Seperti saya belajar hal baru di Visa Financial Literacy Series bersama Prita Gozie,
bahwa pemeriksaan keuangan perlu dilakukan setahun sekali, wajib!
Cek kembali seberapa sehat keuangan kita. Kalau aset
bertambah 10 persen tandanya positif. Biasanya pemeriksaan keuangan tahunan ini
dilakukan Januari di awal tahun, atau jika sudah punya anak usia sekolah, saat
anak masuk sekolah sekitar bulan Maret.
Financial Check Up bisa dilakukan sendiri dengan parameter
yang baik dan benar, pakai rumus yang sudah dijelaskan (30%+30%+5%+15%+10%+10%)
juga bisa. Sudah disiplin kah kita menerapkannya? Atau kalau memang kondisi
keuangan sudah sangat memprihatinkan, rasanya perlu juga minta bantuan
financial educator.
Meski memang harus membayar jasa keuangan, tapi kalau sangat
perlu untuk menyehatkan keuangan kenapa tidak? Apalagi kalau sudah menyangkut
utang piutang.
Dalam buku Saku Ibu Bijak oleh Visa disebutkan di bab3:
Utang Piutang. Ilmu penting yang harus dikuasai kaum ibu agar lebih bijak
mengendalikan keuangan.
Saya ringkas yaaa
ilmunya. Dijelaskan bahwa yang namanya utang di dunia itu ada banyak
jenisnya. Paling umum adalah pinjaman pribadi, utang modal ke bank, utang biaya
sekolah, KPR, kredit kendaraan bermotor. Kalau utang perseorangan biasanya
untuk urusan biaya sekolah anak, kartu kredit, liburan dan lainnya.
Nah dalam rumus, sudah dijelaskan biaya utang ini hanya
boleh maksimal 30% dari pemasukan, kalau mau dikategorikan sehat keuangannya.
Kalau lebih besar dari itu, yaaaa silakan analisa sendiri saja.
Buku Saku Ibu Bijak dri Visa ini juga memberikan tipsnya.
Namun yang perlu dipahami dari utang adalah prinsipnya utang harus dilunasi
sesegera mungkin agar tidak menjadi beban di kemudian hari. Jika jumlahnya
besar seperti KPR, penting untuk membuat perencanaan pembayaran utang yang terstruktur
dan sistematis.
Ilmu baru yang saya dapati dari buku saku Ibu Bijak dari
Visa ini adalah cara terbebas dari utang yakni dengan menggabungkan semua utang
sehingga bisa terkontrol berapa sisa utang dan kapan harus melunasi, serta
konseling utang dan hak nasabah.
Hak nasabah saya pahami sebagai utang kita terkait KPR,
kredit motor/mobil, kartu kredit. Nah, kita sebagai nasabah punya hak loh. Pemberi
kredit tidak ada hak menekan kita yang berutang apalagi jika urusannya dengan
bank. Penagihan utang yang fair adalah salah satu hukum di bank yang akan
melindungi nasabah. Kita punya hak mengajukan keberatan apabila penagih utang
sudah mulai intimidatif, tindak kriminal, ancaman, kalimat kasar, menggunakan
koneksi palsu, berkomunikasi di tempat dan waktu yang tidak biasa,
berkomunikasi lewat pihak ketiga tanpa persetujuan debitur.
Kalau sudah tidak nyaman, segera hubungi langsung pihak bank
kalau perlu datang langsung ke kantor. Konsultasikan dengan financial planner
juga bisa untuk membantu.
Ilmu ini penting setidaknya buat saya yang masih berutang kendaraan
roda empat. Yuk ah, lebih bijak lagi
mengelola keuangan, supaya keluarga tak terbebani dengan masalah keuangan
lantaran kita kurang melek finansial. Belajar literasi finansial memang
menyelamatkan setidaknya menjadi pengingat kita yang seringkali lupa.
12 comments:
Posting Komentar