Gerak Cepat Putera Sampoerna Foundation Lahirkan SDM dengan Kompetensi Global

11.11.00 wawaraji 8 Comments

Dok. Putera Sampoerna Foundation

Era persaingan bebas di depan mata. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menjadi penanda awalnya. Artinya, kita atau lebih tepatnya generasi penerus kita perlu dipersiapkan jika ingin bersaing secara global, mampu disandingkan dengan sumber daya manusia (SDM) dari berbagi negara yang akan bebas keluar masuk mencari atau bahkan membuka lapangan pekerjaan di setiap negara incaran.

Indonesia dengan berbagai potensi alam dan industri di dalamnya, rasanya punya daya tarik kuat bagi SDM lintas bangsa yang ingin mencari peruntungan atau membuka kesempatan di sini. Nah, kalau tak siap berkompetisi dengan pendatang asing, jangan heran kalau akhirnya SDM kita kalah cepat meraih kesempatan lebih baik di negeri sendiri.Pada akhirnya, pendidikan lah yang punya andil besar mencetak SDM dengan kompetensi yang setara atau  setidaknya tidak merosot jauh kualitasnya di jajaran warga dunia. 

Namun faktanya, Indonesia punya banyak persoalan untuk mengejar ketertinggalan dunia pendidikan yang bisa menelurkan SDM sesuai komptensi global. Soal akses pendidikan di Indonesia, dana masih jadi kendala utamanya.

“Orang Indonesia terkendala dana untuk pendidikan standar internasional,” kata Nenny Soemawinata, Chief Executive Officer Putera Sampoerna Foundation di sela diskusi pendidikan bertema “Think Beyond the School” di Sampoerna Academy Jakarta.Ada tiga masalah utama terkait pendidikan di Indonesia, yakni akses pendidikan yang baik, kualitas kurikulum, dan kualitas guru.

Untuk menyelesaikan masalah pendidikan ini dibutuhkan kontribusi dari berbagai pihak. Pemerintah Indonesia sudah berupaya dengan caranya. Swasta pun bisa berperan aktif untuk menciptakan generasi yang lebih siap hadapi tantangan global di depan mata.Bayangkan, pada 2030 nanti, Indonesia akan kekurangan SDM berkualitas dengan kompetensi global, kalau generasinya tidak mulai dicetak dari sekarang.

“Pada 2030, kalau sistem pendidikan tidak melatih analytical thinking, problem solving, kompetensi di bawah kebutuhan pasar,” kata Nenny.


 Nenny Soemawinata, Chief Executive Officer Putera Sampoerna Foundation. Dok. Putera Sampoerna Foundation

Menurut Nenny, Indonesia masih berada di level rendah soal pendidikan. Soal kemampuan berbahasa Inggris saja misalnya, sebagai salah satu cara menembus pasar global, Indonesia masih di bawah Vietnam.

Tak mau berdiam diri, Putera Sampoerna Foundation mengambil peran dengan menciptakan sistem pendidikan untuk mempercepat kualitas pendidikan Indonesia. Ini adalah gerak cepat pihak swasta untuk memenuhi kebutuhan pasar akan SDM berkualitas dengan kompetensi global, pada 2030 nanti. 

Untuk mempercepat mencetak SDM dengan kompetensi global, Putera Sampoerna Foundation mengenalkan sistem baru, yakni Sampoerna Schools System (SSS), menambah satu lagi dari empat sistem pendidikan yang sudah ada di Indonesia. Harapannya, sistem ini dapat menjawab kebutuhan SDM Indonesia yang mampu dan siap hadapi persaingan global.

Dalam lembaran fakta yang dirilis Putera Sampoerna Foundation, disebutkan bahwa di Indonesia, terdapat berbagai pilihan sistem pendidikan yang sesuai dan mampu menghasilkan generasi muda yang berkaliber tinggi. 

Saat ini berkembang empat sistem pendidikan yang memiliki karateristik tersendiri, seperti:

• Sistem Britania Raya – Cambridge: Ciri utamanya ada spesialiasi mata pelajaran yang mendalam serta penelitian yang cermat dan mutakhir. Sistem ini memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia 6 hingga 18 tahun dan menyediakan kualifikasi berjenjang, termasuk sertifikasi PSLE, O, dan A–ketiganya diakui secara internasional di semua sekolah dan perusahaan yang terkait. Beberapa tahun terakhir, sistem ini mengadopsi sejumlah bidang baru ke dalam kurikulumnya, seperti wawasan global serta pembelajaran kontekstual dan kelompok.

• Sistem Eropa – International Baccalaureate: IB adalah sebuah rangkaian sistem yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak usia 3 hingga 19 tahun. Kerangka dasarnya dirancang untuk menyempurnakan metode mengajar yang mampu mengembangkan aspek akademis dan pribadi siswa. Sistem ini bertujuan untuk menginspirasi para siswa menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang ditandai dengan antusiasme dan empati yang tinggi. Kurikulum IB memiliki cakupan yang luas dan mendorong penguasaan materi yang seimbang serta antar ilmu. Elemen lain yang juga dipadukan pada sistem ini adalah pembelajaran yang terpusat pada siswa dan penekanan yang kuat pada konteks dunia.

• Sistem Nasional di Indonesia: Sistem pendidikan nasional di Indonesia berada di bawah pengawasan Kementerian Pendidikan dan Budaya serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Sistem ini menerapkan wajib belajar 9 tahun, yakni 6 tahun pendidikan dasar dan 3 tahun pendidikan menengah pertama. Sistem ini memastikan pengembangan intelektual, spiritual, dan personal seorang anak, di mana bahasa daerah digunakan untuk melengkapi bahasa Indonesia. Sistem ini menuai sejumlah kritik karena pada praktiknya dianggap lebih mengutamakan hafalan dan pengulangan. Beberapa tahun terakhir, pendirian sekolah nasional plus semakin meluas. Sekolah-sekolah ini memasukkan sistem nasional dengan berbagai aspek sistem internasional, seperti Cambridge. Beberapa dari sekolah ini bahkan menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.

• Sistem Amerika: Sistem Amerika umumnya bervariasi, namun memiliki kesamaan mengenai pendekatan yang luas pada gaya belajar dan penguasaan materi. Sistem ini berfokus pada keterampilan praktis dan kemampuan memecahkan masalah yang diwajibkan oleh mayoritas perusahaan. Kurikulumnya menekankan pada pembelajaran kontekstual melalui pemecahan masalah dan STEAM (science, technology, engineering, art, dan math). Sistem Amerika memenuhi kebutuhan pendidikan siswa usia 3 hingga 18 tahun di mana pengembangan pengetahuan, kognitif, dan sosial ditonjolkan secara seimbang.


Sampoerna Schools System

Sementara sistem pendidikan yang ada sudah berjalan dengan beragam pilihan sekolahnya, Putera Sampoerna Foundation mengenalkan sistem pendidikan baru bernama Sampoerna Schools System. Ini adalah sistem pendidikan terintegrasi pertama di Indonesia dari tingkat taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi yang menerapkan kurikulum Internasional yang berkualitas dalam bahasa Inggris dan berfokus pada pendidikan berbasis pada Science, Technology, Engineering, Art dan Math (STEAM).

Sistem ini terdiri dari Sampoerna Academy (untuk pendidikan anak dari taman kanak-kanak hingga pendidikan menengah atas), Sampoerna University dan Sampoerna Professional Development Center.

Dari level siswa TK hingga mahasiswa, sistem pendidikan ini memiliki perhatian khusus pada penanaman nilai-nilai kepemimpinan, kewirausahan dan tanggung jawab sosial. Harapannya, para siswa dapat mengambil bagian dalam mengembangkan perekomomian Indonesia, pengembangan teknologi masa depan, merancang produk untuk kehidupan yang lebih baik.

Khsusus untuk Sampoerna Academy terbagi menjadi dua program. Program pertama, day-school, berlokasi di L’Avenue, Pancoran dan The Icon BSD City (khusus untuk TK). Program kedua, boarding school adalah sekolah berasrama untuk tingkat SMA berlokasi di Bogor.Kurikulum Sampoerna Academy mendidik siswa dalam tiga hal yakni akademik, keterampilan professional, dan kegiatan ekstrakurikuler atau yang disebut Pathway to Leadership dan Life Long Learning. Kegiatan ekstrakurikuler dirancang mengembangkan rasa percaya diri, rasa keingintahuan, dan mendorong siswa untuk menjadi anggota masyarakat yang sehat, mandiri dan bertanggung jawab.

Untuk bersekolah dengan sistem pendidikan baru ini, orangtua perlu menyiapkan biaya pendidikan per bulan mulai Rp 6 Juta untuk level TK dan SD. Sementara untuk SMP dan SMS antara Rp 8 Juta hingga Rp 10 Juta per bulan.

Sekolah ini menyasar kalangan menengah yang dinilai memiliki kemampuan untuk menyekolahkan anak dengan sistem pendidikan berskala global. Pada akhirnya, kalangan menengah inilah yang diharapkan menjadi bagian dari gerak cepat menciptakan SDM dengan kompetensi global.

Seperti dikatakan Nenny, akses pendidikan yang baik memang masih menjadi kendala di Indonesia. Sistem pendidikan berskala global pada akhirnya belum bisa dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia. Meski begitu, ada upaya dan ada pilihan tersedia bagi sebagian masyarakat yang mampu dan mau menjadi bagian dalam penciptaan SDM berkompetensi global, siap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean yang sudah di depan mata.

Lantas bagaimana nasib masyarakat Indonesia kebanyakan yang faktanya masih kesulitan akses pendidikan berkualitas? Ini kemudian menjadi pekerjaan rumah bersama, utamanya pemerintah yang semestinya bisa menggandeng swasta mencari solusinya.

Namun bagi warga, setidaknya sebagian kalangan menengah yang katanya mulai bertumbuh di Indonesia bisa mulai merencanakan pendidikan lebih matang. Berhemat dan mengatur finansial keluarga, salah satunya dengan merencanakan tabungan pendidikan, atau mulai menekan biaya gaya hidup kekinian yang boros uang, perlahan keluarga menengah bisa saja menabung untuk pendidikan anak lebih baik.

Rasanya setiap ibu yang menjadi manajer keuangan di rumah, mulai perlu berbenah. Menghitung ulang semua kebutuhan, memangkas yang tidak perlu atau tidak wajib ada atau punya, untuk fokus memberikan pendidikan terbaik demi generasi yang siap hadapi persaingan global.

Saya jadi ingat seorang teman baik, yang rela tinggal di ruko padahal mungkin dia mampu membeli rumah mewah dengan usahanya yang terus berkembang di bidang fotografi. Tinggal sederhana di ruko dekat pasar induk dengan lingkungan yang barangkali tak nyaman bagi sebagian orang. Meski begitu, mereka memastikan anak-anaknya mendapatkan pendidikan layak, sekolah internasional ternama di kawasan tempat tinggalnya.

Kalau memang ada yang perlu kita pangkas keras agar anak bisa bersekolah berstandar internasional, mengapa tidak, cara kawan saya itu bisa saja kita tiru bukan? Demi masa depan anak yang lebih baik dengan bekal pendidikan terbaik.

8 comments:

Drama Travel Interaktif, Cara Kreatif JakTV Curi Perhatian Pemirsanya

00.39.00 wawaraji 4 Comments

Peluncuran Drama Travel JakTV Dok. Wardah Fajri


Dunia broadcasting semakin menantang. Pelaku industri kreatif di stasiun televisi harus terus mencari cara membangun kedekatan dengan pemirsanya. Apalagi dengan banyaknya pilihan program televisi yang menarik perhatian. Bagaimana stasiun televisi berkreasi menghadirkan program agar pemirsa tak mudah pindah saluran, menjadi tantangannya.


Salah satu tantangan stasiun TV dan orang kreatif di dalamnya adalah mengemas berbeda program travel atau pariwisata yang tak terhitung lagi jumlahnya. Menyajikan tayangan travel yang unik menjadi pembedanya. Cara inilah yang berani dipilih JakTV, stasiun televisi swasta yang bersiaran di wilayah Jabodetabek dengan penonton berbasis komunitas.


“Ini bagian dari informasi, sebuah tayangan televisi harus dibuat dengan kreativitas agar informasi sampai dan menjadikan viewer suka dengan program tersebut,” kata Yahya Basalamah, Direktur Utama JakTV saat konferensi pers peluncuran program Drama Travel Interaktif terbaru di Lot 8 SCBD, Jakarta, Jumat 26 Februari 2016 lalu.


Membangun Kedekatan


Bisa dibilang, JakTV berani meluncurkan program baru yang ditayangkan mulai 29 Februari 2016, dikombinasikan dengan program yang sudah berjalan Trending Topic. Drama Travel berjudul “Siapa Takut Jatuh Cinta (Lagi)?” ini akan ditayangkan enam episode, dengan masing-masing episode berdurasi enam menit.


Drama Travel yang singkat, berisi, memanjakan penonton dengan pemandangan sebuah desa di provinsi Aomori, Jepang. Ini adalah program perjalanan yang dikemas dalam balutan drama percintaan. Mengisahkan Cheryl,  gadis Indonesia yang baru saja patah hati dan mencoba bangkit dari kerterpurukannya dengan pergi ke Jepang sebagai upaya pulih. Berkat sosial media, Cheryl bertemu Kento, pemuda Jepang yang adalah juga teman lamanya saat pernah belajar bersama di Sekolah Dasar internasional di Jakarta.

Lezatnya masakan Tuna khas Aomori, pasar ikan yang khas, relaksasi di spa apel, menjadi ratu di istana Aomori, hingga pemandangan musim dingin di Aomori dengan hamparan salju, adalah beberapa gambaran destinasi wisata yang ditayangkan dalam Drama Travel ini.

Bayangkan, sebuah drama percintaan dengan latar destinasi wisata yang sedang digalakkan pemerintah Jepang, dihadirkan dalam program televisi berdurasi enam menit. Lalu diselingi dengan kuis interaktif yang mengajak pemirsa televisi terlibat aktif dalam program ini.

Membangun kedekatan dengan pemirsa adalah kuncinya. Engagement adalah kata sakti yang sedang menjadi perhatian dunia broadcasting sekarang ini. Semakin dekat dengan pemirsa, dengan berbagai benefit yang diberikan, maka audiens loyal akan terbentuk dengan sendirinya.

Inilah cara JakTV menghadirkan kedekatan untuk pemirsanya, lewat sebuah Drama Travel yang bisa dibilang baru pertamakalinya hadir di Indonesia.

Menciptakan Tren

JakTV berkolaborasi dengan Tokyo Metropolitan Television Broadcasting atau MX-TV untuk menyiarkan Drama Travel menyasar usia 18-25 ini. Ditayangkan dengan mengambil slot Trending Topic pukul 21:30, Drama Travel ini menjadi tren yang diciptakan bersama untuk audiens Indonesia.


Namun jangan salah, konsep broadcasting dengan kemasan kreatif mengandalkan interaksi dan engagement ini punya kisah sukses di negara lain. Di Jepang sendiri, belum pernah ada Drama Travel semacam ini. Namun program sejenis ini, sukses di negara-negara Eropa Utara. Terutama untuk program travel. Siapa yang tak suka mendapatkan referensi travel lewat tayangan televisi? Dan siapa yang tak mau jika berkesempatan traveling gratis sebagai hadiah dari program travel di TV? Siapa pun pasti suka dan mau. Inilah yang sudah terbukti berlangsung sukses di Finlandia, Negara Baltik: Estonia, Latvia, Lithuania, juga Rusia.


Pins, sebuah perusahaan yang menjadi mitra JakTV dan MX-TV, telah membuat terobosan program loyalitas semacam ini di Finlandia dan negara-negara di Eropa Utara. Kini, Pins menyasar Asia salah satunya Indonesia lewat program Drama Travel ini.


Gabi Kool, CEO Pins yang hadir dalam peluncuran “Siapa Takut Jatuh Cinta (Lagi)?” mengatakan optimistis program loyalitas semacam ini bisa berhasil di Indonesia. Apalagi jika berhubungan dengan traveling. Orang akan mencari kesempatan untuk bisa traveling Cuma-Cuma lewat program TV interaktif semacam ini.


Bahkan, kata Kool, di Eropa Utara, program loyalitas semacam ini sangat melibatkan audiens dalam menentukan alur bahkan akhir cerita. Keterlibatan audiens yang berinteraksi langsung inilah daya tarik utamanya.Akhirnya, hanya waktu yang bisa menjawab seberapa berhasil inisiatif ini. Tunggu enam episode untuk menjawabnya. Namun, kalau melihat gencarnya pemerintah Jepang mempromosikan destinasi wisata dengan mendukung program ini, lalu dengan adanya hadiah utama jalan-jalan gratis ke Aomori, Jepang bagi penikmat Drama Travel “Siapa Takut Jatuh Cinta (Lagi)?”, bisa jadi kesuksesan pun bisa diraih program TV ini.


Tunggu saja siapa pemenangnya, barangkali Anda kalau memang rajin menyaksikan tayangan ini. Atau audiens pun jadi menunggu penuh harap, destinasi wisata mana lagi yang akan ditawarkan kepada pemirsa lewat Drama Travel JakTV ini?
 



4 comments: