Pentingnya Blogger Menulis dengan Hati dan Berhati-hati

11.00.00 wawaraji 26 Comments


Saya mau berbagi pengalaman saja, tentang secuil pemahaman tentang blogging. Saya sih belum ada apa-apanya, hanya mau sharing berangkat dari pengalaman berharga tampil di depan mahasiswa di Bandung yang tujuannya mengajak mereka mulai tertarik menulis blog. 

Agak panjang di prolognya, sekadar bercerita latarnya. Cerita yang berawal dari keisengan membuka bank ide saya sendiri, saat di pesawat dalam perjalanan ke Bali belum lama ini, catatan kecil yang kemudian diolah dengan membongkar pengalaman dan obrolan dengan narasumber terpercaya.

Begini ceritanya....

Menjadi blogger adalah impian yang saya makin tegaskan ke diri sendiri sejak 2006. Saat itu saya masih bekerja sebagai jurnalis sebuah surat kabar lokal berbahasa Inggris, bertugas mengisi rubrik ekonomi dan bisnis. Pekerjaan yang menantang karena menguji dua kali lipat keterampilan saya menulis, mengisi rubrik ekonomi berbahasa Inggris pula. Dengan perjuangan luar biasa bagi saya yang bisa menulis dan bicara bahasa Inggris seadanya, berteman dengan rekan kerja dari Bandung menambah seru perjalanan kala itu.

Rekan kerja saya ini namanya Susi. Kami satu tim. Di sela tugas itu saya amati Susi suka menulis blog. Sepertinya waktu itu dia menulis karya sastra, saya lupa, puisi kalau tidak salah. Saya suka tulisannya. Susi pandai menulis, sudah menjadi bakatnya ditambah lagi dia penggila baca buku. Makin lihailah ia merangkai kata. Menulis ibarat merangkai bunga. Dan dia mahir merangkai bunga bahkan dalam arti sebenarnya. 

Saya cerita Susi karena dari dia saya makin mencari tahu blogspot, platform blog yang saat itu juga sedang naik daun sepertinya. Saya juga mendapat kesan, blogger banyak bertumbuh di Bandung. Kreativitas penulis tak ada matinya di kota kesayangan saya itu. Dan Susi adalah warga Bandung. Saya makin senang berkhayal indahnya menjadi blogger, menulis bebas bertanggungjawab tentunya, bebas mengatur waktu, bisa menulis dari mana saja, bahkan bisa saja dibayar untuk menulis kalau beruntung dilirik blogger/writer hunter. Kemerdekaan waktu, gagasan, tempat kerja, menulis bukan karena target harian, adalah kenikmatan menjadi blogger yang saya pikirkan waktu itu.

Apa daya, rutinitas "menunda" impian saya. Berupaya terbaik untuk menulis laporan berita dari liputan yang memakan waktu, pikiran, tenaga, sambil ikhtiar berpenghasilan dari kerja jurnalistik, memendam impianku menjadi blogger. Tak sempat saya sentuh blogspot, apalagi menulis untuk #UpdateBlog.

Tahun pun berlalu, dengan banyak cerita dalam perjalanan sebagai jurnalis 2007 sampai 2015 saya berkutat dengan pekerjaan menulis. Berpindah dari surat kabar berbahasa Inggris, ke majalah lifestyle dan bisnis seluler media baru dari perusahaan media terbesar di Indonesia, Kompas Gramedia. 

Tak tahan lama di bidang tekno, pekerjaan menulis bergeser menjadi freelancer di penerbitan buku dan berhasil menerbitkan satu buku pesanan, serta beberapa pekerjaan penulis bayaran tanpa nama alias Ghost Writer. Sempat juga berpindah menjadi Media Monitoring Maverick, perusahaan PR, menulis laporan berbahasa Inggris, merangkum berita harian dari berbagai media. 

Menulis, menulis, menulis apa pun bentuknya, selain passion, saya memang mencari nafkah dari menulis apa pun mediumnya. Sampai akhirnya takdir Allah membawa saya ke Kompas Gramedia di kantor pusatnya, Palmerah. Bertemu pendiri Kompas, Jacob Oetama adalah anugerah dan kebanggaan bagi saya. 

Nilai bekerja di media yang ditanamkan pengusaha berlatar belakang guru ini menjadi alasan saya bertahan 6 tahun di Palmerah. Nilai-nilai itu terwariskan lewat buku yang ditulisnya dan saya baca selagi masih menjadi satu dari ribuan karyawannya. Bekerja di Kompas.com rubrik lifestyle dan kesehatan adalah prestasi terbesar saya. Saya patut berbangga hingga akhirnya melepas zona nyaman itu, setelah sempat pindah 1.5 tahun ke Kompasiana.

Menjadi blogger sebagai impian bukan lagi khayalan. Sejak bekerja dengan pimpinan yang sangat membesarkan karyawannya, Pepih Nugraha, di Kompasiana, saya jadi lebih terarah menjalankan impian sebagai blogger. Keterampilan menulis sudah saya dapatkan dan dari pengalaman menulis untuk media cetak dan online, sejak 2003. Lalu menjadi blogger, menulis sebagai blogger Kompasiana waktu itu, dan menyelami dunia blogger komunitas penulis Kompasiana dan komunitas blogger di luarnya, adalah pengalaman lain yang mengesankan.

Saya tahu sejak dulu menjadi blogger itu lebih nikmat. Tak ada yang membatasi kita, blogger, untuk merangkai kata menjadi kalimat indah, bukan sekadar indah tapi bermakna, sarat pesan, informatif, menarik, edukatif juga menghibur. Unsur penulisan jurnalistik, bagi saya juga harus terjaga di tulisan blogger. Hanya saja blogger lebih punya kekuatan tulisan di opini, pengalaman pribadi, yang muncul bahkan mendominasi tulisan. Sangat sah karena blogger tak terikat syarat baku penulisan jurnalistik yang haram memasukkan unsur opini di dalam tulisan.

Ah, jadi blogger memang menyenangkan. Benar kok dan saya menikmatinya meski belum menjadi blogger militan yang rajin #updateblog dengan tulisan orisinal dari hasil riset, atau sekadar menyampaikan pengalaman dan pandangan, berbagi cerita bermanfaat untuk pembaca blog berbagai kalangan. Belum juga menjadi blogger yang konsisten menulis sehingga ada rasa terpuaskan tak terbayarkan ketika ide tulisan di kepala berwujud karya blog.

Perlahan saya sedang dibimbing menjalankan impian menjadi blogger. Memasuki dunia blogging era kini ternyata tak sesederhana yang saya pikir 10 tahun lalu. Dunia blogger sangat kompleks tapi menantang. Mulai dari apa yang kita tuliskan sampai persoalan dampak tulisan dan dengan siapa kita berurusan untuk menciptakan tulisan.

Dampak Tulisan
Sebenarnya, kali ini saya mau bahas dampak tulisan saja. Kenapa? Karena ada pengalaman yang cukup membuat saya malu tapi tersembunyikan sempurna.

Kala itu, saya, anak baru di Kompasiana pernah mendapatkan kepercayaan pimpinan untuk menjadi pemateri blogging di Bandung. Kompas Kampus saat itu acaranya. Saya mewakili Kompasiana bertugas berbagi pengalaman sekaligus mempromosikan Kompasiana kepada mahasiswa dan blogger di Bandung.

Sabuga ITB menjadi tempat bersejarah buat saya. Selain waktu itu saya diantar keluarga, suami, Satto Raji dan almarhumah putri semata wayang, Dahayu, bisa tampil perdana di hadapan puluhan atau mungkin ratusan orang asing adalah mukjizat.

Berbekal materi dari senior, dukungan dari suami dan pimpinan, juga kata-kata mujarab dari kang Pepih bahwa sampaikan apa yang pernah kita alami. Kuncinya berbagi pengalaman bukan lantas kita harus jadi orang yang serba tahu untuk menyampaikan manfaat menulis di hadapan orang yang mungkin belum semuanya merasakan nikmatnya menulis. Saya menjadi percaya diri menjadi pemateri saat itu.

Saya jelaskan apa itu media warga, jurnalis warga, manfaat menulis blog dalam hal ini social blog Kompasiana, kenikmatan berkomunitas dengan sesama penulis blog, juga sedikit kiat dari apa yang sudah saya alami sendiri saat menulis. 

Semua berjalan lancar, Alhamdulillah atas kuasaNYA saya sangat menguasai panggung dan materi. Waktu tersisa untuk tanya jawab. Inilah momen tak terlupakan itu. 

Sekitar tiga penanya dari mahasiswa saya terima. Dua di antaranya masih bisa dijawab.Satu hal yang saya merasa berutang dengan mahasiswa itu sampai sekarang. Semoga dengan menuliskan ini dia membacanya.

Pertanyaan yang membuat saya tak yakin siap menjawab adalah "Kalau jurnalis punya dewan pers, blogger punya apa? Harus ke mana kalau ada konten yang bermasalah" begitulah kira-kira.

Saya menjawab diplomatis karena tak yakin dengan jawaban yang siap meluncur dari kepala. Saya jujur apa adanya dan arahkan penanya untuk bertemu saya membahas lebih mendalam soal pertanyaan itu. Sejak itu saya merasa berutang penjelasan. Hingga akhirnya tak sengaja saya temukan catatan ini. Lalu saya menulis panjang lebar soal impian menjadi blogger dan dampak blogging di pesawat dalam perjalanan pekerjaan ke Bali. Menulis selain karena suka juga karena ingin membunuh waktu agar pikiran saya sibuk, mengalihkan pikiran dari kenangan atas anak saya.

Kembali ke pertanggungjawaban tulisan blog. Catatan yang saya baca dan jadi tulisan ini bersumber dari guru dan pimpinan saya sewaktu di Kompasiana, Pepih Nugraha. Saya ingat catatan ini adalah hasil diskusi bersamanya. Kira-kira ini isinya, semoga saya tidak salah mencatat atau menafsirkan. 

Bahwa untuk melindungi blogger dan tulisannya, blogger tidak saklek seperti jurnalis yang berpegang teguh pada kode etik jurnalistik. Tapi kalau blogger mau merujuk kepada kode etik jurnalistik sah saja sebagai panduan saja dalam menulis supaya tidak terjerumus. 

Dalam catatan saya, masih dari diskusi itu, juga dituliskan bahwa blogger tidak perlu membuat kode etik blogger. Blogger juga tak perlu minta panduan blogging ke Dewan Pers. Kenapa? Karena Dewan Pers sudah membuat panduan User Generated Content yang di dalamnya sudah mengatur tulisan blogger. Jadi baca saja panduan UGC Dewan Pers jika blogger ingin memproteksi dirinya dari konten bermasalah atau mempertanggungjawabkan konten blognya. Barangkali ini dimaksudkan untuk social blog macam Kompasiana, Indonesiana, DetikBlog, dan sejenisnya. Namun menurut saya, rasanya relevan juga dengan blog pribadi.

Meski begitu, supaya tidak terjerumus akibat tulisan blogger yang memang kental dengan opini personal tetaplah hati-hati menulis. Seleluasa apa pun blogger dalam menulis ada unsur moral yang perlu diperhatikan. 

Nah kalau ini persepsi saya pribadi, tulisan yang baik menurut saya adalah yang informatif membawa energi positif syukur bisa inspiratif dan lebih hebat kalau berdampak yang membawa perubahan lebih baik kepada pembacanya.

Menulis blog pada akhirnya kembali kepada moral. Saya jadi ingat kata kang Maman Suherman di acara Kompasiana di Pekan Raya Indonesia bahwa menulislah dengan hati. 

Saya sih sangat yakin kalau niat menulis tulus dengan hati dan energi kebaikan menyebar darinya, bukan hanya traffic di dapat tapi reputasi blog dan bloggernya pun terpupuk terus menerus. 

Seberapa besar pun usaha kita menaikkan traffic blog, seberapa pun kerasnya mempromosikan diri dan blog, saya sih lebih melihat sisi spiritual dalam menulis. Ketika ada kebaikan dalam blog dan tulisan blogger juga bloggernya biarlah Yang Maha Pengatur yang akan mengatur popularitas blog tersebut dengan caraNYA. Barangkali bukan dari berapa besar pageview nya tapi dari kepribadiannya yang membuat orang lain menghormatinya, kemampuannya menulis yang kemudian membuatnya terus menerus mendapatkan kesempatan entah rekomendasi komunitas, teman atau memang sudah datang kesempatannya dan ia layak untuk itu, meski statistik blognya biasa saja. 

Eh, tapi jangan salah persepsi loh yah, upgrade diri tetap penting. Kalau saya sih paling rajin introspeksi, bahkan kadang terlalu kritis ke diri sendiri, enggak cepat merasa puas dengan kapasitas diri kita, blog kita, usaha untuk naik kelas sih tetap lanjut supaya seimbang, blog kece (rupa dan statistiknya), kepribadian atau personal branding yang positif, kualitas tulisan juga terus diperbaiki lagi dan lagi.  Percaya enggak kalau kadang kesempatan baik datang karena melihat personality kita? Kalau saya sih percaya. 

Balik lagi ke soal moral. Nah menulis hati hati dengan kembali kepada urusan moral inilah yang akan menyelamatkan blogger. Selamat dari tuduhan pencemaran nama baik, dari fitnah dan dari berbagai hal yang bisa menjerumuskan blogger. 

Blogger yang dianggap melakukan pencemaran nama baik bisa saja dilaporkan pihak yang merasa dirugikan. Blogger bisa saja terkena pasal pencemaran nama baik. Kalau sudah begitu siapa yang dirugikan? Blogger dan blog yang sudah susah payah dibangunnya.

Jadi pakai moral pakai hati saat menulis. Hati-hati karena memang blogger tidak punya dewan seperti wartawan yang punya dewan pers. 

Pada akhirnya kita blogger perlu saling mengingatkan bahwa ada dampak dari setiap tulisan yang kita buat. Kalau kita bisa dan memang mampu memberi dampak positif kenapa juga harus berurusan dengan hal negatif. 

Menulislah dengan hati (bukan baper loh ya) tapi dengan niat baik tujuan mulia, mencerahkan orang yang membacanya syukur-syukur kalau bisa menginspirasi dan berdampak membawa perubahan, serta tetaplah berhati-hati menulis blog supaya tidak terjerumus atau menjerumuskan yang bisa "mengundang" pelaporan dari pihak yang merasa dirugikan oleh tulisan kita.

Salam dari wawaraji si blogger newbie.


You Might Also Like

26 comments:

Dina Mardiana mengatakan...

Tulisannya bermakna banget, Mbak..kalau ada penilaian pake bintang, saya kasih bintang lima :)

Azuka bloGger mengatakan...

Keren dan bermanfaat, terutama menulis dg hati (Yunus)!

wawaraji mengatakan...

Hi mbak Dina, mudah2an bermanfaat mari menulis pakai hati ya mbak he he
Mas Yunus Ngalam kah ini Azuka Blogger? Thanks yaaaah

Berkat kang Pepih nih traffic tinggi hahahahahaha

Tati Suherman mengatakan...

Saya ingin menjadi penulis blog yang berhati juga mba

Adiitoo mengatakan...

menulis bukan karena target harian, adalah kenikmatan menjadi blogger yang saya pikirkan waktu itu.

...Tapi, Mbak, sekarang ini blogger udah kayak media daring. Maksudku, elo blogger, elo harus update blog kalau bisa setiap hari. Isinya event. Dan terkadang ada yang menulis dari rilis. Itu piye menurutmu?

idfipancani mengatakan...

Terimakasih buat insight-nya. Bermanfaat!

idfipancani.blogspot.co.id

wawaraji mengatakan...

Mbak Taty, hayuk...belajar bareng mbak

Adit hey kamu teman sejawat hahahaha....bener banget menulis tanpa target enak bangetssss mungkin bagi yang pernah jd jurnalis media online yg bisa paham rasanya. Thats why aku gak kejar target tulisan di blog. Tapi enggak bener juga kalau jadi terlalu santai karena bagaimana pun blog harus dimantain, nah tujuannya apa balik ke diri masing2. So far sih tujuan saya bukan utk dapet kesempatan macem2 tp lebih krn ingin menjaring pembaca barangkali ada tulisan saya yg berguna krn ada pengalaman dan informasi di dalamnya. pengen bikin buku juga jadi semacam nabung aja dulu di blog.

Kalau pertanyaan Adit soal blogger penulis rilis, event, dan target ODOP hhhmm harus bikin tulisan lagi kayakna utk itu. Karena gini banyak faktor dan kita gak bisa melihat hanya dari satu sisi. Ada alasan knp blogger begitu, kadang mrk sadari kadang enggak.

Tapi sebenarnya, udah kujawab tersirat Dit di 2 paragraf ini:
Seberapa besar pun usaha kita menaikkan traffic blog, seberapa pun kerasnya mempromosikan diri dan blog, saya sih lebih melihat sisi spiritual dalam menulis. Ketika ada kebaikan dalam blog dan tulisan blogger juga bloggernya biarlah Yang Maha Pengatur yang akan mengatur popularitas blog tersebut dengan caraNYA. Barangkali bukan dari berapa besar pageview nya tapi dari kepribadiannya yang membuat orang lain menghormatinya, kemampuannya menulis yang kemudian membuatnya terus menerus mendapatkan kesempatan entah rekomendasi komunitas, teman atau memang sudah datang kesempatannya dan ia layak untuk itu, meski statistik blognya biasa saja.

Eh, tapi jangan salah persepsi loh yah, upgrade diri tetap penting. Kalau saya sih paling rajin introspeksi, bahkan kadang terlalu kritis ke diri sendiri, enggak cepat merasa puas dengan kapasitas diri kita, blog kita, usaha untuk naik kelas sih tetap lanjut supaya seimbang, blog kece (rupa dan statistiknya), kepribadian atau personal branding yang positif, kualitas tulisan juga terus diperbaiki lagi dan lagi. Percaya enggak kalau kadang kesempatan baik datang karena melihat personality kita? Kalau saya sih percaya.

Coba deh simak...persepsi setiap org pasti bisa beda2 saat membacanya, suatu waktu sy akan tulis detilnya yaa tp enggak janji kapan hahahaha.... sya kalau nulis blogging nunggu momen dan petunjuk, enggak asal nulis, ya menerapkan unsur kehati-hatian itu sih dan menulisnya maunya pake hati, niat berbagi bukan ada maksud apa2 hehe

Zata mengatakan...

Setuju mba Wawa, menulis dengan moral dan hati, karena kalo nggak, entah kenapa tulisan jd kurang enak dibaca. Btw, skalian mau nambahin pendapat sendiri soal blogger yg nulis dari rilis, saya pun kadang melakukan hal tsb karena rilis yg saya terima memang bermanfaat dan informatif, jd alih2 mengarang sesuatu yg baru, lbh baik ambil sebagian info yg sdh jelas sumbernya. Ini sekadar opini loh, bukan sesuatu yg hrs diperdebatkan :)

wawaraji mengatakan...

Rilis itu kan salah satu sumber tulisan, mungkin yang dimaksud Adit kalau nulis plek2 ketiplek rilis. Kalau udah gitu balik ke moral lagi aja, menulis pake hati itu maknanya kan banyak menurutku, kalau nulis plek ketiplek gmn pertanggungjawaban moralnya? lalu tujuannya apa, kejar target aja atau mau kasih informasi bermanfaat ke pembaca dengan cara yg baik?

Duh bisa jadi artikel nih. nanti deh kalau udah pada waktunya kutulis. balik ke tujuan nulis aja, kalau pakai hati pasti niatnya baik,kalau niatnya baik pasti ingin memberikan yg terbaik, kalau sumbernya dari rilis ya diolah sesuai karakter kita, blog kita, sehingga informasi rilis itu bisa bermanfaat dengan ditulis dr sudut pandang blogger yang beraneka rupa gayanya.

be proud to be a blogger krn setiap kita unik dg gaya kita masing2 bahkan dr satu sumber rilis yg sama....segitu dulu ya Adit dan Zata hehehehe

suciana mengatakan...

Keren deh mbak menulis dengan hati. Msh bertanya2 kapan mbak wawa keluar dari kompasiana maaf kudet

wawaraji mengatakan...

Desember 2015 mbak...sejak awal 2016 mau lebih punya flexible time sambil urus anak maksudnya sih...eh anaknya udah pergi duluan dipanggil yg punya agustus 2016...rencana manusia mah gak ada apa2nya ya mbak...

wawaraji mengatakan...

Desember 2015 mbak...sejak awal 2016 mau lebih punya flexible time sambil urus anak maksudnya sih...eh anaknya udah pergi duluan dipanggil yg punya agustus 2016...rencana manusia mah gak ada apa2nya ya mbak...

Darul Azis mengatakan...

Pertama, saya ucapkan salam kenal Mbak Wawariji. Senang bisa bertemu dengan (tulisan) Anda di sini--melalui rekomendasi Om Pepih..hehe

Kedua, saya sepakat dengan apa yang Anda sampaikan. Menulis dengan hati dan hati-hati. Itu penting ternyata, karena ketika hal itu diabaikan, tulisan pun jadi terasa nggak pas dan nggak memuaskan. Kurang plong rasanya. Padahal ketika kita sudah berhasil menyelesaikan tulisan yang baik itu, seharusnya diri bisa menjadi lebih plong dan lepas. Tapi nyatanya malah agak gimana gitu. Mungkin karena niat dari awalnya yang sudah nggak beres.

Ketiga, saya menunggu tulisan Anda selanjutnya. Hehe

Tabik.

wawaraji mengatakan...

Hai mas Darul Azis salam kenal...wah terimakasih berkenan mampir. sy berterima kasih banyak sm Kang Pepih nih hehe

Iya memang akhirnya balik ke niat menulis. Sy sudah menerapkannya utk nanya dulu ke diri sendiri, mau nulis apa, tujuannya apa, apa harapannya yg ingin dicapai dari tulisan itu. Jadi menulis lebih punya makna. Apalagi saya dulu kejar target media online sehari bisa nulis 6-10 bahkan, artikel per harinya. Kalau sekadar kejar target menulis jadi gak menyenangkan thats why perlu tau tujuannya dan dijaga kehati-hatiannya.

Waah sy harus mulai disiplin atur waktu posting blog yaa hehehe....sambil nunggu tulisan Blogging lainnya, boleh baca2 yg lain barangkali bermanfaat

Makasih ya Mas

Darul Azis mengatakan...

Astaga aku salah nulis nama tadi. Maaf Mbak.🙏

Tuh kan, baru juga dibilang. Ternyata nulis komentar pun harus hati2 🙈🙈🙈

Iya Mbak, siap2 ngulik tulisannya sampeyan.

wawaraji mengatakan...

hahaha
Kalau saya sih percaya mas penulis itu dikasih anugerah, bisa nulis, jadi harusnya bisa menjaga amanah anugerah itu. penulis dg tulisannya bisa membawa dampak. baik buruknya tergantung penulisnya. termasuk urusan berbahasa, penulis jadi pemelihara bahasa. jadi terserah kita mau memelihara bahasa yang baik atau enggak hehee...bukan benar salah tapi baik atau buruk...gitu sih menurutku yah

April Hamsa mengatakan...

Selama ngeblog "bayaran" yang paling tinggi justru kalau ada email masuk trus bilang artikel di blog kita berguna mbak.
TFS ya Mbk Wawa, tulisannya jd bahan merenung jg :)

wawaraji mengatakan...

Desember 2015 mbak...sejak awal 2016 mau lebih punya flexible time sambil urus anak maksudnya sih...eh anaknya udah pergi duluan dipanggil yg punya agustus 2016...rencana manusia mah gak ada apa2nya ya mbak...

Buyamuda mengatakan...

Sampaikan apa yang pernah kita alami dan menulis dengan hati.

dua kata ini sangat luar biasa. saya jadi termotivasi untuk tetap menulis karena banyak pengalaman yang saya alami.. terimakasih banyak tulisan yang luar biasa bagusnya

salam kenal

wawaraji mengatakan...

Hai Buyamuda, suka nama penanya, karena Buya dalam bahasa saya dan suami adalah sebutan kami sebagai orangtuam (iBU dan aYAh) hehe

Iya itu dua kata senior yg berdampak juga buat saya. Alhamdulillah jika terinspirasi menulis, yuk ah menulis dengan hati hehe. Kita saling mengingatkan ajah. Pastinya setiap pribadi pasti punya pengalaman yg tinggal direcall aja memorinya.

Salam kenal juga, senang bisa bertemu di sini.

Dewi Ratih Purnama mengatakan...

Salam kenal mba Wawa... Pertama mampir disini:) makasih udah berbagi ya mba, mba Wawa sudah malang melintang di dunia penulisan, byk pelajaran yang aku petik. Sampai terharu bacanya. Pengalaman spiritual dari menulis itu memang yang tak ternilai

wawaraji mengatakan...

Salam kenal. Iyaaa spiritual berdampak ke mana mana cuma itu penyeimbang paling sempurna

niko mengatakan...

Benar sekali. Saat ini memang butuh tulisan yang berhati dan hati-hati.

Brenda Resti mengatakan...

Emang yang paling jadi masalah seorang blogger adalah penyakit males hheehe. Males nulis :D

Yos Mo mengatakan...

good insight

tuhu mengatakan...

Kerennn semoga tak pernah lelah mengedukasi pasar Indonesia agar industrinya terbentul dengan baik