Penuhi Asupan Buah Harian 400 Gram, Variasikan dengan Buah Australia

20.21.00 wawaraji 6 Comments


Dok. Wardah Fajri

Kesadaran untuk makan sehat setiap harinya sudah mulai muncul. Banyak faktor pemicunya, keinginan untuk hidup lebih sehat dan lebih lama kalau bisa, juga sebagai bentuk preventif dengan mendengar dan melihat semakin “dekatnya” penyakit yang menjangkiti orang-orang di sekitar kita. Pertanyaannya, apakah pada praktiknya kita sudah memulai kebiasaan makan sehat setiap hari?

Mengubah kebiasaan makan sehat, terutama asupan buah dan sayur, bukan perkara mudah. Namun kita masih punya waktu untuk memulainya. Soal buah saja misalnya, sehari idealnya kita mengonsumsi 400 gram buah, setara dengan 3 buah apel. Buah segar loh ya, bukan rujak atau buah yang dicampur dengan makanan. Kalau salad buah masih bisa, tapi sebaiknya tidak banyak campuran bumbu lainnya.

Beruntung saya bisa mendapatkan undangan khusus menghadiri kegiatan menyegarkan di Cilandak Town Square 13 Mei 2016. Menyegarkan karena memang banyak buah dan sayur segar dari Negara Bagian Victoria, Australia bekerja sama dengan Hypermart dan Foodmart.

Para pembicara di talkshow Now In Season Australia, Jakarta/WAF


Hadir Pakar Nutrisi Jansen Onko yang mengingatkan kembali pentingnya mengasup aneka jenis buah. Jansen memulai paparannya dengan mengungkap fakta mengenai Sindrom Metabolik, yakni semakin banyaknya pengidap diabetes, obesitas, karena gaya hidup yang tidak teratur.

Kunci menghindari Sindrom Metabolik kata Jansen adalah menjalankan healthy living, bukan sekadar diet, caranya dengan menjaga berat badan. Salah satu cara menjaga berat badan adalah menjaga asupan. Pastikan kita mengasup makanan sehat setiap harinya, setidaknya dengan membiasakan makan buah setiap hari. Pasalnya buah mengandung antioksidan alami yang dapat menangkal radikal bebas.

“Konsumsi buah tiga warna per hari. Rata-rata kita makan buah 100 gram per hari padahal kebutuhannya 400 gram per hari,” kata Jansen.

Kebutuhan ini setara dengan konsumsi tiga apel per harinya. Semakin bisa memvariasikan buah, baik jenis dan warnanya, hak tubuh untuk mendapatkan asupan sehat dapat terpenuhi.

Plum Australia/WAF

Buah lokal Indonesia sebenarnya sangat bisa memenuhi kebutuhan asupan makanan sehat dan segar ini karena banyak variannya. Namun variasi penting diperhatikan supaya semangat makan buah tak memudar. Pasalnya beda buah, beda warna beda juga manfaatnya.

Buah impor bisa jadi pilihan asupan buah bervariasi tiap harinya. Australia yang berjarak lebih dekat dengan Indonesia dibanding negara lainnya menjadi penghasil buah segar bisa jadi opsi.

Perwakilan dari Negara Bagian Victoria, dalam peluncuran buah Now! In Season Australia – Melbourne Market di Jakarta mengatakan jarak negar mempengaruhi kualitas buah. 
Dengan dekatnya jarak antar negara, buah bisa dipanen saat masak pohon atau setidaknya tidak jau dari masa ranumnya. Dengan begitu, saat tiba di negara tujuan, misal Indonesia, kualitas buah masih maksimal, tak berbeda jauh rasanya dengan kita menikmatinya di Australia misalnya. Meski tentu menikmati buah langsung di negara asal akan berbeda rasanya, karena bisa menikmati saat masa masak pohon langsung.

Selain jarak, masih banyak faktor yang mempengaruhi kualitas buah antara lain iklim, lokasi, cara tanam, kualitas air, udara, termasuk bagaimana perilaku petani menanam.
Saya mencoba sendiri buah dari Australia ini, memang ada bedanya, terutama rasa manis alami dari buah. Untuk buah pir misalnya, meski kulit luarnya terlihat hijau cerah, daging buahnya terasa manis.

Saat membawa pulang pir ke rumah, anak tiga tahun saya pun menyukainya. Buah pir Australia yang renyah dan manis menjadi kesukaannya selain buah pepaya lokal yang sudah akrab dengan lidahnya sedari bayi.

Sementara buah lainnya, seperti plum merah dan plum hitam, juga tak kalah enaknya dan bisa jadi pilihan variasi makanan buah-buahan. Saya belum mencoba bedanya lemon Australia yang masih tersimpan di lemari es. Sementara sayuran, wortel dan brokoli adalah dua jenis sayuran favorit di rumah yang sesekali boleh juga divariasikan dengan mengasup hasil panen Australia ini. Saat anak saya sakit dan hanya bisa mengonsumsi bubur, saya campurkan parutan rebusan brokoli dan wortel, dan dia pun menyukainya. Rasa segar dan manisnya menambah selera makan saat sakit, saat kedua sayuran itu dimasak dengan bubur.

Sayur Australia/WAF

Buah dan sayur memang bisa divariasikan dengan beragam jenis makanan. Apalagi jika rasa manisnya bisa menambah citarasa  masakan, semakin mudah menyiapkan makanan sehat untuk keluarga di rumah.

Anda pun bisa bereksperimen dengan aneka buah Australia ini karena berbagai jenis dan warna buah dan sayuran sudah tersedia di jaringan hypermart. Chef Yuda yang juga dihadirkan untuk memvariasikan masakan dengan buah dan sayur Australia, berbagi tipsnya. Jika ingin memvariasikan buah pada makanan keluarga, pilih buah segar dengan tekstur keras untuk dimasak dengan dipanggang. Sementara buah-buahan bertekstur lembut, bisa jadi pilihan untuk pure jika ingin memberikan variasi makanan dari buah-buahan untuk si kecil.

Pilihan sudah tersedia, sekarang waktunya kita memulai kebiasaan sehat di rumah. Yuk, makan buah dan sayur dengan porsi idealnya dan beragam variasinya.

Kreasi sayur dan buah Chef Yuda/WAF











6 comments:

AADC2: Gejolak Cinta Berbalut Indahnya Seni (Puisi) dan Jogja

02.31.00 wawaraji 13 Comments

dok. official website AADC2


Menikmati nostalgia, tentang gejolak asmara dan sebuah kota. Barangkali itulah kesan saya keseluruhan dari film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) 2. Terlepas dari beberapa pertanyaan iseng yang muncul sekilas dari adegan dan dialognya, juga lepas dari titipan sponsor yang muncul berulang kali di beberapa adegan.

Soal “titipan sponsor” di film, saya masih bisa memaklumi dan menilainya dalam batas wajar, tidak berlebihan dan ditampilkan natural. Pasalnya, saya pernah menyaksikan tiga film Indonesia lainnya (dalam delapan bulan terakhir) yang terlalu “hardsell” istilahnya, entah karena sponsor yang memaksakan kehendak atau tim kreatif yang kurang lihai memainkan “titipan”.

Kalau soal pertanyaan iseng, salah satunya, "Rangga yang tinggal di NYC aja ikut pemilu, siapakah presiden pilihan Rangga dan Cinta?" atau mau pertanyaan iseng lainnya? "Berapa kali kah Cinta memoleskan lipstik (sponsor) dan warna apa saja?" Satu lagi deh, "Sudah cukupkah Cinta minum air putih dalam sehari?" kalau yang terakhir ini contoh baik, mengingatkan kita berkali-kali ada gelas berisi air putih di beberapa adegan, sekali muncul air mineral kemasan (sponsor).


dok. Official Website AADC2

Kembali ke AADC2, bagi yang bernostalgia masa dewasa muda dari film AADC pertama barangkali bisa paham, karena ada memori terekam dari kemunculan cerita Rangga dan Cinta era itu. Tentang film Indonesia yang kala itu sedang bertumbuh dan tentang kisah asmara remaja yang ringan saja isinya, namun mengena.



Bagi warga di luar Jawa Tengah, yang pernah traveling atau berwisata ke Yogyakarta, juga mungkin bisa paham soal nostalgia. Saya jadi ingat pengalaman membekas tur perpisahan SMP ke Yogyakarta yang membuat Kota Gudeg ini punya kesan mendalam. Beberapa kali kembali ke Yogyakarta selalu pulang membawa kesan. Terakhir ke Jogja bertemu teman-teman blogger di sana, saya pun bernostalgia dengan kota ini. Bahkan teman di Jogja pun menyebut tempat tinggalnya sebagai kota nostalgia. Memutuskan menginap di Greenhost, pun menjadi nostalgia tersendiri bagi saya pribadi. Saat itulah, kami, rombongan pejalan dari Jakarta bertemu dengan Mira Lesmana,Titi Kamal, dan kru Mirles Film yang ternyata sedang syuting AADC2.

Greenhost Hotel Jogja, salah satu lokasi syuting AADC2 Dok. Wardah Fajri


Gejolak Asmara
AADC2 bercerita tentang gejolak asmara dari sejoli yang belum merasa tuntas dengan perasaannya. Saya tak membaca synopsis juga tidak mencari tahu soal film ini sebelum menonton. Saya ingin mendapatkan kejutan saja, pikir saya, dengan langsung ke bioskop, beli tiket, duduk manis menikmati karya sineas Indonesia disamping suami yang setia.
Saya memang menemukan kejutan, dari kisah Rangga, dengan segala kemisteriusannya. Sikapnya yang dingin, tak banyak bicara, menyimpan rahasia. Rahasia tentang hubungan buruk dengan dua perempuan, ibunya dan cinta pertamanya. Rahasia yang terkuak di sudut jalanan Jogja.

Gejolak rasa dan asmara terasa kuat, setidaknya bagi saya, yang duduk manis di kursi bioskop. Tak sulit mengikuti alur cerita AADC2. Film ini memang sangat ringan, cukup nikmati saja dan tergolong film drama yang tidak membosankan, setidaknya suami saya tidak tertidur dan tuntas melek hingga film selesai.

Saya terhibur juga mendapatkan kejutan manis pada bait puisi yang mewakili perasaan dan pikiran Rangga, adegan yang berhubungan dengan dunia seni seperti pertunjukkan boneka dan pameran seni, juga indahnya blusukan dan alam Jogja yang belum pernah saya jelajahi sebelumnya.


dok. Official Website AADC2

Soal cerita, tidak ada kejutan dramatis hingga akhir cerita yang mengambil setting di New York City. Namun gejolak asmara yang terpendam lama dan tak tergantikan, begitu terasa dari perjalanan sehari semalam Rangga dan Cinta menjelajahi Jogja. Rangga seperti sedang mencari cara dan celah, untuk memberi  waktu bagi Cinta memikirkan kembali perasaannya. Meski sejak awal, Cinta seperti tak terbantahkan keputusannya untuk mengakhiri asmaranya dengan Rangga demi pertunangannya dengan Trian.

Benar saja, Cinta luluh dan perasaannya terhadap Rangga tak tergantikan, tak termakan waktu, 14 tahun lamanya. Konflik diri pun terasa kuat sampai bangku pentonton, setidaknya bagi saya pribadi. Meski saya tak menemukan klimaksnya. Semua mengalir saja apa adanya.

Tentang Puisi
Bagi saya AADC2 tetap punya kesan, terutama tentang seni dan sastra, tentang puisi dan kota Jogja yang merepresentasikan seni. Kebiasaan saya dan suami usai nonton film Indonesia, kami membahasnya hingga sedetil-detilnya. Untuk AADC2, kami sepakat, dan berterima kasih kepada Mira Lesmana, Riri Reza dan tim kreatif lainnya, telah mengenalkan kembali keindahan puisi, seni dan sastra kepada anak muda.

Kami berpikir, barangkali hanya sebagian kecil saja anak muda masa kini yang menyukai puisi. AADC2 setidaknya membawa dunia seni puisi dan kesenian lainnya dengan cara kekinian, melalui kisah cinta ringan yang bisa diterima siapa saja.
Sekali lagi saya berterima kasih kepada orang-orang kreatif di balik film AADC2, terkait kebangkitan puisi di kalangan muda ini.


Dok. Official Website AADC2


Gejolak Cinta
Cerita cinta juga bukan hanya terjadi pada Rangga dan Cinta. Saya pun menemukan cinta dalam persahabatan empat perempuan yang sudah melewati berbagai siklus kehidupan. Persahabatan yang bisa kita temui dalam kehidupan nyata.


Dok. Official Website AADC2


Cinta lainnya saya dapati dari pergolakan perasaan Rangga dan ibunya. Rangga berlibur ke Indonesia menuju tujuan utama di Jogja untuk mengobati hatinya. Memperbaiki hubungannya, dengan Cinta dan ibunya. Mempertemukan sebuah keluarga, di Jogja.

AADC2 bercerita tentang gejolak cinta, dari sejoli, dari seorang pria dewasa yang menemukan kembali keluarganya, dari persahabatan, juga dari hubungan yang retak karena kekuatan cinta di masa lalu.

Cerita yang dekat dengan keseharian kita. Bedanya, cerita cinta di AADC2 lebih sempurna dengan balutan puisi, nostalgia kota yang tergambar sempurna, ditambah lagi setting alam Jogja yang melengkapi cerita film. Saya sudah cukup bangga pernah singgah di Kalibiru, saat belum banyak orang tahu. Ternyata masih banyak tempat menarik di Jogja yang perlu dijadwalkan penjelajahannya. Untuk akhirnya nanti kembali bernostalgia.

Selamat menonton AADC2 untuk pertama kali, kedua atau bahkan ketiga, apa pun motifnya dan kesan setelahnya. 

Setidaknya saya salut dengan penonton film Indonesia, AADC2 sudah berhasil menembus rekor. Dalam delapan hari penayangannya di bioskop seluruh Indonesia, sudah dua juta penonton menyaksikannya. Sejak tayang serentak 28 April 2016 di Indonesia, Malaysia, Brunei, hingga 4 Mei 2016 (saat saya nonton) saya dengar kabar AADC2 sudah melampaui rekor 1 juta penonton untuk film nasional. Ada penambahan jumlah penonton yang signifikan dalam hitungan hari. Salut untuk kolaborasi produser Mira Lesmana dan sutradara Riri Reza yang berhasil membangun emosi di film ini, baik antar pemeran juga antara film dan penontonnya. #DukungFilmIndonesia



Kelanjutan dari artikel sebelumnya Yakin, Rela Nonton AADC2?


13 comments:

Yakin, Rela Nonton AADC2?

04.59.00 wawaraji 6 Comments


Rabu, 4 Mei 2016, tepat sepekan sejak film sekuel Ada Apa Dengan Cinta 2 rilis di bioskop seluruh Indonesia, bahkan di negara lain (saya dengar ada sekumpulan pertemanan yang sengaja nonton bareng di Malaysia dan negara lain), saya bersama suami akhirnya menikmati film produksi Mirles Film ini. 

Sepekan memenuhi layar bioskop di Jakarta, terdengar kabar, AADC2 sudah meraih penonton 1 juta. Oke, jadi makin penasaran seperti apa sih film yang berjarak 14 tahun dari seri perdananya. 

Suami saya sudah mengantisipasi, harus ke bioskop sejak siang agar bisa dapat jadwal nonton yang pas waktunya, tak kesorean apalagi kemalaman. Namun saya menampik firasat suami ini dengan sengaja mampir ke sana sini sebelum akhirnya tiba di bioskop pukul 16:00 di kawasan Bintaro. Benar saja, tiket nonton untuk jadwal pemutaran film pukul 17:00 ludes. 



Beruntung kami pemegang XXI Movie Card (bukan promo), yang kami dapat cuma-cuma beserta isinya Rp 150.000 karena kami pengguna Agya (bukan promo juga). Meski harus top up lantaran saldo sudah terpakai, kami rela membayar untuk nonton film Indonesia. Lantaran pemegang Movie Card punya akses khusus, kami gak harus antri bareng penonton lain. 
Hasilnya, kami bisa nonton AADC2 untuk jadwal pemutaran pukul 21:15 di sebuah mal ternama di Bintaro. Sengaja kami pilih mal ini karena lebih dekat dari rumah. Masuk studio pukul 21:15, maka kami perhitungkan selesai pukul 23:00 bahkan lebih. 

Ya, harus rela antri untuk bisa dapat tiket nonton AADC2, itu pasti. Namun yang lebih fenomenal lagi, rela menunggu dua jam untuk bisa nonton film yang disutradarai Riri Reza ini. 

Jadi, jangan datang ke bioskop tanpa memegang tiket di tangan, dengan waktu pas-pasan. Baiknya, datang lebih siang ke bioskop, supaya lebih leluasa memilih jadwal nonton dan memilih kursi yang lebih nyaman (enggak nyaman kan kalau terpaksa duduk di deretan paling depat berhadapan langsung dengan layar?). Juga enggak nyaman dapat kursi di tengah-tengah remaja yang datang segerombolan atau bahkan berduaan, yang kadang masih belum paham etiket menonton di bioskop yang adalah ranah publik. Belajar dari pengalaman teman yang terganggu dengan oknum remaja, saya dan suami pun pilih kursi paling atas, bebas gangguan.

Soal rela menunggu jam tayang bioskop, rasanya bukan hanya saya yang mengalami kejadian ini. Beruntung banyak café di kawasan Bintaro, yang bikin dua jam bukan waktu menunggu lama. Apalagi harus ada tugas yang dikerjakan. Ya sudahlah, tak apa, anggap saja kencan bareng mantan pacar. 

Pukul 20:00 kami bergegas menuju mal, dan masih sempat makan di kaki lima rasa bintang lima (ini beneran bukan promo salah satu restoran). 
Dua jam menunggu, untuk menyaksikan hampir dua jam durasi film AADC2 saya merasa terhibur, dan memang ada kenangan membekas saat dan usai menontonnya.

Sebenarnya saya tak ingat, kapan persisnya saya menonton AADC perdana dan bersama siapa. Rasanya sih bareng teman, bukan mantan. 

Saya juga agak lupa keseluruhan cerita AADC pertama. Tapi saya ingat betul penokohan yang kuat pada Cinta dan Rangga. Saya malah lupa bahwa ada satu teman Cinta bernama Alya, yang dikisahkan meninggal karena kecelakaan di AADC2. Ada beberapa cerita yang hilang dari ingatan, tapi saya masih ingat AADC pertama punya kesan di masa dewasa muda.

Kenangan yang membekas terhadap film rupanya bisa menjadi pengikat masa kini dan masa lalu. AADC2 menjadi bukti bagaimana sebuah film punya dampak personal kepada penontonnya. Ketika dimunculkan kembali, orang berbondong-bondong ingin menikmatinya, rela antri dan mau bayar membeli tiket bioskop.

AADC2 juga adalah film berdampak bagi saya. Belum saya temui ada kegiatan nobar yang difasilitasi sponsor untuk menyaksikan film AADC2. Bahkan untuk sebuah film asing yang punya nama besar dan kenangan masa lalu saja, saya sebut deh Star Wars, banyak sekali tawaran nobar gratis. Artinya, untuk AADC2 penonton Indonesia mau membeli tiket dan rela antri.

Sampai di sini, saya salut kepada Mira Lesmana sang produser, Riri Reza sebagai sutradara yang mampu menjaga emosi para pemain dan penontonnya. Juga para pemain film yang tumbuh besar berawal dari film ini. Saya cermati, semua pemeran film AADC semakin berkembang dan makin tenar dari tahun ke tahun. Siapa tak kenal Dian Sastrowardoyo (Cinta), Nicholas Saputra (Rangga), Titi Kamal (Maura), Sissy Priscilia (Milly), Adinia Wirasti (Karmen), Dennis Adhiswara (Mamet), Christian Sugiono dengan tambahan tokoh Trian yang diperankan Ario Bayu.



Lebih salut lagi, saya baca berita, AADC2 sudah mencapai dua juta penonton dalam delapan hari penayangan film. Luar biasa. Saat saya konfirmasi ke Mira Lesmana, dia pun mengiyakan ditambah ikon senyuman.

Usai menulis ini di waktu subuh, saya iseng cari ilustrasi gambar di  website resmi AADC 2. Saya temukan tampilan website yang beda, kekinian, dan segar juga informatif. Ah, jadi makin cinta kreativitas orang Indonesia dan kru Mira Lesmana tentunya. 

Nah, saya temukan pertanyaan, kalau penonton rela beli tiket, rela antri, demi menyaksikan kelanjutan gejolak asmara Rangga dan Cinta, mereka rela juga enggak ya membeli merchandise keren ini. Kalau rela beli merchandise film asing yang sedang “bertarung” di bioskop dalam negeri, kenapa enggak rela beli ini? (sekali lagi bukan promo). #DukungFilmIndonesia



Tunggu ya tulisan selanjutnya terinspirasi dari AADC2: 
AADC2: Gejolak Cinta Berbalut Indahnya Seni (Puisi) dan Jogja



6 comments: