Ikut CFD Segar dengan Zumba Sambil Dukung Gerakan “Cinta dan Udara”

11.00.00 wawaraji 0 Comments


Car Free Day (CFD) selalu jadi momen seru untuk warga Jakarta dan sekitarnya, berolahraga, juga mendukung berbagai aksi atau gerakan inisiatif pribadi atau kelompok tertentu.

Untuk kali pertama akhirnya saya bisa menikmati CFD untuk kedua tujuan itu, olahraga dan dukung aksi sosial lingkungan. Gerakan Love and O2 inisiatif desainer Indonesia, Delia von Rueti, sungguh menggerakkan saya pribadi. Lagipula, apa susahnya hanya perlu bangun pagi, datang ke CFD, pakai Tshirt yang sudah dibagikan gratis, ikut rangkaian kegiatannya berikan dukungan untuk bumi lebih hijau, udara lebih segar.

“Cinta dan Udara, Love and O2” begitu kata Delia saat sharing di panggung mini usai Zumba di CFD 27 November 2016 lalu.

Zumba memang selalu jadi cara jitu memeriahkan CFD. Tubuh dibuat segar karenanya. Meski gerakan Zumba agak sulit diikuti, menurut saya, keseruan dan semangat warga untuk berkumpul olahraga, pakai Tshirt serba hijau, dan mencari tahu apa itu Love and O2, sudah menjadi pemandangan “segar” bagi saya.

Gerakan Love and O2 ini didasari atas rasa cinta negeri, cinta bumi, dan ingin menciptakan bumi yang lebih hijau dengan menanam pohon, merawat hutan, demi hasilkan udara (O2) lebih segar.

Kegiatan di CFD pagi itu diawali dengan zumba bersama warga, Delia pun ikut serta dalam barisan. Lalu sharing dengan para pendukung Love and O2. Diva Indonesia, Titi DJ, warga Tangerang Selatan ini ikut dukung Love and O2, bersama Teuku Zacky yang mendukung aksi dengan menyelenggarakan event CFD untuk Delia von Rueti. Meski tak hadir saat CFD, sejumlah selebriti menyatakan dukungannya seperti Titi Rajo Bintang, Aming, Chelsea Islan, Baim Wong.



Aksi Love and O2 di CFD merupakan kelanjutan dari Media Gathering di Grand Hyatt Jakarta, 23 November 2016. Panggilan mencintai bumi dengan mengajak warga bersama merawat Taman Hutan Hujan Tropis di Muara Teweh, Kalimantan Tengah ini, juga bisa diikuti di media sosial @loveando2 dan website www.loveando2.love

Delia mengatakan, Tshirt yang menjadi salah satu cara penggalangan dana, bisa didapatkan siapa pun yang berniat mendukung aksi ini, melalui media sosial, website, dan segera di outlet atas dukungan Plaza Indonesia.

Harga Tshirt ini beragam mulai Rp 100.000 sampai Rp 399.000. Delia tidak sedang berbisnis Tshirt terkait kampanye Love and O2 ini. TShirt hanya satu cara saja untuk menggerakkan masyarakat yang peduli bumi lebih hijau.

“Tidak harus beli Tshirt, cukup tanam pohon juga bisa,” katanya.

Lalu untuk apa desainer perhiasan yang bermukim di Bali ini merancang Tshirt? Tujuannya semata untuk mewakili gerakannya, menarik dukungan dari warga, karena dengan membeli Tshirt tandanya kita sudah mendukung penghijauan di lahan 2500 hektar yang disumbangkan Delia untuk area konservasi.

Berkali-kali Delia mengatakan, 100 persen penjualan Tshirt akan digunakan dananya untuk merawat pohon, merawat hutan, di lahan pribadi miliknya yang disumbangkan untuk negara, untuk publik bisa menikmatinya.



Hashtag #1tshirtfor1tree #loveando2 di media sosial juga menjadi cara Delia dan tim, untuk menyebarluaskan pesan cinta bumi ini kepada netizen. Banyak cara mendukung gerakan ini, pada akhirnya kembali ke diri kita pribadi. Sudah berbuat apakah kita untuk bumi lebih sehat?


Bagi saya, yang mendambakan udara segar, pohon dengan pemandangan hijau, dan alam yang seimbang, dukungan apa pun akan sangat berarti. Inisiatif sudah dimulai, kita hanya diminta untuk mendukung, dengan apa yang kita bisa. Lalu kita bisa apa? 

0 comments:

“Love and O2”, Aksi Filantropi Delia von Rueti untuk Bumi Lebih Hijau

21.54.00 wawaraji 6 Comments


Menyebut nama keluarga von Rueti saya kok merasa tidak asing. Seperti ada sesuatu yang membuat saya penasaran dengan nama ini. “Satu lagi aksi peduli von Rueti” kalimat inilah yang akhirnya muncul dalam pikiran saya, setelah sebelumnya menelusuri ada apa dengan von Rueti?

Ternyata sudah kali kedua saya bertemu keluarga von Rueti dalam kurun waktu tiga tahun. Beda momennya namun ada benang merahnya, kepedulian.

Tergerak dengan rasa peduli itulah yang membuat saya mengiyakan ketika teman baik, Siti Muhibah, mengundang blogger datang ke acara peduli bumi bertajuk Love and O2. Aksi peduli bumi ini gagasan Delia von Rueti, desainer perhiasan Indonesia yang koleksinya sudah mendunia. Inisiatif Delia von Rueti ini mengajak masyarakat melakukan aksi nyata untuk penghijauan. Berangkat dari kecintaannya akan bumi Indonesia, niatnya untuk “giveback to society” di balik nama besarnya di dunia perhiasan. 

Setelah mengikuti media gathering Love and 02 pada 23 November di Grand Hyatt Jakarta, dan menelusuri nama von Rueti, saya semakin yakin aksi peduli ini memang sudah mendarah daging dalam keluarganya.

Ya, keluarga von Rueti, sepengetahuan saya adalah keluarga yang peduli di balik hidupnya yang serba berkecukupan. Rasanya banyak orang mampu di negeri ini, tapi belum tentu semuanya mau melakukan aksi peduli sesama dan peduli alam dengan benar-benar terjun melakukan aksi nyata.

Pada 2013 lalu, saat saya masih bekerja sebagai pewarta, ternyata saya pernah datang memenuhi undangan dengan keluarga von Rueti andil di dalamnya. Waktu itu undangan datang dari HOPE, organisasi nirlaba yang sedang mengkampanyekan Maritage International, sebuah gerakan pemberdayaan perempuan dan pengentasan kemiskinan.
 Saat itu Delia von Rueti tak sendiri. Dia datang bersama putrinya, Sarah von Rueti. Saat itu Sarah berusia 17 dan aktif bersama ibunya mengenalkan I am not an angel but I care. Perempuan muda ini mengajak anak-anak untuk membantu orang lain.



Mengutip tulisan saya sendiri waktu itu:
Sarah von Rueti, merupakan satu dari beberapa perempuan belia yang peduli pada kondisi sosial di sekelilingnya, utamanya masa depan anak-anak dari kalangan tak mampu. Asuhan dari orangtua, terutama ibu yang aktif sebagai seorang filantropi, berpengaruh besar terhadap pembentukan karakter Sarah yang memiliki kepedulian tinggi.

Bagi Sarah, orangtuanya merupakan sumber inspirasi sekaligus tempatnya belajar berbagi dengan sesama.
 

Sarah tumbuh besar di La Jolla, California dengan gaya hidup premium. Orangtua Sarah memboyongnya pindah ke Bali pada usia lima. Meski hidup berkecukupan, Sarah belajar dari orangtua bahwa setiap orang punya tanggung jawab untuk berbagi terhadap mereka yang tidak mampu.
 

Ia mengaku merasa beruntung bisa hidup layak bersama orangtuanya di Bali, namun tak terlena dan punya kesempatan membantu orang lain.



Siapa Delia?
Tiga tahun berlalu, kemudian saya mendapat kesempatan lagi menulis cerita von Rueti. Kali ini datang dari aksi Delia. Kalau sebelumnya Delia aktif bersama keluarga melakukan aksi peduli sesama,kali ini Delia melakukan aksi cinta bumi lewat konservasi lingkungan.
Delia, dengan kesuksesannya, tak lupa bahwa sebagai pribadi dia punya tanggungjawab sosial bahkan terhadap alam.

Sekilas tentang Delia. Perempuan asal Sumatera Utara ini pernah tinggal di Amerika menjadi bagian dari kalangan sosialita. Delia bersama keluarganya menetap di Bali dengan bisnis perhiasan yang membuatnya keliling dunia. Perhiasan mutiara buatan Delia telah "terbang" ke berbagai negara lewat pameran. Tak sedikit selebriti dunia juga ibu negara yang menyenangi perhiasan buatan Delia. Namun Delia menolak menyebut tokoh dunia pelanggan perhiasannya. Delia hanya mau mengaku, perempuan yang menggunakan perhiasan mutiara buatannya adalah mereka yang berani tampil beda, mereka yang suka ide liar Delia dalam merancang perhiasan.

Lewat pameran di New York dan Paris, Delia memasarkan perhiasan mutiara dari Indonesia. Menurut Delia, perhiasan buatannya pernah dibeli untuk dijadikan sebagai hadiah bagi Michelle Obama. Aktris Hollywood juga menggemari perhiasan mutiara rancangannya. Ia menyebutkan, Sharon Stone juga Lady Gaga sebagai beberapa penggemar perhiasan mutiara buatan desainer Indonesia ini.



Love and O2
Pengalaman tinggal di luar negeri, dengan kebiasaan berbeda, dengan banyak taman terbuka hijau yang bisa dinikmati warga,membuat Delia berpikir dan membandingkan dengan negerinya, Indonesia.

Indonesia kaya dengan hijaunya pohon dan hutan, namun fakta berkata lain. Tak mudah menemukan ruang terbuka hijau atau taman luas yang bisa dinikmati warga. Delia sebenarnya sangat ingin punya taman luas di kota besar tapi apa daya, dia hanya punya lahan di Kalimantan. Dia sumbangkan 2500 hektar lahan pribadinya di Muara Teweh, dekat dengan Bandar Udara Baringin (hanya sekitar 7 km), Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah.

Delia membangun kebun contoh yang harapannya bisa menginspirasi orang lain untuk melakukan langkah yang sama. Atau setidaknya taman tersebut bisa menggerakkan orang lain untuk turut berkontribusi untuk perawatannya.

“Menanam pohon mudah tapi bagaimana merawatnya itu yang perlu jadi perhatian supaya berkelanjutan,” katanya.

Agar impiannya memiliki Taman Hutan Hujan Tropis yang berkelanjutan, Delia tak habis akal. Dia gunakan kemampuan dan jaringannya, untuk menyebar pesan penghijauan, pesan cinta bumi lewat Tshirt.

Love and O2 dengan gerakan 1 T-shirt for 1 Tree Movement, menjadi langkah Delia von Rueti untuk membuat taman berumur panjang.

Tujuannya bukan hanya menjaga terpeliharanya lahan hutan dan penghijauan tapi menjaga agar populasi flora dan fauna tidak terus berkurang drastis seiring berkurangnya hutan tempat habitat mereka.

Delia mendesain sendiri T-shirt bergambar Orang Utan, flora dan fauna, yang akan dijual kepada publik lewat website dan outlet di Plaza Indonesia. Seratus persen hasil penjualan T-shirt seharga  mulai Rp 100.000 akan disumbangkan untuk membantu penanaman pohon serta pemeliharaan Taman Hutan Hujan Tropis.

Lahan ini akan ditanami pohon dengan jenis kayu keras seperti pohon kayu besi / kayu ulin, meranti, merupakan jenis pepohonan yang dapat tumbuh cepat di hutan tropis Kalimantan Tengah. Selain itu akan ditanami pula dengan buah tanaman keras seperti manggis, nangka, tamarin, flamboyan, ketapang, kemuning.

“Dan walaupun Anda tidak dapat membeli T-shirt ini, potonglah cabang dari sebuah pohon dan tanamlah sehingga tumbuh sebagai pohon kehidupan. Jika saja setiap orang Indonesia berjanji untuk menanam 4 pohon sepanjang hidup mereka, kita akan memiliki 1 miliar pohon untuk masa depan,” katanya.

Area CFD pada 27 November 2016 menjadi langkah kelanjutan dari gerakan Love and O2 ini. Delia didukung selebriti Indonesia seperti Titi DJ, Aming, Teuku Zacky, dan lainnya akan mengajak masyarakat ambil bagian dari aksi ini, membeli Tshirt atau ikut menyemarakkan aksi cinta bumi. 











6 comments:

Koleksi 1 Mainan Stimulasi 3 Keterampilan Anak, Caranya?

11.00.00 wawaraji 4 Comments


Mainan anak bukan sekadar hiburan atau “senjata” orangtua untuk bikin anteng anaknya. Mainan anak, semestinya sih punya fungsi yang dapat membantu merangsang keterampilan anak, baik motorik halus, motorik kasar, koordinasi, bahkan kemampuan sosialisasi. Kok bisa? Ya bisa, kalau orangtua mau aktif kreatif  bersama anak, dan berkenan“berinvestasi” dengan mainan anak untuk dukung tumbuh kembang buah hati.

Investasi mainan? Ya, mainan sebagai investasi. Layaknya investasi, memang butuh modal lebih banyak untuk mendapatkan hasil maksimal di kemudian hari. Artinya, membeli koleksi mainan anak yang harganya lebih tinggi, tapi lebih tahan lama, bernilai lebih, dan yang paling penting bisa mendukung tumbuh kembang si kecil lebih maksimal.

Saya cukup bawel soal mainan anak. Dulu, saya kadang suka beda pendapat dengan suami yang lebih ingin berhemat. Kalau sudah begitu, ya akhirnya saya mencari cara supaya bisa mengoleksi mainan sebagai “investasi” tadi. Sisihkan rejeki tak terduga atau cari momen diskon. 

Bisa membeli koleksi mainan yang membantu stimulasi tumbuh kembang anak bagi saya adalah hadiah istimewa. Karena saya merasa memberikan maksimal untuk si kecil, kala itu. Ya kala itu, di tiga tahun pertama anak saya, yang kini sudah bahagia di surga (amin).

Nah kalau soal berkreasi, mainan yang makin banyak pilihannya akhirnya pun menuntut orangtua untuk aktif berkreasi bahkan bergairah supaya anak-anak pun bisa mendapatkan manfaat lebih dari mainannya. Sebenarnya mainan dengan harga murah sampai tertinggi sekali pun, pada akhirnya kembali ke orangtua yang memaksimalkan fungsinya. Bagaimana orangtua berkreasi dengan mainan itu supaya anak bisa terbantu proses stimulasi tumbuh kembang. Akhirnya, persoalan mainan dan stimulasi tumbuh kembang ini kembali ke peran orangtua yang mau tak mau ikut aktif memikirkan caranya.

Bagaimana caranya?
Ketika sudah menjadi orangtua, pastinya banyak perubahan kebiasaan karena ada peran baru mengasuh anak agak pertumbuhan dan perkembangannya maksimal. Setidaknya kita jadi sibuk memastikan tumbuh kembang anak sesuai dengan usianya. Kalau dalam kursus parenting, biasanya sering disebut-sebut Milestones Tumbuh Kembang Anak.

Seperti saya bilang sebelumnya, saya cukup cerewet  soal mainan anak, karena memang saya juga bawel urusan tumbuh kembang. Bisa dibilang saya mungkin kebanjiran informasi mengenai pengasuhan anak dan tumbuh kembang. 

Dengan terbukanya wawasan dari berbagai workshop parenting, saya jadi semakin jeli memperhatikan persoalan tumbuh kembang. Saya memang sangat memperhatikan perkembangan kemampuan anak saya kala itu. Usia berapa harusnya anak bisa apa. Barangkali terkesan ribet  atau terlalu serius memikirkan segalanya. Tapi justru dari kebiasaan baru saya sebagai orangtua, saya bisa mengetahui ada keterlambatan tumbuh kembang pada Dahayu (almarhum) sejak usianya enam bulan kala itu.

Soal keterlambatan saya sudah pernah menyinggungnya di tulisan saya sebelumnya. Di sini saya mau cerita soal bagaimana caranya orangtua bisa memaksimalkan tumbuh kembang lewat mainan, dengan mengetahui milestone tumbuh kembang anak.

Saya mengutip dari sebuah jurnal Tracking Your Child’s Developmental Milestones dari Centers for Diseases Control and Prevention Act Early Campaign. Inilah yang dimaksud dengan milestone tumbuh kembang anak.


Orangtua perlu jeli mengetahui kemampuan motorik halus hingga kasar seperti apa yang anak biasanya sudah kuasai di usia tertentu. Memang setiap anak berbeda, tidak lantas panduan milestone ini menjadi baku dan kaku. Setiap anak punya proses tumbuh kembang yang tak sama, saya percaya itu. Namun dengan memahami milestones orangtua bisa mengoptimalkan tumbuh kembang anak.

Susah jadi orangtua? Enggak juga menurut  saya apalagi dengan banjirnya informasi di internet juga dengan bantuan pihak luar yang peduli urusan keluarga, terutama anak dan orangtua.

Siapa sih pihak luar? Banyak. Bisa komunitas atau lembaga psikologi yang rajin mengadakan workshop parenting, juga brand. Nah soal brand, saya dulu punya hiburan khusus, di waktu tertentu mencari kesenangan di toko.

Bagi yang suka jalan-jalan ke mal dan pernah belanja baju dan mainan anak di Mothercare dan ELC pasti tahu maksud saya. Biasanya saya rajin cuci mata di musim diskon. Umumnya jelang Hari Raya, atau akhir tahun. Nah, kalau ada penawaran khusus, cepat-cepat deh cek anggaran belanja untuk membeli beberapa saja koleksinya, dari pakaian sampai mainan. Bagi saya, datang ke toko belanja baju dan mainan anak itu hiburan tak tergantikan. Saat menjadi orangtua saya hampir tak pernah memanjakan diri belanja baju dan sepatu untuk diri sendiri, bahkan ke salon pun sudah tak menarik lagi. Tapi datang ke toko mainan dan baju anak, jadi kesenangan yang menghibur hati.

Nah ketika saya mendapatkan undangan khusus untuk mendapatkan informasi terbaru soal rekomendasi mainan anak dari ELC Indonesia (Kanmo Retail Group yang juga mengelola Mothercare) saya senang meski sedih juga sih karena tak ada lagi anak yang bisa saya manjakan dengan mainan. Tapi, saya sih tetap merasa terhibur karena informasi terkini soal rekomendasi mainan bisa saya bagi ke keluarga dan teman yang punya anak balita.

Bertemu langsung dengan pihak ELC bikin saya makin melek info. Saat media/blogger gathering di Resident’s Lounge Morissey Hotel, saya serasa masuk ke rumah teman yang nyaman. Teman yang mau bagi-bagi hadiah mainan anak, sekaligus mau sharing pengetahuan soal pentingnya memilih mainan sesuai kebutuhan anak (usia dan tumbuh kembangnya).

Saya melihat banyak mainan ELC yang biasa saya lihat di toko di dalam mal ternama di Jakarta. Katanya sih mainan ELC sudah tersebar di 38 toko di Indonesia. Saya belum pernah kunjungi toko ELC di kota lain kecuali Jakarta. Jadi percaya saja sewaktu tuan rumah mengatakan demikian.

Tidak banyak yang baru dari mainan ELC yang dipajang saat itu. Jadi sebenarnya ELC tidak sedang mengenalkan mainan baru. Tapi saya jadi punya banyak wawasan baru.
Jelang Natal dan liburan akhir tahun, ELC atas persetujuan kantor pusatnya di London, merekomendasikan 52 mainan anak. termasuk di dalamnya mainan yang dijual dengan harga khusus, diskon sampai 50 persen, dari harga normal mulai Rp 200.000  sampai 1 juta rupiah per mainannya.

Mahal? Boleh saja kalau bilang begitu, karena memang mainan ini fungsinya memperhitungkan aspek tumbuh kembang anak. Seperti saya bilang di awal soal investasi orangtua untuk anaknya, bisa dibilang mainan rekomendasi skala global ini sebagai bentuk investasi.

Saya dapat informasinya langsung dari Moch Sihabuddin, Marketing Manager Kanmo Retail Grup, bahwa satu mainan bisa menstimulasi minimal tiga keterampilan anak, seperti social skill, motorik (halus dan kasar), dan koordinasi.

Tentunya mainan harus menyesuaikan usia anak. Anak berusia di bawah tiga tahun tentunya punya kebutuhan stimulasi motorik kasar dan halus yang berbeda dengan anak usia 4-5. Akhirnya kembalikan lagi rumus dasarnya kepada milestone tumbuh kembang.
Dari obrolan santai bersama ELC ini saya jadi tahu, soal social skill, ada satu mainan yang bisa dimainkan maksimal empat anak. Dengan begitu, anak-anak bisa belajar bermain bersama, kalau menurut milestone tumbuh kembang anak, usia tiga tahun anak-anak sudah mulai bermain bersama teman. Mainan bisa menjadi wadah anak bermain sekaligus mengikuti proses tumbuh kembang sesuai usianya. Bagaimana anak bisa bermain bersama temanya, menggunakan satu mainan seru, menurut saya sih membantu orangtua atau bahkan meringankan tugas orangtua karena aspek sosialisasi anak bisa terpenuhi dengan bantuan mainan tersebut.

Lalu untuk melatih motorik halus pada anak usia tiga tahun seperti kemampuan menuang air dari teko bisa juga dilatih lewat mainan alat masak misalnya. Sedangkan melatih motorik kasar untuk bayi 10-12 bulan, yang sedang belajar berjalan, bisa dengan mainan yang membantu menstimulasi tumbuh kembangnya di usia itu.

Artinya, beda usia beda juga mainan dan bagaimana mainan itu bisa membantu anak memaksimalkan proses perkembangannya. Nah, menariknya, ada juga  mainan yang bisa dimainkan lintas usia, hanya perlu kreativitas orangtua saja untuk memaksimalkan fungsi mainan. Misalnya menggunakan mainan bayi dengan banyak warna untuk mengajarkan anak batita bicara dan mengenal warna. Akhirnya, secanggih apa pun mainan kembali kepada perhatian dan kreativitas orangtua untuk bisa memaksimalkan mainan tersebut sehingga value dan fungsinya bertambah.

Mainan bahkan bisa punya nilai lebih dari sekadar stimulasi tumbuh kembang dasar, tapi juga membangun kebersamaan. Ya, kebersamaan anak dan orangtua, termasuk mengurangi penggunaan gadget pada anak, dengan lebih banyak waktu bermain bersama dengan aneka mainan “pintar”.



Jika mau tahu mainan apa yang sesuai dengan kebutuhan si kecil, datang saja sendiri ke ELC, karena mulai 23 November 2016 puluhan mainan rekomendasi bakal tersedia di toko. Bagi yang merayakan Natal, bisa juga menelusuri serunya liburan dengan ragam aktivitas di toko ELC mulai 12-25 November 2016. Atau bisa jadi momen belanja untuk kado akhir tahun juga. 

Oya, bicara soal mainan sebagai investasi, barangkali informasi ini bisa lebih meyakinkan. Kata Moch Sihabuddin, ELC jarang produksi mainan baru. Dalam enam bulan, hanya akan ada 1-2 produk baru. Kenapa? Karena proses penciptaan mainan memang makan waktu dengan riset mendalam menyesuaikan kebutuhan anak sesuai usia. Investasi dalam menciptakan mainan juga enggak tanggung-tanggung, Rp 2 miliar dalan 2 tahun prioduksi 1 mainan.

Bisa dibayangkan bagaimana seriusnya produk ini mencipta mainan dengan nilai dan fungsi yang dipikirkan mendalam. Selain itu, jika mainan rusak pun bisa reparasi di toko, syaratnya bawa struk. Jadi meski sudah berbulan-bulan usia mainan, selama masih simpan struk pembelian, maka bawa saja ke toko dan mainan bisa diperbaiki karena memang komponen mainannya tersedia.

Mengoleksi 52 mainan rekomendasi ELC rasanya sih memang tidak mungkin dilakukan dalam satu waktu ya, tapi kalau bisa mengoleksi satu atau dua, rasanya untuk anak tercinta, ada kepuasan tersendiri bagi orangtua atau bagi tante ke keponakannya. Ah, saya jadi ingin beli kado untuk sahabat yang akan merayakan Natal sebentar lagi. Sekadar berbagi kebersamaan dan kesenangan, boleh kan?





4 comments:

Bagaimana Malaysia Mendukung Desainer Muda Pemula

11.32.00 wawaraji 6 Comments




Malaysia Fashion Week #MFW2016 membawa banyak cerita bagi saya. Untuk kali pertama saya ke Malaysia, setelah sebelumnya (sewaktu masih menjadi pewarta) kebagian liputan luar negeri bolak balik Singapura. Datang ke negeri orang bagi saya memperkaya pengalaman, apalagi jika memang ada misi khusus ke sana, membawa pulang banyak cerita. Selain, karena saya hobi banget networking, bergaul dan berbaur dengan teman-teman lintas bangsa sungguh mengesankan, jadi banyak belajar dan menambah lagi level toleransi.

Meliput pekan mode bukan hal baru karena memang dulu saya bekerja sebagai wartawan media online, khusus Lifestyle. Kompas Female sebuah kanal di Kompas.com membuka begitu banyak kesempatan dan pencapaian.

Beragam pekan mode di Indonesia sudah saya telusuri, bahkan merasa menjadi bagian darinya, terutama Indonesia Fashion Week (IFW). Bersama teman-teman baik dari kalangan wartawan, desainer, fotografer, pelaku UKM, meliput pekan mode di Indonesia menjadi kesenangan baru dan fashion muslim kemudian menjadi perhatian khusus saya. Beruntung bisa punya teman yang sudah eksis di ranah internasional Franka Soeria, juga teman-teman yang kini aktif di IFC Lisa Fitria dan rekan.

Kesempatan kemudian datang dari Malaysia Fashion Week, yang diadakan oleh Matrade, berlangsung 2-5 November 2016.  Matrade (Agensi Perdagangan dan Promosi Malaysia) berada di bawah koordinasi Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia atau MITI. Bekerja sama dengan Stylo Internasional, didukung oleh Mercedes-Benz, Matrade menggelar MFW 2016 untuk kali ketiga berlokasi di Matrade Exhibition & Convention Centre (MECC), berlokasi di Jalan Sultan Haji Ahmad Shah, Kuala Lumpur.


Soal bagaimana bisa mendapatkan kesempatan ini, akan saya kupas di artikel terpisah nanti yaaaa. Kali ini saya mau membahas mengenai satu fakta yang saya telusuri bersama tiga blogger lainnya, Suci Santy Risalah, Zata Ligouw, Yayat di MFW2016.


Dukungan kepada Desainer Muda
Modest wear atau busana santun, termasuk di dalamnya busana muslim yang serba tertutup, menjadi perhatian khusus Malaysia Fashion Week 2016. Artikel saya sebelumnya mengupas soal keseriusan mereka menggarap sektor ini: Cara Malaysia Garap Serius Modest Wear Lewat MalaysiaFashion Week 2016 

Malaysia gerak cepat melihat besarnya potensi modest wear, seiring bertumbuhnya komunitas muslim mancanegara. Selain Indonesia yang memang sudah menjadi mitra, China juga menjadi sasaran Malaysia berikutnya melihat modest wear juga mulai tumbuh di sana.


Modest wear dan potensi muda kemudian menjadi andalan Malaysia mendongkrak sektor fashion dan industri kreatif negerinya. Di panggung mode Malaysia Fashion Week, banyak potensi muda negeri Jiran yang mendapatkan tempat berpromosi, dengan dukungan penuh pemerintah Malaysia.

Saya menyaksikan sendiri koleksi desainer muda Malaysia, terutama Modest Wear, di hari kedua MFW 3 November 2016. Dari runway, saya menikmati koleksi dua desainer yang menurut saya memiliki konsep desain yang matang, cutting busana yang rapi dan kekinian, dengan motif yang juga modern. Meski sama-sama membuat koleksi ready to wear,mereka berbeda gaya, kalau Salina Sulzaily (21 tahun)  lebih kepada rancangan urban look dengan menonjolkan koleksi jaket, Tuhfah (25 tahun) lebih ke terusan yang juga bisa difungsikan seperti gamis, gaya etnik.

Saya  pun sempat berbincang langsung dengan desainer berbakat Salina. Menurut Salina, Matrade banyak memberikan dukungan untuknya. MFW 2016 adalah kali pertamanya mengenalkan koleksi buatannya sendiri. Sebagai pendatang baru, Salina merasa mendapatkan dukungan penuh dari slot show hingga booth yang diberikan gratis.


Menurut Salina ada sekitar 30 desiner muda yang diberikan booth gratis dan dikumpulkan dalam satu area khusus. Salina mendapatkan booth berdampingan dengan Tuhfah.
Booth di pameran menjadi penting karena setelah calon buyer atau penggemar mode melihat koleksinya di fashion show, mereka bisa langsung bertransaksi atau setidaknya berkenalan dengan desainer di booth.



Benar saja, booth yang didapatinya membuka kesempatan bertemu buyers. Lantaran koleksinya masih terbatas, dan made by order, maka potensi transaksi datang dari kalangan startup yang daya belinya juga tidak sebesar departemen store misalnya. Selain juga karena startup biasanya mencari koleksi yang beda dan unik, tidak pasaran, punya karakter, dan koleksi Salina memenuhi kebutuhan itu. Di samping juga harga yang berkisar antara 300 RM dan di bawah 1000 RM.

Salina pun berharap bisa mendapatkan kesempatan lebih luas ke depan. Termasuk tampil di ajang fashion luar negeri. Ketika ditanya mengenai fashion week di Indonesia. Salina mengaku belum pernah datang melihat langsung dan berharap akan datang kesempatan untuknya saling belajar dari negara lain.

6 comments:

Pentingnya Blogger Menulis dengan Hati dan Berhati-hati

11.00.00 wawaraji 26 Comments


Saya mau berbagi pengalaman saja, tentang secuil pemahaman tentang blogging. Saya sih belum ada apa-apanya, hanya mau sharing berangkat dari pengalaman berharga tampil di depan mahasiswa di Bandung yang tujuannya mengajak mereka mulai tertarik menulis blog. 

Agak panjang di prolognya, sekadar bercerita latarnya. Cerita yang berawal dari keisengan membuka bank ide saya sendiri, saat di pesawat dalam perjalanan ke Bali belum lama ini, catatan kecil yang kemudian diolah dengan membongkar pengalaman dan obrolan dengan narasumber terpercaya.

Begini ceritanya....

Menjadi blogger adalah impian yang saya makin tegaskan ke diri sendiri sejak 2006. Saat itu saya masih bekerja sebagai jurnalis sebuah surat kabar lokal berbahasa Inggris, bertugas mengisi rubrik ekonomi dan bisnis. Pekerjaan yang menantang karena menguji dua kali lipat keterampilan saya menulis, mengisi rubrik ekonomi berbahasa Inggris pula. Dengan perjuangan luar biasa bagi saya yang bisa menulis dan bicara bahasa Inggris seadanya, berteman dengan rekan kerja dari Bandung menambah seru perjalanan kala itu.

Rekan kerja saya ini namanya Susi. Kami satu tim. Di sela tugas itu saya amati Susi suka menulis blog. Sepertinya waktu itu dia menulis karya sastra, saya lupa, puisi kalau tidak salah. Saya suka tulisannya. Susi pandai menulis, sudah menjadi bakatnya ditambah lagi dia penggila baca buku. Makin lihailah ia merangkai kata. Menulis ibarat merangkai bunga. Dan dia mahir merangkai bunga bahkan dalam arti sebenarnya. 

Saya cerita Susi karena dari dia saya makin mencari tahu blogspot, platform blog yang saat itu juga sedang naik daun sepertinya. Saya juga mendapat kesan, blogger banyak bertumbuh di Bandung. Kreativitas penulis tak ada matinya di kota kesayangan saya itu. Dan Susi adalah warga Bandung. Saya makin senang berkhayal indahnya menjadi blogger, menulis bebas bertanggungjawab tentunya, bebas mengatur waktu, bisa menulis dari mana saja, bahkan bisa saja dibayar untuk menulis kalau beruntung dilirik blogger/writer hunter. Kemerdekaan waktu, gagasan, tempat kerja, menulis bukan karena target harian, adalah kenikmatan menjadi blogger yang saya pikirkan waktu itu.

Apa daya, rutinitas "menunda" impian saya. Berupaya terbaik untuk menulis laporan berita dari liputan yang memakan waktu, pikiran, tenaga, sambil ikhtiar berpenghasilan dari kerja jurnalistik, memendam impianku menjadi blogger. Tak sempat saya sentuh blogspot, apalagi menulis untuk #UpdateBlog.

Tahun pun berlalu, dengan banyak cerita dalam perjalanan sebagai jurnalis 2007 sampai 2015 saya berkutat dengan pekerjaan menulis. Berpindah dari surat kabar berbahasa Inggris, ke majalah lifestyle dan bisnis seluler media baru dari perusahaan media terbesar di Indonesia, Kompas Gramedia. 

Tak tahan lama di bidang tekno, pekerjaan menulis bergeser menjadi freelancer di penerbitan buku dan berhasil menerbitkan satu buku pesanan, serta beberapa pekerjaan penulis bayaran tanpa nama alias Ghost Writer. Sempat juga berpindah menjadi Media Monitoring Maverick, perusahaan PR, menulis laporan berbahasa Inggris, merangkum berita harian dari berbagai media. 

Menulis, menulis, menulis apa pun bentuknya, selain passion, saya memang mencari nafkah dari menulis apa pun mediumnya. Sampai akhirnya takdir Allah membawa saya ke Kompas Gramedia di kantor pusatnya, Palmerah. Bertemu pendiri Kompas, Jacob Oetama adalah anugerah dan kebanggaan bagi saya. 

Nilai bekerja di media yang ditanamkan pengusaha berlatar belakang guru ini menjadi alasan saya bertahan 6 tahun di Palmerah. Nilai-nilai itu terwariskan lewat buku yang ditulisnya dan saya baca selagi masih menjadi satu dari ribuan karyawannya. Bekerja di Kompas.com rubrik lifestyle dan kesehatan adalah prestasi terbesar saya. Saya patut berbangga hingga akhirnya melepas zona nyaman itu, setelah sempat pindah 1.5 tahun ke Kompasiana.

Menjadi blogger sebagai impian bukan lagi khayalan. Sejak bekerja dengan pimpinan yang sangat membesarkan karyawannya, Pepih Nugraha, di Kompasiana, saya jadi lebih terarah menjalankan impian sebagai blogger. Keterampilan menulis sudah saya dapatkan dan dari pengalaman menulis untuk media cetak dan online, sejak 2003. Lalu menjadi blogger, menulis sebagai blogger Kompasiana waktu itu, dan menyelami dunia blogger komunitas penulis Kompasiana dan komunitas blogger di luarnya, adalah pengalaman lain yang mengesankan.

Saya tahu sejak dulu menjadi blogger itu lebih nikmat. Tak ada yang membatasi kita, blogger, untuk merangkai kata menjadi kalimat indah, bukan sekadar indah tapi bermakna, sarat pesan, informatif, menarik, edukatif juga menghibur. Unsur penulisan jurnalistik, bagi saya juga harus terjaga di tulisan blogger. Hanya saja blogger lebih punya kekuatan tulisan di opini, pengalaman pribadi, yang muncul bahkan mendominasi tulisan. Sangat sah karena blogger tak terikat syarat baku penulisan jurnalistik yang haram memasukkan unsur opini di dalam tulisan.

Ah, jadi blogger memang menyenangkan. Benar kok dan saya menikmatinya meski belum menjadi blogger militan yang rajin #updateblog dengan tulisan orisinal dari hasil riset, atau sekadar menyampaikan pengalaman dan pandangan, berbagi cerita bermanfaat untuk pembaca blog berbagai kalangan. Belum juga menjadi blogger yang konsisten menulis sehingga ada rasa terpuaskan tak terbayarkan ketika ide tulisan di kepala berwujud karya blog.

Perlahan saya sedang dibimbing menjalankan impian menjadi blogger. Memasuki dunia blogging era kini ternyata tak sesederhana yang saya pikir 10 tahun lalu. Dunia blogger sangat kompleks tapi menantang. Mulai dari apa yang kita tuliskan sampai persoalan dampak tulisan dan dengan siapa kita berurusan untuk menciptakan tulisan.

Dampak Tulisan
Sebenarnya, kali ini saya mau bahas dampak tulisan saja. Kenapa? Karena ada pengalaman yang cukup membuat saya malu tapi tersembunyikan sempurna.

Kala itu, saya, anak baru di Kompasiana pernah mendapatkan kepercayaan pimpinan untuk menjadi pemateri blogging di Bandung. Kompas Kampus saat itu acaranya. Saya mewakili Kompasiana bertugas berbagi pengalaman sekaligus mempromosikan Kompasiana kepada mahasiswa dan blogger di Bandung.

Sabuga ITB menjadi tempat bersejarah buat saya. Selain waktu itu saya diantar keluarga, suami, Satto Raji dan almarhumah putri semata wayang, Dahayu, bisa tampil perdana di hadapan puluhan atau mungkin ratusan orang asing adalah mukjizat.

Berbekal materi dari senior, dukungan dari suami dan pimpinan, juga kata-kata mujarab dari kang Pepih bahwa sampaikan apa yang pernah kita alami. Kuncinya berbagi pengalaman bukan lantas kita harus jadi orang yang serba tahu untuk menyampaikan manfaat menulis di hadapan orang yang mungkin belum semuanya merasakan nikmatnya menulis. Saya menjadi percaya diri menjadi pemateri saat itu.

Saya jelaskan apa itu media warga, jurnalis warga, manfaat menulis blog dalam hal ini social blog Kompasiana, kenikmatan berkomunitas dengan sesama penulis blog, juga sedikit kiat dari apa yang sudah saya alami sendiri saat menulis. 

Semua berjalan lancar, Alhamdulillah atas kuasaNYA saya sangat menguasai panggung dan materi. Waktu tersisa untuk tanya jawab. Inilah momen tak terlupakan itu. 

Sekitar tiga penanya dari mahasiswa saya terima. Dua di antaranya masih bisa dijawab.Satu hal yang saya merasa berutang dengan mahasiswa itu sampai sekarang. Semoga dengan menuliskan ini dia membacanya.

Pertanyaan yang membuat saya tak yakin siap menjawab adalah "Kalau jurnalis punya dewan pers, blogger punya apa? Harus ke mana kalau ada konten yang bermasalah" begitulah kira-kira.

Saya menjawab diplomatis karena tak yakin dengan jawaban yang siap meluncur dari kepala. Saya jujur apa adanya dan arahkan penanya untuk bertemu saya membahas lebih mendalam soal pertanyaan itu. Sejak itu saya merasa berutang penjelasan. Hingga akhirnya tak sengaja saya temukan catatan ini. Lalu saya menulis panjang lebar soal impian menjadi blogger dan dampak blogging di pesawat dalam perjalanan pekerjaan ke Bali. Menulis selain karena suka juga karena ingin membunuh waktu agar pikiran saya sibuk, mengalihkan pikiran dari kenangan atas anak saya.

Kembali ke pertanggungjawaban tulisan blog. Catatan yang saya baca dan jadi tulisan ini bersumber dari guru dan pimpinan saya sewaktu di Kompasiana, Pepih Nugraha. Saya ingat catatan ini adalah hasil diskusi bersamanya. Kira-kira ini isinya, semoga saya tidak salah mencatat atau menafsirkan. 

Bahwa untuk melindungi blogger dan tulisannya, blogger tidak saklek seperti jurnalis yang berpegang teguh pada kode etik jurnalistik. Tapi kalau blogger mau merujuk kepada kode etik jurnalistik sah saja sebagai panduan saja dalam menulis supaya tidak terjerumus. 

Dalam catatan saya, masih dari diskusi itu, juga dituliskan bahwa blogger tidak perlu membuat kode etik blogger. Blogger juga tak perlu minta panduan blogging ke Dewan Pers. Kenapa? Karena Dewan Pers sudah membuat panduan User Generated Content yang di dalamnya sudah mengatur tulisan blogger. Jadi baca saja panduan UGC Dewan Pers jika blogger ingin memproteksi dirinya dari konten bermasalah atau mempertanggungjawabkan konten blognya. Barangkali ini dimaksudkan untuk social blog macam Kompasiana, Indonesiana, DetikBlog, dan sejenisnya. Namun menurut saya, rasanya relevan juga dengan blog pribadi.

Meski begitu, supaya tidak terjerumus akibat tulisan blogger yang memang kental dengan opini personal tetaplah hati-hati menulis. Seleluasa apa pun blogger dalam menulis ada unsur moral yang perlu diperhatikan. 

Nah kalau ini persepsi saya pribadi, tulisan yang baik menurut saya adalah yang informatif membawa energi positif syukur bisa inspiratif dan lebih hebat kalau berdampak yang membawa perubahan lebih baik kepada pembacanya.

Menulis blog pada akhirnya kembali kepada moral. Saya jadi ingat kata kang Maman Suherman di acara Kompasiana di Pekan Raya Indonesia bahwa menulislah dengan hati. 

Saya sih sangat yakin kalau niat menulis tulus dengan hati dan energi kebaikan menyebar darinya, bukan hanya traffic di dapat tapi reputasi blog dan bloggernya pun terpupuk terus menerus. 

Seberapa besar pun usaha kita menaikkan traffic blog, seberapa pun kerasnya mempromosikan diri dan blog, saya sih lebih melihat sisi spiritual dalam menulis. Ketika ada kebaikan dalam blog dan tulisan blogger juga bloggernya biarlah Yang Maha Pengatur yang akan mengatur popularitas blog tersebut dengan caraNYA. Barangkali bukan dari berapa besar pageview nya tapi dari kepribadiannya yang membuat orang lain menghormatinya, kemampuannya menulis yang kemudian membuatnya terus menerus mendapatkan kesempatan entah rekomendasi komunitas, teman atau memang sudah datang kesempatannya dan ia layak untuk itu, meski statistik blognya biasa saja. 

Eh, tapi jangan salah persepsi loh yah, upgrade diri tetap penting. Kalau saya sih paling rajin introspeksi, bahkan kadang terlalu kritis ke diri sendiri, enggak cepat merasa puas dengan kapasitas diri kita, blog kita, usaha untuk naik kelas sih tetap lanjut supaya seimbang, blog kece (rupa dan statistiknya), kepribadian atau personal branding yang positif, kualitas tulisan juga terus diperbaiki lagi dan lagi.  Percaya enggak kalau kadang kesempatan baik datang karena melihat personality kita? Kalau saya sih percaya. 

Balik lagi ke soal moral. Nah menulis hati hati dengan kembali kepada urusan moral inilah yang akan menyelamatkan blogger. Selamat dari tuduhan pencemaran nama baik, dari fitnah dan dari berbagai hal yang bisa menjerumuskan blogger. 

Blogger yang dianggap melakukan pencemaran nama baik bisa saja dilaporkan pihak yang merasa dirugikan. Blogger bisa saja terkena pasal pencemaran nama baik. Kalau sudah begitu siapa yang dirugikan? Blogger dan blog yang sudah susah payah dibangunnya.

Jadi pakai moral pakai hati saat menulis. Hati-hati karena memang blogger tidak punya dewan seperti wartawan yang punya dewan pers. 

Pada akhirnya kita blogger perlu saling mengingatkan bahwa ada dampak dari setiap tulisan yang kita buat. Kalau kita bisa dan memang mampu memberi dampak positif kenapa juga harus berurusan dengan hal negatif. 

Menulislah dengan hati (bukan baper loh ya) tapi dengan niat baik tujuan mulia, mencerahkan orang yang membacanya syukur-syukur kalau bisa menginspirasi dan berdampak membawa perubahan, serta tetaplah berhati-hati menulis blog supaya tidak terjerumus atau menjerumuskan yang bisa "mengundang" pelaporan dari pihak yang merasa dirugikan oleh tulisan kita.

Salam dari wawaraji si blogger newbie.


26 comments:

Cara Malaysia Garap Serius Modest Wear Lewat Malaysia Fashion Week 2016

15.29.00 wawaraji 6 Comments



Malaysia Fashion Week (MFW) 2016 berlangsung empat hari, 2-5 November, di Matrade Exhibition & Convention Centre (MECC), berlokasi di Jalan Sultan Haji Ahmad Shah, Kuala Lumpur. Ini adalah kali ketiga Malaysia menggelar pekan mode, sebagai project Intrade, dengan penyelenggaranya Matrade (Agensi Perdagangan dan Promosi Malaysia) di bawah Kementerian Perdagangan Internasional dan Industri Malaysia atau MITI, bekerja sama dengan Stylo Internasional, didukung oleh Mercedes-Benz. Di MFW 2016, Mercedes-Benz juga sponsori fashion show segmen Asia dalam Mercedes-Benz Stylo Asia Fashion Week.

Banyak yang beda dari Malaysia Fashion Week 2016. Kalau tahun lalu, MFW hanya fokus pada produk fashion, MFW2016 promosikan 6 kategori produk lewat pameran dagang dan peragaan busana dalam satu rangkaian pekan mode terbesar di Kuala Lumpur ini. Kategori produk antara lain Fashion, Apparel, Accessories; Beauty, Hair, Cosmetics; Jewelerry; Arts & Handicrafts; Lifestyle & Interior; Textile & Peripherals.

Lantaran fokus utamanya memang di fashion, produk fashion memang yang paling laris di MFW2016 tapi ternyata masih terkalahkan dengan produk furnitur yang tercatat di posisi teratas perdagangan lintas bangsa di pekan mode ini.

Di area seluas 32,800 meter persegi, dengan lebih dari 300 booth, pameran dagang 6 kategori produk ini bermaksud mempertemukan desainers dan pengusaha lokal dengan international buyers. Media internasional (termasuk bloggers),juga didatangkan untuk menyebarluaskan pekan mode Malaysia ini. Sesuai sasarannya, peserta pameran, buyers dan media internasional yang didatangkan berasal dari negara-negara di Asia, Eropa, Timur Tengah. Indonesia termasuk di dalamnya selain China, Korea Selatan, Jepang, Laos, Kamboja, UK, Hong Kong, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, Vietnam, Australia, Turki dan Qatar.


Bisa dibilang, Malaysia Fashion Week bukan hanya panggung mode untuk pamer karya mode desainer lokal dan internasional, tapi juga pameran dagang yang membuka jalan untuk berbagai negara saling berjejaring.

Nah, bukan hanya produk yang makin beragam di Malaysia Fashion Week, pada MFW2016 ada pembeda utamanya. Modest wear termasuk busana Muslimah menjadi perhatian utama bahkan jadi primadona. 

Malaysia Fashion Week memberi ruang promosi modest wear sekaligus juga membuat terobosan yang tujuannya memberi kesempatan kolaborasi untuk modest wear dunia melalui satu platform e-commerce, Modestyle.

Malaysia melihat begitu besar peluang modest wear di negaranya, bahkan di dunia. Selain Indonesia yang menjadi mitra pertama Malaysia mengembangkan modest wear, China juga menjadi mitra berikutnya. Muslim di China semakin berkembang sehingga kebutuhan busana Muslimah atau modest wear yang juga bisa dipakai oleh perempuan tak berkerudung tapi ingin tampil santun, kebutuhannya semakin besar.

Serius Garap Modest Wear 
Modest wear memang sudah dilirik banyak negara sebagai potensi besar dunia. Bertumbuhnya komunitas muslim di berbagai negara, semakin banyaknya perempuan berkerudung yang membutuhkan pakaian sesuai kebutuhannya, atau perempuan yang merasa lebih nyaman berpakaian menutup tubuhnya pakaian santun meski belum sepenuhnya berkerudun, memberikan peluang besar. Potensi ini yang dilihat pemerintah Malaysia, yang bergerak cepat membuat terobosan menggandeng pihak swasta dan asosiasi mode lintas bangsa.

Hari pertama dan kedua pelaksanaan MFW2016 saya menyaksikan sendiri bagaimana pemerintah Malaysia dan para pengusahanya, memberikan dukungan penuh dan serius menggeluti sektor modest wear ini.

Sejak pembukaan hingga fashion show keempat di hari kedua MFW2016 para petinggi ini hadir dan berbaur dengan pengusaha dan desainer. Pembukaan yang dilanjutkan dengan konferensi pers lintas negara, dihadiri oleh YB Dato' Seri Ong Ka Chuan Minister II of International Trade & Industry. Sementara tiga petinggi ini selalu terlihat dua hari berturut-turut bukan hanya di panggung fashion show tapi di area pameran, seperti Dato' Noraini Ahmad Chairman of Matrade, Dato' Nancy Yeoh, President & CEO of Stylo International dan Mark Raine VP Sales Marketing Mercedes-Benz Malaysia.

Hari pertama Malaysia Fashion Week, dalam sesi Gala Diner juga hadir keluarga kerajaan Perlis. Menariknya, bagi saya, sebuah acara yang dihadiri pihak kerajaan Malaysia, dengan konsep acara menyesuaikan kalangan kerajaan, namun soal hiburan dan fashion show yang dihadirkan tetap nyaman mempertontonkan kekinian. PPAP yang sedang hits di media sosial juga ditampilkan di hadapan ratu. Terasa sekali, kreasi anak muda terfasilitasi dan diberi ruang di MFW2016 ini, dengan para seniornya memberikan dukungan. Pihak kerajaan yang hadir antara lain Duli Yang Maha Mulia Raja Perempuan perlis, Tuanku Tengku Fauziah Tengku Abdul Rashid. Usai gala dinner kami pun sempat bersalaman dengan undangan istimewa ini.


Sebagai orang Indonesia, saya pun bangga, koleksi desainer Indonesia yang saya kenal dari Indonesia Fashion Chamber, dengan desainer kenamaan Lenny Agustin dan Lisa Fitria tampil di panggung mode Gala Dinner MFW2016. Dengan label Double L, desainer Indonesia tampil dengan koleksi bergaya muda ciri khasnya Lenny Agustin dan Lisa Fitria, orang kreatif nyentrik dari Indonesia.

Meski baru pertama kali ikut Malaysia Fashion Week, saya merasakan besarnya dukungan pada kalangan muda terutama modest wear yang memang menjadi primadona. Pengalaman pribadi mengikuti fashion week di Indonesia sejak 2010, dan perhatian saya pada perkembangan modest wear/fashion muslim, ditambah pengalaman Malaysia Fashion Week 2016, semakin membuka wawasan saya soal besarnya potensi modest wear, dan menariknya strategi negara-negara di dunia menyikapi perubahan besar ini.


Kata Abu Bakar Yusof, Director Lifestyle Section Matrade, ada sekitar 25-30 desainer muda Malaysia yang didukung penuh dalam Malaysia Fashion Week 2016. Mereka mendapatkan booth gratis di area khusus desainer muda, dan slot fashion show. Dua di antara desainer muda Malaysia yang menurut saya pribadi cukup menonjol dengan rancangannya adalah Salina Sulzainy mengedepankan gaya kasual modern look monokrom tapi tetap feminin, juga gaya etnik Tuhfah. Keduanya berpotensi untuk modest wear.

Modest Wear memang makin bergairah. Peluncuran platform Modestyle Malaysia di hari kedua MFW2016 semakin menunjukkan keseriusan Malaysia menyikapi perubahan dunia muslim era kini. Kebutuhan fashion muslim jelas makin tinggi. Selain bertumbuhnya komunitas muslim dunia, kesadaran atau mungkin keinginan menggunakan busana santun atau modest wear atau busana muslim, semakin jelas kentara.




Hari kedua MFW2016, kehadiran Timothy Chen, Group CEO Modestyle Group, Dato’ Sri Sukimi selaku Modestyle Malaysia Chairman dalam peluncuran platform Modestyle Malaysia dengan brand Papillion sebagai ikon yang mengiringinya, semakin menunjukkan keseriusan Malaysia menggarap potensi modest wear ini.

Encik Bakar kembali berkata, pembelian sepanjang hari pertama MFW2016 banyak datang dari Qatar, Mesir, UK, Thailand, Kazakstan,sebanyak 200 pembeli yang tercatat dari program business matching. Dengan jumlah pengunjung kalangan pebisnis sebanyak 3000 di hari pertama berasal dari Malaysia dan lintas bangsa. Hasilnya, tercatat penjualan 92 juta RM di hari pertama Malaysia Fashion Week 2016.

Akhirnya saya pribadi belajar dari Malaysia, pamer koleksi fashion memang penting untuk menunjukkan seberapa tinggi kreativitas desainer dalam negeri, namun urusan perdagangan juga perlu difasilitasi dengan matang, supaya desainer pun bisa bertemu dengan pembeli.

Inilah juga yang disyukuri oleh desainer Indonesia, Hanny dengan brand Hanny Lovelly dari Bandung, yang mendapatkan booth bersama satu rekan desainernya. Hanny mengaku bersyukur bisa dipertemukan dengan beberapa calon pembeli. Setidaknya brand modest wear Indonesia bisa dikenal dunia lewat Malaysia Fashion Week, urusan transaksi bisa dilanjutkan kemudian hari. Pertemuan dan kesempatan berkenalan dengan buyers internasional inilah yang diharapkan membuka kesempatan lebih luas ke depannya.

Koleksi Anemone by Hannie Hananto, Muslim Fashion Designer of Indonesia


Sementara hadirnya desainer Indonesia ternama di hari pertama dan kedua, antara lain Lenny Agustin, Lisa Fitria, Fitri Kivitz, dan Najua Yanti, juga Hannie Hananto, Sean & Sheilla, Irna Mutiara pada hari ketiga dan keempat MFW2016 juga semoga membuka kesempatan kepada desainer Indonesia, menjadi bagian dari arus kencang modest wear dunia, setidaknya saat ini melalui Malaysia Fashion Week 2016.

6 comments: