Ignis, Si Urban Sporty Banyak Fitur dari Suzuki

19.35.00 wawaraji 8 Comments


Bukan city car bukan juga SUV, sporty, cocok untuk anak muda atau mereka yang berjiwa muda. Suzuki memang sengaja memberikan kategori baru untuk Ignis, mobil keluaran terbaru yang disebut sebagai Urban SUV (Sport Utility Vehicle).

Mobil Urban SUV keluaran terbaru Suzuki ini memang punya keunikan tersendiri.  Bahkan Suzuki berani bilang tidak ada pesaing di kategori ini di Indonesia. Berpikir “out of the box” menjadi dasar kenapa Ignis lahir. 

Penasaran dengan Ignis? Pengalaman saya test drive Ignis barangkali bisa jadi pertimbangan kalau Anda sedang mencari mobil baru yang futuristik dengan banyak fiturnya, irit, dan terjangkau.


Sebelumnya, kenalkan dulu IGNIS yang juga diartikan mewakili keunggulannya Irit (bahan bakar), Ground clearance, New (generation), Interior (modern futuristik), dan Sporty.

Perwakilan Suzuki yang mendampingi blogger mengatakan Ignis kerap jadi pilihan bagi orangtua yang ingin menghadiahkan mobil untuk anaknya. Artinya, Ignis yang memang diperuntukkan bagi anak muda dengan mobil sporty. Meski begitu, pasangan muda atau keluarga muda pun masih terpenuhi kebutuhannya.

Kalau dari segi tampilan dan fitur hi-tech yang  memang sesuai dengan usia muda, lain lagi dari segi kapasitas yang cocok untuk keluarga baru. Ignis masih terasa nyaman  terutama kursi belakang yang luas dan bagasi yang memadai, untuk keluarga muda dengan anak balita.



Saya termasuk tipe orangtua muda yang kalau bepergian  kerap membawa banyak barang. Tujuannya sih sebenarnya untuk penghematan, jadi kalau ada yang bisa dibawa dari rumah, tak perlu membeli apa-apa lagi di jalan. Alhasil, banyak barang dibawa, kadang kalau perjalanan jauh galon mini saja bisa saja saya bawa. Risikonya mobil penuh dan memang harus punya mobil yang bisa menampung banyak barang.

Merasakan sendiri Ignis saat test drive di Kota Kasablanka, saya bisa pastikan Ignis memberikan banyak ruang untuk penyimpanan barang. Saat masuk pun terasa lega meski tampak luar, Ignis terlihat mini.

Soal kenyamanan berkendara, saya sih percaya butuh pengujian lebih lanjut untuk membuktikannya, apalagi untuk mengetes tingkat irit bahan bakar. Namun saat saya duduk di kursi depan ketika test drive, saya merasakan minim goncangan sewaktu mobil dikendarai dengan kecepatan maksimal.

Masih soal kenyamanan, begitu menutup pintu mobil dan berkendara, saya pun merasa nyaman berada di dalamnya. Bisa jadi karena saya berkendara dengan pengendara profesional ya.  Namun di luar itu, interior Ignis memang memperhatikan detil baik kabin hingga jok pengendara dan penumpang pun diperhatikan kenyamanannya, bisa disetel ketinggiannya menyesuaikan kebutuhan pengguna.

Hal menarik yang saya dapati dari test drive adalah meter cluster. Ini salah satu bukti bagaimana Suzuki begitu memperhatikan detil Ignis. Melalui fitur meter cluster, pengendara akan mudah mendapat informasi mengenai baterai aki, power stering, hand brake, oil indicator, RPM meter, speedometer, safety belt hingga air bag. Kondisi kendaraan bisa terpantau langsung di balik kemudi dengan adanya fitur ini.

Bagi saya yang masih belajar menyetir, teknologi yang menghubungkan berbagai fungsi dengan fitur digital, seperti perpindahan gigi yang bisa dipantau di balik kemudi, sungguh memudahkan. Saya jadi tahu, posisi perpindahan gigi dengan berbagai fitur serba digital.


Faktor keamanan juga hal lain yang diperhatikan detil oleh Suzuki untuk Ignis. Immobilizer akan meminimalisasi terjadinya pencurian karena ada sinyal khusus yang dirancang dan tidak dapat dihidupkan tanpa kunci asli. 

Rasanya itu semua yang menarik perhatian saya saat test drive Ignis. Saya belum sempat menjelajah Ignis lebih menyeluruh. Kalau masih penasaran, Anda bisa kunjungi IIMS karena Ignis dipamerkan di sana. Selain juga Suzuki akan menggelar rangkaian pameran di 35 kota di Indonesia untuk mengenalkan Ignis. Siapa tahu kota kamu berikutnya. 

Yang pasti saya masih penasaran dengan tingkat iritnya, kalau memang bisa lebih irit dari mobil yang saya punya sekarang, sangat bisa jadi pertimbangan. Karena memang banyak fitur yang dirancang mendetil oleh Suzuki. Catatan lainnya adalah selain memang tampilan sporty yang cocok untuk anak muda, mobil yang modifiable seperti Ignis kerap jadi incaran anak muda. Warnanya pun cerah seperti merah (cenderung merah bata), biru, dan warna dasar silver, putih, hitam.

Sebagai tambahan, Ignis tidak dimanufaktur di Indonesia. Mobil ini dibawa utuh dari India dan masih indent untuk kebutuhan pasar Indonesia. Dengan booking fee Rp 5 juta, Anda bisa masuk dalam daftar indent. Berapa lama prosesnya? Sangat bergantung ketersediaan kendaraan di dealer yang Anda pilih, yang pasti butuh waktu lebih panjang karena perjalanan di kapal saja butuh waktu dua minggu dari India, belum termasuk proses lainnya. Lantas bagaimana dengan ketersediannya? Dengan target penjualan Ignis, 2000 unit per bulan se-Indonesia sepertinya sih tergambar ya bagaimana Suzuki serius menawarkan Urban SUV ini.

Harga:
Rp 139.500.000 (Tipe GL MT)
Rp 159.500.000 (Tipe GX MT)

RP 169.500.000 (Tipe GX AGS)

Informasi lainnya:
Mesin: empat silinder K12M berkapasitas 1,197cc, Variable Valve Timing, DOHC
Suspensi: Suspensi depan MacPherson Strut with Coil Spring, Suspensi belakang Torsion Beam with Coil Spring
Dimensi: 3700 mm
Ban: 175/65 R15

Bahan Bakar: 23,64 km/liter transmisi manual, 23,44 km/liter transmisi AGS

8 comments:

Detok Alami dengan SoMan

10.43.00 wawaraji 0 Comments



“Mengantuk merupakan proses detok atau proses pengeluaran racun, silakan tetap dilanjutkan, karena SoMan tidak memiliki efek samping,”

Pernyataan resmi dari PT Soman Indonesia melalui messanger dari akun Facebook Page http://bit.ly/facebooksoman tersebut bikin hati tenang. Pasalnya, setelah tiga kali konsumsi SoMan, oleh-oleh yang saya dapati dari BloggerDay 2017 by SoMan inisiasi BloggerCrony, rasa kantuk kerap tak tertahankan. Meski sudah cukup tidur, pagi dan siang saya mudah mengantuk.

Sempat bertanya ke teman-teman blogger yang juga sedang mengonsumsi SoMan, ternyata beberapa ada yang mengalami hal sama. Meski begitu,saya penasaran, dan akhirnya bertanya melalui media sosial resmi milik SoMan dan mendapatkan jawaban tadi.
Saya sih percaya, setiap orang punya respons berbeda atas asupan apa pun ke dalam tubuhnya. Keluhan yang dialami setiap orang juga tak pernah ada yang sama persis. Jadi, ikhtiar apa pun yang kita lakukan untuk menyehatkan fisik, dampaknya pasti akan berbeda satu dengan lainnya. Dan saya mendapati, tubuh saya merespons ketika mengasup SoMan, dan menjalani detok alami dengan rasa kantuk luar biasa sebagai tanda keluarnya racun dari dalam tubuh.

Ketika mengetahui ada produk kesehatan berbahan dasar 39 bahan alami, bernama SoMan atau kependekan dari Sozo Formula Manggata 1, saya sempat meragukan. Saya memang tidak ingin terlalu banyak obat, zat kimia masuk ke tubuh, karena saya percaya makan buah sayur, aktivitas fisik, pikiran sehat dan waras, apalagi kalau kehidupan spiritual bisa membantu fisik sehat. Meski begitu, saya juga tidak terlalu mudah percaya produk herbal atau sebutlah obat herbal.




Pada BloggerDay 2017 by SoMan di Bogor, 18-19 Maret 2017 akhirnya saya mendapatkan informasi langsung tentang SoMan. Tak tanggung-tanggung, penjelasannya disampaikan langsung oleh tenaga medis. Penjelasan bahkan contoh kasus banyak disampaikan pleh dr Grace Maria Salindeho, M.Kes selaku Konsultan Medis Soman dan Dokter BPJS Kesehatan, didampingi oleh Tatu Ratna Sari, S.Farm., Apt sebagai Konsultan Produk Soman, bersama Ario Fajar Head of Marketing Communications and Promotion PT. Soman Indonesia.

SoMan mengawali penjelasan produknya dengan mengajak puluhan blogger mengenali bedanya sayur dan buah juga rempah. Obatherbal dalam bentuk cair (tetes) ini memang diproduksi dengan campuran 18 buah-buahan, 12 sayuran, dan sembilan rempah terpilih. Alhasil, obat tetes herbal ini mengandung senyawa fitonutrien yang bermanfaat untuk memelihara daya tahan tubuh dan menjaga kesehatan. 




Kandungan lain dalam SoMan adalah multivitamin (A,C,E,K), mineral, asam amino esensial & non-esensial, EPA, DHA, dan Omega (3,6,9). SoMan juga punya tingkat PH tinggi mencapai 9+ yang bisa menangkal penyakit. 

Tetesan SoMan yang bercampur dengan air putih mengandung  senyawa yang bersifat sebagai antioksidan, antibakteri, anti-inflamasi, analgetik, antiradang, antivirus.

Tatu Ratna Sari menjelaskan cara kerja SoMan adalah dengan membantu meregenerasi sel yang sakit, menyehatkan, menutrisi sel tersebut. Terbuat dari bahan alami, obat tetes herbal ini diklaim tidak memberatkan kerja ginjal dan hati. Jadi, kalau dikonsumsi rutin, jangka panjang, usia berapa pun, SoMan diklaim aman.

Pada akhirnya, kalau daya tahan tubuh kuat, penyakit degeneratif atau kronik seperti diabetes dan komplikasinya, hipertensi, kolesterol, jantung, stroke, masalah pencernaan hingga luka luar bisa ditangkal.

Nah, penjelasan inilah yang coba saya rasakan sendiri khasiatnya. Dengan mengonsumsi lima tetes, 3 kali sehari, awalnya saya memang terganggu dengan rasa kantuk luar biasa. Lain lagi dengan teman saya yang terus menerus buang air kecil. Beda lagi dengan ibu saya, yang sudah sepuh dan sedang mengidap batu empedu, efeknya adalah berkeringat.
Namun efek setelahnya, saya merasa tidak mudah lelah. Barangkali karena memang saya sedang tidak ada keluhan apa pun dengan tubuh, jadi saya belum menemukan khasiat lebih lanjut. Kalau bagi ibu saya yang sedang mengeluh sakit di bagian perut, merasa lebih baik, berkurang keluhannya karena memang sebelum konsumsi SoMan, ibu saya dirujuk untuk operasi batu empedu. Sambil menunggu kesiapan mental ibu yang masih khawatir dengan operasi, dan masih mencari pendapat dokter lain untuk penyakitnya, saya berikan tetesan SoMan. Semoga saja ada dampaknya, karena sampai saya menulis ini, ibu masih mengonsumsinya, dan kami pantau terus kondisinya sambil menyiapkan dirinya untuk perawatan terbaik untuknya.

Bagaimana aturan konsumsinya? Untuk pencegahan penyakit, SoMan  bisa dikonsumsi lima tetes tiga kali sehari. Sementara untuk pemulihan penyakit, dosisnya ditambah, tujuh tetes tiga kali sehari. Caranya, dengan larutkan tetesan SoMan ke dalam 50-100ml air putih, atau setengah gelas cangkir/gelas kecil, dan jangan air panas. Boleh juga dicampur teh tapi jangan teh panas.

Anjurannya, SoMan dikonsumsi bangun tidur saat perut kosong, sebelum makan siang, dan sebelum tidur malam. Kalau sedang mengonsumsi obat medis, beri jeda dua jam untuk mengonsumsi SoMan.

Seperti saya jelaskan di awal, kondisi dan respons tubuh setiap orang berbeda. Saya sarankan, konsultasikan saja kepada SoMan melalui media sosial, karena mereka aktif meresponsnya. Baik di Facebook atau Twitter @somanindonesia

Saya mendapatkan jawaban ini dari admin medsos SoMan saat menanyakan efek samping. Jadi, jangan cepat khawatir, sebaiknya komunikasikan saja.

untuk sebagian pengguna, terutama bagi yang mengkonsumsi obat medis dalam waktu lama, mungkin akan timbul suatu reaksi awal yang terjadi sebagai proses adaptasi yang menyebabkan tubuh merasa tidak nyaman dalam beberapa hari. Proses adaptasi pada setiap pengguna berbeda, biasanya gejala yang timbul seperti pusing, mual, kesemutan, mengantuk, keringat berlebih, sering buang air kecil, feses berwarna hitam, dan lain-lain.

Lalu apakah saya yakin dengan SoMan? Saya masih terus mengonsumsi, dan berniat membeli SoMan untuk stok di rumah, dengan membayar Rp 210.000. Dengan mencobanya langsung, dan penjelasan lengkap dari sumbernya, juga dengan data bahwa SoMan sudah teruji dan mengantongi izin edar, saya tidak khawatir.


Serangkaian uji yang sudah dilakukan SoMan antara lain: Uji Kandungan & Toksisitas di Lab Saraswanti Indo Genetech, Uji Fitokimia di LPPM IPB, Uji Pre Klinik Kolesterol di Universitas Pancasila, dan Uji Klinik Diabetes di Universitas Gadjah Mada. 

Jamu tetes SoMan juga sudah mendapatkan sertifikasi halal Majelis Ulama Indonesia dan terdaftar di Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM. Sedangkan dari segi perusahaan, PT Soman Indonesia bersinergi dengan PT Harvest Gorontalo Indonesia. HGI mendapatkan sertifikasi  Quality Management System ISO 9001:2008. 

0 comments:

Menyepi di Pusat Kota, “Staycation” Swiss-Belhotel Yogyakarta

22.59.00 wawaraji 3 Comments


Pusat kota identik dengan hiruk pikuk dengan berbagai kesibukan dan rutinitas warganya. Barangkali situasi macam itu bisa didapati di kota bisnis seperti Jakarta dan sekitarnya, tempat saya mencari nafkah. Tapi tidak dengan Yogyakarta di awal April 2017.

Meski berada di pusat kota selama 21 jam, saya merasa “adem ayem”. Kok bisa? Bisa, karena memang saya “melarikan diri”, menyepi ke Yogya bersama suami, di hari kerja. Barangkali semua pekerja sedang asik di kantornya. Siswa sekolah serius belajar di kelasnya. Mahasiswa dan dosen asik berdiskusi di kampusnya. Sementara saya dan suami, asik mendekam di Deluxe Room Swiss-Belhotel Yogyakarta, selain menelusuri berbagai fasilitas di hotel bintang empat di kota gudeg ini.

Berjarak kurang dari 10 menit dari stasiun Lempuyangan, hotel Swiss-Belhotel Yogyakarta menjadi destinasi pertama dan utama kami saat berkunjung kilat ke Yogya. Kami sengaja naik becak, ingin menikmati kota Yogya setelah hujan. Sejuk udaranya, dan saya seperti bernostalgia.

Selalu ada rasa tak biasa setiap kali saya berkunjung ke Yogya. Ah, saya gagal mengingat kapan terakhir ke Yogya, yang pasti saya masih menyimpan foto anakku (almarhumah), yang sempat berpose di depan stasiun Yogyakarta. Tapi saya ingat betul, ketika dulu, pertama kali berkunjung ke Yogya, semasa SMP, saat acara perpisahan siswa. Yogya membekas sekali, karena itulah perjalanan terjauh yang pernah saya jalani di usia remaja. Beberapa kali mengunjungi Yogya, selalu ada cerita, dan cerita “staycation” di Swiss-Belholtel Yogyakarta melengkapinya.

Nikmat Makan dan Bersantai



Tujuan saya dan suami, berduaan saja ke Yogyakarta memang untuk menyepi sementara. Bertemu langsung dengan kolega, Ang Tek Khun, menjadi agenda pertamanya. Obrolan panjang yang menghasilkan banyak ide segar, diakhiri dengan bersyukur dikelilingi orang baik.

Sungguh, kami memang butuh “refresh” sejenak saja setelah lelah dengan banyak urusan beberapa minggu belakangan. Silaturahim yang dituntaskan dengan ucapan hangat mas Khun, membekas di kepala, bikin saya punya memori menyenangkan di Yogya, lantaran saya merasa nyaman, dan beri waktu untuk diri sendiri, istirahat sejenak saja dan menikmatinya dengan senang dan tenang.

Rasa senang dan tenang memang punya banyak pengaruh ke diri sendiri. Saya jadi menikmati setiap menitnya, termasuk urusan makan makanan yang biasanya tak selera di lidah, tapi justru jadi nikmat rasanya.  Waktu yang sempit, hanya 21 jam, juga bisa dimaksimalkan tanpa terburu-buru. Tak perlu banyak rencana perjalanan, cukup mengunjungi dua tempat yang memang sangat ingin kami datangi, meski sekadar foto tanda sudah menginjakkan kaki.





Lokasi Swiss-Belhotel yang strategis dari berbagai destinasi pejalan juga memudahkan segalanya.Cukup berjalan kaki ke Universitas Gajah Mada misalnya, atau beberapa menit saja berkendara ke Jalan Malioboro. Sudah dua itu saja destinasi kami selama di Yogya. Selebihnya, kami habiskan bersantai di hotel dengan fasilitas serba ada.

Lounge Kahyangan adalah fasilitas hotel kedua, setelah restoran Swiss-Café yang kami datangi, selain kamar tentunya. Usai menyantap menu makan siang promo April, Geprek Sudirman, kami putuskan ke Lounge di lantai enam. Suasananya tenang, bisa pijat relaksasi dan menyepi membaca buku, dengan pilihan bacaan pribadi atau yang memang sudah tersedia.


Tak sabar menelurusi fasilitas lain,kami menuju lantai 10, rooftop yang menyediakan lima fasilitas sekaligus. Bar dan café lengkap dengan live music, spa, gym, dan kolam renang  dengan city view.

Senin malam waktunya live music di Chadis Café rooftop Swiss-Belhotel Yogyakarta. Lengkaplah staycation saya dan suami, liburan kilat di hari kerja dengan fasilitas yang serba mendukung. 

Rooftop Swiss-Belhotel Yogyakarta ini laris diincar warga Yogya yang ingin mendapatkan ambience kekinian dengan suasana hangat dan romantis, tergantung bagaimana mempergunakannya. Saat malam hari kami menikmati rooftop, sampai esok harinya menggunakan fasilitas kolam renang, selalu saja ada warga yang datang bertanya fasilitas tempat untuk berbagai kebutuhan acara. Kalau saja saya jadi warga Yogya, tempat ini bisa saya rekomendasikan kepada kolega yang ingin mengadakan kegiatan apa pun, seperti ulang tahun, pernikahan, pertunangan, reuni, family gathering juga acara apa pun rasanya bisa digelar di sini, dengan variasi dekorasi menyesuaikan kebutuhan.


Saat lelah, kamar Deluxe berukuran 26 meterpersegi jadi tempat merebah. Lokasi hotel di kawasan strategis memang cocok untuk pebisnis yang membutuhkan kamar untuk tinggal selama berada di pusat kota. Meja kerja disediakan dengan fasilitas lengkap. Tak perlu membawa cadangan colokan, karena hotel sudah menyediakan. Biasanya, saya selalu antisipasi dengan membawa beragam tipe colokan supaya urusan pekerjaan yang kadang mendadak harus dituntaskan segera, tak terkendala. Saya pun biasa membawa kabel ekstra supaya bisa charging semua alat komunikasi. Rupanya segala antisipasi itu tak berlaku di hotel ini, karena meja kerjanya sudah dilengkapi dengan semua fasilitas itu.

Di kamar hotel pun, saya bisa terhubung dengan segala bentuk hiburan dan media sosial. Apa daya, seperti generasi milenial yang selalu terhubung media sosial, kamar ini menyediakan juga dengan Smart TV yang memberi akses ke  Youtube, Twitter dan Facebook. Rasanya baru sekali ini saya bisa menikmati fasilitas Smart TV. Gadget saya bisa istirahat sejenak, dan saya masih bisa akses media sosial lewat Smart TV. Jujur saja, saya merasa terhibur sekali dengan fasilitas ini. Lelah juga mata kalau terus menerus menunduk ke ponsel dan laptop. Saya jadi ingin punya satu di rumah, fasilitas yang satu ini.

Meski kamar hotel memang dirancang untuk pejalan yang praktis, terutama pebisnis, kamar ini masih nyaman dihuni untuk liburan keluarga. Masih cukup ruang untuk extra bed, dan banyak titip untuk selfie dan wefie di kamar, bahkan cocok untuk foto keluarga seperti yang saya lakukan bersama pasangan.

Layaknya fasilitas kamar premium, seperti yang pernah saya dapati di Ubud, Bali, kamar Deluxe ini juga menyediakan refreshment di coffee table, berupa buah segar. Senangnya, setibanya di kamar sudah disambut hidangan sehat yang dinikmati sambil bersantai di sofa. Silakan pilih saja, mau pemandangan tayangan Smart TV atau city view hanya dengan membuka jendela kamar sambil membaca buku kesayangan.


Nikmat santai di kamar saya dapati juga di restoran saat sarapan dan menemani suami berenang di rooftop. Saya hampir tak pernah makan roti, termasuk saat staycation di hotel sekalipun. Pilihan saya selalu makanan lain asal bukan aneka roti.

Entah kenapa, selera makan saya berubah di Swiss-Belhotel Yogyakarta. Saya kok memilih sarapan dengan roti, dan menikmatinya. Meski begitu, aneka hidangan tradisional termasuk gudeg, bubur sumsum, tetap saja menggoda selera. Tak semua sempat saya cicipi, tapi yang pasti aneka makanan khas nusantara dan western, tersedia. Soal rasa, saya sih cocok dengan masakan hotel bintang empat ini. Meski masih terheran-heran, kenapa saya bisa begitu menikmati makan roti.




Soal fasilitas yang memanjakan tamunya, hotel ini juga menyediakan kolam renang dan spa. Untuk spa, baiknya reservasi begitu tiba, karena spa berkapasitas dua kamar ini ternyata banyak peminatnya. Fasilitas jacuzzi di spa bikin pengunjung tambah betah sepertinya. Gagal spa karena terlambat reservasi, saya masih bisa menikmati area rooftop dengan santai di tepi kolam renang dengan banyak sudut menarik untuk berfoto.



Menurut saya, hotel ini memang dirancang untuk menjadi tempat berfoto, lantaran begitu banyak detil diperhatikan. Saya suka sebuah lorong di area meeting room, juga tangga yang dirancang dengan interior klasik. Hotel ini memang identik dengan keramik dan gaya modern klasik, dilengkapi unsur tradisi Jawa. Di lobby misalnya, ada piano klasik yang bisa dimainkan tamu dengan leluasa, juga lampu kristal megah yang cantik dengan atap tinggi, juga ada gamelan lengkap dengan pemusik pelestari tradisi.

Kesan tradisi lain yang menjadi perhatian saya adalah gaya busana guest relations sejak pintu lobby hotel dibuka, front officer, dan petugas di restoran. Baik perempuan dan laki-laki semua pakai baju seragam dengan unsur batik, dan aksesori di kepala khas Jawa. Jadi, tepat sekali kami datang untuk menyepi, di hari kerja, meski hanya 21 jam saja di Yogyakarta.









3 comments:

Anak Cerdas,Mandiri, Gembira di Sekolah dengan Filosofi Montessori

10.37.00 wawaraji 18 Comments


Bisa kah sekolah membangun pribadi anak menjadi bukan hanya cerdas, tapi mandiri dan selalu riang gembira termasuk ketika datang dan belajar di sekolah? Bisa.

Bisa kah anak belajar life skill, kemampuan dasar, dari batita hingga usia prasekolah, secara mandiri dengan pengawasan orang dewasa, tanpa dikte dari guru atau orangtunya? Bisa.

Bisa kah anak memiliki kemampuan berbahasa, terlatih motorik kasar dan halusnya, sejak dini, tanpa “dipaksa” dengan kewajiban harus mampu membaca, menghitung, menulis dengan pensil yang diajarkan gurunya? Bisa.

Bagaimana saya bisa menjawab bisa untuk semua pertanyaan itu? Bisa, karena saya semakin meyakini dampak dari sistem pendidikan Montessori.

Kurikulum dan filosofi Montessori tak asing bagi saya, karena sudah mengenalnya sejak teman baik di Bali, Win Wan Nur namanya, pernah panjang lebar bercerita tentang pengalaman menyekolahkan anak pertamanya, Qien Mattane Lao, di sekolah Montessori.
Saya terkesima dengan penjelasannya, selain memang metode belajar Montessori ini menurut saya “canggih”, cara mas Win bercerita memang membuat saya terbawa dengan alurnya.

Sudah sangat lama cerita tentang Montessori yang saya dapati dan membekas di pikiran. Hingga kemudian, undangan datang dari teman baik yang mengajak menghadiri Open House Ceria Montessori di Jl Sinabung 2 No. 1 Jakarta Selatan.



Saya datang dan berbincang langsung dengan salah satu guru, bernama Berlian Agustina, menyaksikan sendiri wujud dan fasilitas sekolah berkurikulum Montessori, dan saya jadi tambah yakin untuk menjawab “Bisa” untuk semua pertanyaan di awal tulisan ini.
Mengapa Montessori?

Sekilas, istilah Montessori terkesan terkait dengan kepercayaan tertentu, padahal tidak demikian. Montessori merupakan metode pendidikan anak yang dikembangkan oleh Maria Montessori, tokoh pendidik asal Italia. Menurut Maria Montessori, semua anak dilahirkan dengan potensi luar biasa. Potensi anak akan berkembang jika ada orang dewasa yang mengasuhnya, memberikan stimulasi tepat di tahun-tahun pertama kehidupan anak.

Montessori sebagai sistem pendidikan, kemudian diaplikasikan oleh banyak pendidik yang meyakini sistem ini. Untuk bisa mengaplikasikan sistem Montessori, pendidik harus belajar khusus. Banyak lembaga pendidikan Montessori, di Jakarta maupun di negara tetangga. Butuh ekstra dana untuk bisa mempelajari dan menguasai sistem pendidikan ini, untuk kemudian dipraktikkan di sekolah yang menerapkan sistem pendidikan Montessori. 

Pendidik yang sudah mengeyam pendidikan Montessori, memiliki sertifikat.  Siapa saja yang berminat dan bertekad ingin mempelajari metode pendidikan ini, bisa memilih dan mencari lembaga pendidikan untuk guru Montessori.

Artinya, sistem pendidikan Montessori bisa dipelajari oleh pendidik, untuk kemudian berpraktek di sekolah Montessori.Nah, rupanya sekolah Montessori pun sudah banyak pilihannya. Ada yang menerapkan penuh atau tradisional Montessori, ada juga sekolah yang mengadopsi sistem Montessori pada kurikulumnya.



Saya berkesempatan berkunjung ke sekolah Cerita Montessori untuk usia prasekolah. Umur sekolah Ceria Montessori sudah 21 tahun. Kehadirannya sejak 1996 menjadikan sekolah Ceria Montessori ini tercatat sebagai sekolah Montessori tertua di Jakarta.

Ceria merupakan kepanjangan Cerdas, Mandiri & Gembira. Tiga kata yang memang mewakili sistem pendidikan Montessori. Kurikulum Ceria Montessori School atau CMS fokus pada pengembangan motivasi mandiri anak melalui peningkatan konsentrasi, pengembangan kontrol diri, menghargai sesama teman, alam sekitar dan menumbuhkan rasa cinta pada proses belajar.

Belum terbayang seperti apa ya? Baiklah, saya coba gambarkan apa yang saya dapati dari perbincangan bersama ibu guru Berliana, dan pengamatan saya terhadap siswa CMS.

Di CMS, siswa dibagi kelas sesuai usia. Mulai kelas usia 2-3 tahun, lalu 3-4 tahun, dan 4-6 tahun. Penyatuan usia anak dengan rentang 1-2 tahun dalam satu  kelas tentu ada tujuannya. 

Dari sini lah sistem Montessori berjalan. Bahwa, anak dengan perbedaan usia 1-2 tahun, belajar dalam satu kelas yang sama, bertujuan untuk memberikan pengalaman kepada siswa bagaimana rasanya menjadi yang paling muda, usia tengah, dan paling tua. Sistem Montessori mulai berjalan di sini. Siswa yang lebih tua menjadi terlatih untuk belajar bertanggungjawab, membimbing anak-anak yang lebih muda. Begitu pun yang muda, belajar dan mencontoh dari siswa yang lebih tua. Pada akhirnya, semua siswa punya pengalaman langsung, dengan proses belajar, tanpa arahan guru hanya sebatas pengawasan ala Montessori, untuk menjadi sosok yang memimpin dan dipimpin.

Sampai di sini, semoga sudah tergambar seperti apa sistem pendidikan pembangunan karakter anak di sekolah Montessori tradisional. Jika belum, baiklah, berlanjut kepada kegiatan sekolah.

Di setiap kelas Montessori, 80 persen kegiatan adalah belajar mandiri. Meski CMS mengklaim sebagai sekolah Montessori tradisional, yang seratus persen menerapkan sistem pendidikan Montessori, proses belajarnya berbeda dengan sekolah konvensional, di mana guru mengajar di depan kelas sementara siswa mendengar dan mengikuti arahan. Ini tidak akan terjadi di sekolah Montessori tradisional.

Berliana, guru di CMS yang berpengalaman satu tahun mengajar, bercerita bahwa begitu masuk kelas masing-masing (sesuai usia), siswa CMS duduk di kursi dengan meja belajar yang memiliki beragam kegiatan berbeda. Tidak ada keharusan, siswa mengikuti pelajaran yang terjadwal. 

Siswa diberikan fasilitas untuk pengembangan karakter dan kemampuan, sesuai usianya, dengan pengawasan guru, bukan arahan guru. Tidak ada guru yang mengarahkan siswa untuk belajar apa dan bagaimana caranya. Siswa dibiarkan memilih sendiri apa yang ingin dipelajarinya. Pada akhirnya siswa bereksplorasi dengan berbagai alat belajar yang sudah dipersiapkan dan dirancang kegunaannya untuk melatih keterampilan anak.

Lalu apa fungsi guru? Hanya mengawasi tanpa mengarahkan? Bisa dibilang benar begitu. Namun jangan dikira guru sekolah Montessori tradisional memiliki tugas ringan. Justru guru CMS misalnya, harus mengamati perilaku anak di kelas. Guru melakukan observasi kegiatan anak, menyesuaikan dengan milestone tumbuh kembang anak, membantu anak berproses tapi tidak dengan mengarahkan apalagi menyampaikan benar salah kepada anak.

“Anak-anak dilibatkan dalam konflik, dan memecahkan konflik atau masalah yang dialaminya,” kata Berliana.

Konflik atau masalah apa? Apa pun. 

Misal anak batita, masih belajar sambil bermain, dengan alat bermain belajar memasang kancing seperti sedang berproses mengancingkan baju. Anak dibiarkan bermain dan belajar sendiri, anak menemukan masalah, kesulitan, guru akan membiarkan sambil mengamati. Guru akan membantu, tapi bukan dengan memberi tahu, tapi dengan bertanya, menajak anak mencari tahu letak masalahnya, dan pilihan solusinya, untuk kemudian anak menemukan jawabnya. 

Ketika anak didampingi dalam prosesnya menemukan jawaban dari kesulitannya, di sinilah anak belajar dan menyerap pengetahuan baru. Anak akan merasa senang dan bangga berhasil memecahkan masalah, dan guru berhasil mendampingi mengawasi tapi bukan mengajari atau memberi tahu tanpa melibatkan anak dalam menemukan jawaban atas masalahnya.

Berliana mengatakan, untuk bisa efektif mengawasi siswa, maka satu kelas CMS berisi 16 murid dengan 3 guru. Di CMS ada total 20 guru dengan total 106 siswa. Guru melakukan evaluasi setiap hari atas anak didiknya. Guru pun harus membuat laporan observasi yang akan menjadi “rapot” untuk orangtua. Jangan berpikir rapot ini berisi angka, bukan. Laporan ini lebih kepada hasil observasi guru dan analisis atas kemampuan anak sesuai tumbuh kembangnya.

Kalau saya bilang, laporan itu bisa menjadi rujukan orangtua saat membawa anaknya konsultasi ke dokter anak, untuk sekadar memantau apakah tumbuh kembang anak sudah sesuai milestone atau tidak. Dengan begitu, orangtua bisa mengetahui apakah anaknya sudah memiliki keterampilan sesuai usianya. Jika ada keterlambatan akan sangat mudah diketahui dan dicari solusinya.

Yang menarik dari CMS adalah anak-anak merasa bahagia ke sekolah, justru menanti-nanti kapan waktunya sekolah. Bagaimana anak-anak berproses menggali keterampilan dirinya, di sekolah, dengan sistem Montessori menjadikan sekolah seperti ruang bermain, surganya anak-anak.



Di CMS pun “surga” ini diciptakan, dengan adanya fasilitas permainan anak. Sebut saja, segala bentuk permainan anak di wahana bermain di mal misalnya, tersedia di CMS, bahkan kolam renang pun. Kasur pun tersedia untuk batita, karena jika anak merasa mengantuk, anak akan dibiarkan saja tidur, tidak dipaksakan belajar. Apa pun aktivitas anak akan masuk dalam pengamatan dan laporan guru kepada orangtua.



Dengan masa belajar 4-5 jam per hari, anak-anak di sekolah Montessori berproses menemukan keterampilan dasar dirinya, yang perlahan berdampak pada peningkatan berbagai kemampuan diri.

Pertanyaan saya adalah, apakah dengan sistem belajar seperti ini, anak-anak kemudian bisa menulis, membaca, berhitung? Ternyata, bisa!

Usia empat tahun, kata Berliana, anak bisa membaca. Life skills yang dilatih dengan proses per harinya dengan sistem Montessori ini, perlahan melatih berbagai keterampilan anak, termasuk membaca, menulis, berhitung, semuanya melalui alat ajar sistem Montessori.

Ada lima area belajar di CMS yang berhasil membuktikan bahwa anak pada akhirnya bisa memiliki berbagai keterampilan yang umumnya diharapkan orangtua. Area EPL atau Exercise Practical Life, Language, Sensorial, Culture, Math.

Alat belajar ini bisa membantu anak berproses belajar tentang berbagai hal terutama kemampuan pasang baju sendiri dan lainnya (life skills) 

EPL misalnya, ketika anak menumpahkan air dalam gelas, lalu lantai menjadi basah, anak akan dihadapkan pada masalah. Air tumpah lalu dia berbuat apa? Siswa Montessori sudah terlatih untuk melihat masalah dan menemukan solusinya dengan berproses bukan diajarkan apalagi didikte. Anak akan berproses belajar mengeringkan lantai yang basah dengan lap pel, belajar dengan sendirinya, dengan bantuan teman sekelasnya, diskusi dengan guru, tapi bukan diperintah apalagi memerintah.

Semoga tergambarkan seperti apa sistem Montessori ini. Jika masih penasaran, baiknya konseling saja langsung ke sekolah yang menerapkan Montessori, terutama yang menerapkan sistem utuh atau tradisional.

Oya, fakta lainnya adalah, sekolah Montessori umumnya menerapkan bahasa Inggris sebagai bahasa harian. Seperti di CMS yang sebagian siswanya memang dari keluarga ekspatriat. Bukan negara barat, tapi Jepang, yang juga mau tak mau harus belajar bahasa Inggris. Faktanya lagi, anak yang awalnya sama sekali tidak bicara bahasa Inggris, perlahan akan paham dan bisa berbahasa asing, karena lingkungan membentuknya.

Jika sudah mulai tergambar seperti apa sistem pendidikannya, barangkali mulai bertanya, berapa biayanya? Di CMS, biaya pendidikan untuk mencetak anak cerdas, mandiri, gembira dengan kemampuan berbahasa juga bahasa asing, biaya paling minimalnya adalah Rp 8 juta per tiga bulan masa sekolah, untuk kelas paling dasar usia 2-3 tahun.

Hasil didikan sekolah Montessori, umumnya mencetak anak yang memiliki kemandirian tinggi dan logika berpikir dengan problem solving yang juga berkembang baik. Satu hal lagi, “respect” adalah hasil positif lain yang terbentuk dalam diri anak-anak Montessori. 

Saya menyaksikan sendiri, saat open house, anak balita yang begitu suportif kepada temannya yang sedang tampil di depan panggung. Mendengarkan, menyaksikan, memberi tepuk tangan, bahkan pelukan tanda dukungan kepada temannya yang sedang tampil. Anak yang memeluk orangtuanya atas inisiatif sendiri, bukan diminta, juga saya lihat sendiri. “Respect” bagi saya adalah nilai tertinggi dari akhlak seseorang, yang rasanya makin hilang. Ketika anak sudah belajar menghargai sejak dini, rasanya bekal dia sudah cukup baik, meski pada akhirnya dunia setelahnya begitu menantang pribadi untuk tetap memelihara “respect” atau menghancurkannya.

Apakah sekolah tipe ini yang Anda cari untuk buah hati? Kalau pun ternyata masih sebatas impian, semoga Anda menjadi orangtua yang dimampukan untuk memberikan pendidikan terbaik untuk anak, demi menyiapkannya menjadi generasi bisa diandalkan bertahun-tahun ke depan, dengan persaingan sumber daya manusia yang semakin kompetitif. Semoga.










18 comments: